Praktisi Hukum Agus Widjajanto bersama penulis lainnya. istimewa
Praktisi Hukum Agus Widjajanto bersama penulis lainnya. istimewa

Membangun Karakter Anak Bangsa Komitmen Menjaga Kesatuan

Al Abrar • 30 Mei 2024 11:38
Jakarta: Memanfaatkan Peringatan Hari Lahir Pancasila setiap awal 1 Juni sebuh buku 'Membangun Karakter Anak Bangsa Melalui Pemahaman Falsafah Leluhur dan Nilai Pancasila' diluncurkan. Buku itu ditulis sebagai bentuk keprihatinan yang mendalam sebagai anak bangsa atas kondisi bangsa.
 
"Buku ini kami tulis sebagai bentuk keprihatinan yang mendalam sebagai anak bangsa atas kondisi bangsa," kata penulis dan juga praktisi Hukum Agus Widjajanto, Kamis 30 Mei 2024. 
 
Penulis sekaligus praktisi Hukum Agus Widjajanto mengatakan, bentuk keprihatinan dimaksud didasarkan pada kondisi bangsa yang dirasa telah kehilangan jati diri sebagai sebuah bangsa. Padahal, jati diri ini adalah ruhnya Indonesia namun tergerus akibat pengaruh budaya dan doktrin asing.

Pengaruh budaya itu salah satunya terjadi karena kemajuan tekhnologi informasi. Kemajuan yang pada gilirannya membuat tidak ada lagi batas wilayah sebuah negara. Semua orang bisa dengan mudah mengakses informasi tanpa filter melalui gadget. Padahal tidak semuanya benar. 
 
"Informasi yang kadang sulit untuk disaring tapi diterima begitu saja. Akibatnya banyak nilai-nilai jati diri bangsa tergerus, juga ajaran luhur bangsa dan nilai-nilai Pancasila," tutur Agus.
 
Pria kelahiran Kudus Jawa Tengah itu mengungkapkan, rasa kebangsaan perlahan luntur pada generasi muda. Banyak generasi muda saat ini mulai tidak paham dan meninggalkan budaya sendiri sebagai sebuah bangsa yang sangat minim pengetahuan atas sejarah bangsanya.
 
Di sisi lain, peralihan kepemimpinan nasional dari Orde Baru ke Orde Reformasi seakan memberikan kesan bahwa semua orang mendapatkan kebebasan sebebas-bebasnya. Baik dalam mengekpresikan diri maupun mengeluarkan pendapat yang memang telah dijamin oleh kontitusi. 
 
"Tapi banyak juga yang melupakan hakekat dari kebebasan itu sendiri, terutama menyangkut rasa bertanggung jawab dan menghormati hak dari orang lain yang menjadi ajaran luhur para pendiri bangsa," ucap Agus.
 
Ajaran yang mengajarkan secara bijak sesuai dengan nilai nilai luhur bangsa ini sebagai bangsa yang besar dan berbudaya tinggi. Fenomena degradasi moral disampaikan dia bukan hanya menyangkut budaya tapi seluruh aspek kehidupan baik politik, ekonomi, hukum serta sosial.
 
"Buku ini memuat ajakan agar segenap anak bangsa, di samping mengejar kemajuan dengan hal hal baru, tapi juga jangan melupakan etika luhur dan budaya bangsa sendiri, agar tercipta keselarasan di semua lini kehidupan," kata Agus. 
 
Diingatkan pula bahwa menjaga nilai-nilai luhur bangsa bukan hanya tanggungjawab pemerintah melainkan seluruh pihak. Baik kaum pendidik, agamawan, budayawan dan setiap insan sebagai warga negara. 
 
Ia berharap upaya membangun kembali karakter bangsa terus digalakkan agar bangsa ini kembali jati dirinya sesuai warisan leluhur dan para pendiri bangsa serta raja-raja nusantara yang agung dimasa lalu.
 
Dalam bukunya ditekankan pula bahwa hidup sejatinya adalah agar bisa memberikan pencerahan kepada sesama sebagai lilin penerang kehidupan (urip kuwi sejatine urup). Diharapkan semua pihak kembali membumi kepada Ibu Pertiwi dan tidak pernah lupa budaya dan adat istiadat sendiri sebagai bangsa timur.
 
Tentunya sesuai nilai luhur Pancasila bukan hanya berkedudukan sebagai Dasar Negara saja, akan tetapi juga sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa yang telah mulai dilupakan oleh generasi muda anak bangsa. Selanjutnya, karena budaya kita adalah paternalistik, semuanya harus dimulai dari para pemimpin yang memberikan suri tauladan sekaligus panutan bagi semua anak bangsa.
 
Terakhir, Agus Widjajanto dan tim penulis dalam bukunya juga mengingatkan kembali atas falsafah kepemimpinan Jawa yang diaktualisasikan pada jaman modern saat ini. Falsafah yang dulu diterapkan oleh Raja Raja Agung Nusantara yang memang mempunyai jiwa kepemimpinan agung, jiwa dan wawasan hati yang luas, perilaku yang menjunjung tinggi etika, moral, nilai-nilai agama dan hukum yang disepakati bersama.
 
"Tiada gading yang tak retak, tapi setidaknya buku ini sebagai upaya mengembalikan  pemikiran terhadap sesama anak bangsa agar tidak melupakan jati dirinya sebagai bangsa yang berbudaya besar. Semoga bermanfaat!" ujar Agus bersama penulis lainnya, Rusdin Tahir, Nandang, Wawan Wahyudin, Sam'un, dan Rahman.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan