Manado: Pembatasan kuota operasi taksi daring masih menjadi kontroversi yang memicu konflik sosial. Belum ada titik temu antara sopir taksi online dan pemerintah tentang masalah tersebut.
Pengendara transportasi basis dari meminta pemerintah menaikkan kuota yang segera ditetapkan. Pemerintah Sulawesi Utara merancang kuota driver online sebanyak 1.200 pengendara.
Asiosiasi Driver Online (WAO) Sulawesi Utara menolak rancangan kuota tersebut.
"Ini yang tidak adil. Sebab mereka tidak memikirkan dampak yang akan terjadi jika kuota hanya ditetapkan seperti itu," kata Ketua Umum WAO Sulawesi Utara Christian Yokung, kepada Medcom.id, di Manado, Sulut, Rabu, 9 Mei 2018.
Yokung menyebut, konflik sosial dan ekonomi berpotensi besar terjadi jika kuota tersebut diketuk. Misalnya, pengendara yang bakal diburu-buru debt collector karena kendaraan yang mereka pakai bermodal dari pendanaan kredit.
Yokung menyebut, masyarakat juga akan dirugikan pembatasan kuota. Yokung memprediksi kerugian yang dialami masyarakat ada pada pencabutan subsidi yang diberlakukan perusahaan aplikator.
"Dengan dicabutnya subsidi itu, tentu tarif angkutan lebih mahal. Karena selama ini masyarakat mendapatkan subsidi dari perusahaan bukan pemerintah. Proses orderan juga makin lama karena sedikitnya unit yang beroperasi," jelasnya.
Masalah lain, lanjut Yokung, adalah meningkatnya angka pengangguran. Khusus di Sulut, profesi driver online saat ini menjadi primadona bagi kalangan pekerja. Bahkan Sulut ada di posisi kelima se-Indonesia driver online terbanyak.
"Nah dengan pembatasan itu, tentu saja program pemerintah daerah soal menyejahterakan masyarakat tak akan terwujud," ungkapnya.
Pemerintah diminta tutup pendaftaran
Yokung juga menjelaskan membeludaknya driver online di sebuah daerah lantaran proses perekrutan driver yang hingga kini masih tetap dilakukan.
Seharusnya, kata dia, pemerintah mulai mengatur melalui penyedia aplikator untuk menghentikan perekrutan agar jumlah driver dapat dibatasi.
Dia mengaku, pihaknya telah mengusulkan 4.550 kuota untuk beroperasi di wilayah Sulut. Jumlah ini kata dia, sudah sesuai dengan perhitungan rumus dalam Permenhub 108.
"Sayangnya ini tidak pernah diakomodasi pemerintah. Sebenarnya dengan memakai angka ini banyak masalah yang dapat diantisipasi seperti konflik sosial," ucapnya.
Pemerintah dapat mempertimbangkan dampak-dampak yang akan timbul jika nantinya penetapan aturan tidak memikirkan asas keadilan bagi para driver online.
"Kami juga tentu mengharapkan ada aspirasi kami juga turut diperjuangkan pihak DPR khususnya di daerah," harapnya.
Manado: Pembatasan kuota operasi taksi daring masih menjadi kontroversi yang memicu konflik sosial. Belum ada titik temu antara sopir taksi
online dan pemerintah tentang masalah tersebut.
Pengendara transportasi basis dari meminta pemerintah menaikkan kuota yang segera ditetapkan. Pemerintah Sulawesi Utara merancang kuota
driver online sebanyak 1.200 pengendara.
Asiosiasi Driver Online (WAO) Sulawesi Utara menolak rancangan kuota tersebut.
"Ini yang tidak adil. Sebab mereka tidak memikirkan dampak yang akan terjadi jika kuota hanya ditetapkan seperti itu," kata Ketua Umum WAO Sulawesi Utara Christian Yokung, kepada
Medcom.id, di Manado, Sulut, Rabu, 9 Mei 2018.
Yokung menyebut, konflik sosial dan ekonomi berpotensi besar terjadi jika kuota tersebut diketuk. Misalnya, pengendara yang bakal diburu-buru
debt collector karena kendaraan yang mereka pakai bermodal dari pendanaan kredit.
Yokung menyebut, masyarakat juga akan dirugikan pembatasan kuota. Yokung memprediksi kerugian yang dialami masyarakat ada pada pencabutan subsidi yang diberlakukan perusahaan aplikator.
"Dengan dicabutnya subsidi itu, tentu tarif angkutan lebih mahal. Karena selama ini masyarakat mendapatkan subsidi dari perusahaan bukan pemerintah. Proses orderan juga makin lama karena sedikitnya unit yang beroperasi," jelasnya.
Masalah lain, lanjut Yokung, adalah meningkatnya angka pengangguran. Khusus di Sulut, profesi
driver online saat ini menjadi primadona bagi kalangan pekerja. Bahkan Sulut ada di posisi kelima se-Indonesia
driver online terbanyak.
"Nah dengan pembatasan itu, tentu saja program pemerintah daerah soal menyejahterakan masyarakat tak akan terwujud," ungkapnya.
Pemerintah diminta tutup pendaftaran
Yokung juga menjelaskan membeludaknya
driver online di sebuah daerah lantaran proses perekrutan
driver yang hingga kini masih tetap dilakukan.
Seharusnya, kata dia, pemerintah mulai mengatur melalui penyedia aplikator untuk menghentikan perekrutan agar jumlah
driver dapat dibatasi.
Dia mengaku, pihaknya telah mengusulkan 4.550 kuota untuk beroperasi di wilayah Sulut. Jumlah ini kata dia, sudah sesuai dengan perhitungan rumus dalam Permenhub 108.
"Sayangnya ini tidak pernah diakomodasi pemerintah. Sebenarnya dengan memakai angka ini banyak masalah yang dapat diantisipasi seperti konflik sosial," ucapnya.
Pemerintah dapat mempertimbangkan dampak-dampak yang akan timbul jika nantinya penetapan aturan tidak memikirkan asas keadilan bagi para
driver online.
"Kami juga tentu mengharapkan ada aspirasi kami juga turut diperjuangkan pihak DPR khususnya di daerah," harapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)