Kupang: Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Linus Lusi mengatakan ada 86 bahasa daerah yang digunakan di 22 kabupaten dan kota di wilayah NTT.
Linus mengatakan di antara 86 bahasa daerah yang digunakan di wilayah NTT ada 11 bahasa daerah yang terancam punah karena sudah jarang digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Bahasa daerah yang terancam punah, menurut dia, mencakup bahasa-bahasa daerah yang digunakan di wilayah Kabupaten Alor.
Mantan Kepala Badan Perbatasan NTT itu mengatakan, bahasa daerah yang terancam punah antara lain Bahasa Alurung, Bahasa Adang, Bahasa Klon, Bahasa Panea, Bahasa Kui, Bahasa Pupunawala, Bahasa Bulman, Bahasa Wesing, Bahasa Sawila, Bahasa Lona, dan Bahasa Bunawala.
Menurut dia, hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan bahasa daerah yang hampir punah jumlah penuturnya sedikit.
"Penurunan jumlah penutur suatu bahasa daerah antara lain terjadi karena perkawinan antarsuku dan banyaknya pendatang di suatu daerah," kata Linus di Kupang, Kamis, 6 Oktober 2022.
Linus mengatakan, pemerintah daerah melakukan berbagai penelitian dan kajian untuk mendukung upaya pelestarian bahasa daerah. Menurut dia, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT sudah mengkaji 43 bahasa daerah dan meneliti penggunaan 58 bahasa daerah yang lain di wilayah NTT.
Kupang: Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Linus Lusi mengatakan ada 86
bahasa daerah yang digunakan di 22 kabupaten dan kota di wilayah NTT.
Linus mengatakan di antara 86 bahasa daerah yang digunakan di
wilayah NTT ada 11 bahasa daerah yang terancam punah karena sudah jarang digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Bahasa daerah yang terancam punah, menurut dia, mencakup bahasa-bahasa daerah yang digunakan di wilayah Kabupaten Alor.
Mantan Kepala Badan Perbatasan NTT itu mengatakan, bahasa daerah yang
terancam punah antara lain Bahasa Alurung, Bahasa Adang, Bahasa Klon, Bahasa Panea, Bahasa Kui, Bahasa Pupunawala, Bahasa Bulman, Bahasa Wesing, Bahasa Sawila, Bahasa Lona, dan Bahasa Bunawala.
Menurut dia, hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan bahasa daerah yang hampir punah jumlah penuturnya sedikit.
"Penurunan jumlah penutur suatu bahasa daerah antara lain terjadi karena perkawinan antarsuku dan banyaknya pendatang di suatu daerah," kata Linus di Kupang, Kamis, 6 Oktober 2022.
Linus mengatakan, pemerintah daerah melakukan berbagai penelitian dan kajian untuk mendukung upaya pelestarian bahasa daerah. Menurut dia, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT sudah mengkaji 43 bahasa daerah dan meneliti penggunaan 58 bahasa daerah yang lain di wilayah NTT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)