Bandung: Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bandung mencabut izin segala bentuk kegiatan di Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) yang merupakan tempat terdakwa HW mengajar. Ini buntut kasus pemerkosaan 12 santriwati oleh oknum ustaz tersebut.
Kepala Kemenag Kota Bandung, Tedi Ahmad Junaedi menuturkan, sejak kasus ini terkuak Juni lalu, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kemenag Jawa Barat untuk meninjau ulang izin operasional lembaga pendidikan tempat pelaku mengajar. Saat ini, lanjutnya, Kemenag RI telah mencabut izin pondok pesantren tersebut.
"Kalau lembaganya kita telah memastikan proses pencabutan izinnya. Karena yang berwenang mencabut izin yaitu Kemenag RI," kata Tedi di Bandung, Kamis, 9 Desember 2021.
Tedi menuturkan, Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) yang diselenggarakan oleh yayasan pondok pesantren tersebut hanya mendapatkan izin untuk wilayah Antapani, Kota Bandung. Sedangkan pesantren yang berlokasi di Cibiru berdiri tanpa izin Kemenag.
"Ketika lokasinya berbeda harus ada izin terpisah, yaitu izin cabang. Pelaku belum urus izin cabang di Cibiru, yang katanya boarding school. Sebelumnya kita tidak mengetahui pendirian cabang di Cibiru," ujarnya.
Baca: Ustaz Perkosa Santri, Wali Kota Bandung Minta Hakim Bisa Memberikan Keadilan
Selain mengajukan pembekuan lembaga, Kemenag juga menangani keberlanjutan proses pendidikan para santriwati yang terdata di lembaga tersebut. Tujuannya agar bisa segera memindahkan ke lembaga pendidikan lain.
Seluruh santriwati di lembaga pendidikan tersebut akan dipindahkan. Total sebanyak 35 orang santriwati yang terdaftar, semuanya difasilitasi.
"Kasus kriminalnya ditangani oleh Polda Jabar, psikologi anak oleh Dinas DP3A, dan Kemenag membina dan menangani kelembagaan serta kelanjutan pendidikan anak-anak tersebut," imbuh Tedi.
Tedi menambahkan, Kemenag memfasilitasi seluruh proses administrasi hingga para santriwati dipastikan mendapatkan sekolah baru. Baik itu kembali ke pondok pesantren ataupun memilih pindah ke sekolah formal.
Kemenag tengah berkoordinasi dengan polisi untuk bisa mengakses ke bangunan sekolah yang sudah disegel. Yakni untuk mengambil sejumlah kelengkapan administrasi peserta didik.
"Dari aduan orang tua, masih ada 16 anak yang belum punya ijazah setara paket B dan C. Padahal telah lulus sejak 2019 dan 2020 tapi belum diberikan. Kita terus berkoordinasi dengan kepolisian karena bangunannya sudah diamankan," ungkapnya.
Bandung: Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bandung mencabut izin segala bentuk kegiatan di Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) yang merupakan tempat terdakwa HW mengajar. Ini buntut kasus
pemerkosaan 12 santriwati oleh oknum ustaz tersebut.
Kepala Kemenag Kota Bandung, Tedi Ahmad Junaedi menuturkan, sejak kasus ini terkuak Juni lalu, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kemenag Jawa Barat untuk meninjau ulang izin operasional lembaga pendidikan tempat pelaku mengajar. Saat ini, lanjutnya, Kemenag RI telah mencabut izin pondok pesantren tersebut.
"Kalau lembaganya kita telah memastikan proses pencabutan izinnya. Karena yang berwenang mencabut izin yaitu Kemenag RI," kata Tedi di Bandung, Kamis, 9 Desember 2021.
Tedi menuturkan, Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) yang diselenggarakan oleh yayasan pondok pesantren tersebut hanya mendapatkan izin untuk wilayah Antapani, Kota Bandung. Sedangkan pesantren yang berlokasi di Cibiru berdiri tanpa izin Kemenag.
"Ketika lokasinya berbeda harus ada izin terpisah, yaitu izin cabang. Pelaku belum urus izin cabang di Cibiru, yang katanya boarding school. Sebelumnya kita tidak mengetahui pendirian cabang di Cibiru," ujarnya.
Baca: Ustaz Perkosa Santri, Wali Kota Bandung Minta Hakim Bisa Memberikan Keadilan
Selain mengajukan pembekuan lembaga, Kemenag juga menangani keberlanjutan proses pendidikan para santriwati yang terdata di lembaga tersebut. Tujuannya agar bisa segera memindahkan ke lembaga pendidikan lain.
Seluruh santriwati di lembaga pendidikan tersebut akan dipindahkan. Total sebanyak 35 orang santriwati yang terdaftar, semuanya difasilitasi.
"Kasus kriminalnya ditangani oleh Polda Jabar, psikologi anak oleh Dinas DP3A, dan Kemenag membina dan menangani kelembagaan serta kelanjutan pendidikan anak-anak tersebut," imbuh Tedi.
Tedi menambahkan, Kemenag memfasilitasi seluruh proses administrasi hingga para santriwati dipastikan mendapatkan sekolah baru. Baik itu kembali ke pondok pesantren ataupun memilih pindah ke sekolah formal.
Kemenag tengah berkoordinasi dengan polisi untuk bisa mengakses ke bangunan sekolah yang sudah disegel. Yakni untuk mengambil sejumlah kelengkapan administrasi peserta didik.
"Dari aduan orang tua, masih ada 16 anak yang belum punya ijazah setara paket B dan C. Padahal telah lulus sejak 2019 dan 2020 tapi belum diberikan. Kita terus berkoordinasi dengan kepolisian karena bangunannya sudah diamankan," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)