Surabaya: Polisi menangkap AS yang diduga melakukan pemalsuan dokumen berupa KTP-el, akta kelahiran, kartu keluarga dan paspor. Dokumen palsu diduga untuk kelengkapan persyaratan Pilkada 2020.
Kapolda Jawa Timur Irjen Luki Hermawan mengatakan pihaknya mendapat informasi masyarakat perihal adanya pemalsuan dokumen.
"Jaringan pemesannya cukup luas sampai ke Lampung, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Maluku," kata Luni di Surabaya, Jawa Timur, Senin, 17 Februari 2020.imbuhnya.
Pihaknya menggandeng Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Ada 270 pilkada di seluruh Indonesia. Tidak menutup kemungkinan modus pemalsuan dokumen ini menjadi marak, dan digunakan terutama untuk kepentingan pencoblosan nanti," jelasnya.
Luki menyebut AS telah menjalankan aksinya selama tujuh bulan. Tersangka mendapat keuntungan mencapai Rp1 miliar.
"Sudah ada 500 pesanan, satu pemesan dibanderol Rp2 juta," ungkap Luki.
Polisi menyita dokumen palsu yang dibuat, puluhan stempel, laptop, dan printer. Tersangka dijerat Pasal 263 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 93 dan 96 terkait administrasi kependudukan, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.
Surabaya: Polisi menangkap AS yang diduga melakukan
pemalsuan dokumen berupa KTP-el, akta kelahiran, kartu keluarga dan paspor. Dokumen palsu diduga untuk kelengkapan persyaratan Pilkada 2020.
Kapolda Jawa Timur Irjen Luki Hermawan mengatakan pihaknya mendapat informasi masyarakat perihal adanya pemalsuan dokumen.
"Jaringan pemesannya cukup luas sampai ke Lampung, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Maluku," kata Luni di Surabaya, Jawa Timur, Senin, 17 Februari 2020.imbuhnya.
Pihaknya menggandeng Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Ada 270 pilkada di seluruh Indonesia. Tidak menutup kemungkinan modus pemalsuan dokumen ini menjadi marak, dan digunakan terutama untuk kepentingan pencoblosan nanti," jelasnya.
Luki menyebut AS telah menjalankan aksinya selama tujuh bulan. Tersangka mendapat keuntungan mencapai Rp1 miliar.
"Sudah ada 500 pesanan, satu pemesan dibanderol Rp2 juta," ungkap Luki.
Polisi menyita dokumen palsu yang dibuat, puluhan stempel, laptop, dan printer. Tersangka dijerat Pasal 263 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 93 dan 96 terkait administrasi kependudukan, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)