Jakarta: Ekonom Muhammadiyah Mukhaer Pakkanna menyebut terjadi entropi ekonomi di era kepemimpinan Presiden Jokowi. Salah satu cirinya yaitu ekonomi biaya tinggi dan korupsi.
Mukhaer mengatakan, dalam entropi ekonomi ada ketidakteraturan sistem yang membuat birokrasi tak efisien dan tak efektif, sehingga membuat 'mesin' ekonomi berjalan semakin tidak teratur.
"Kondisi itu membuat ekonomi tidak produktif. Saya sering mengandaikan, bila sebuah mesin motor mengonsumsi 1 liter bensin bisa menempuh 1 kilometer, karena sistem tidak teratur maka dengan 1 liter bensin bisa sampai 6 kilometer," papar Mukhaer dalam sebuah podcast Narada Syndicate yang dipandu oleh aktivis Kusfiardi.
Mukhaer melanjutkan, analogi tersebut bila dimasukkan dalam konteks ekonomi politik, bermakna ada yang rusak di dalam sistem.
Kerusakan itu, sambung Rektor Institut Teknologi Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) tersebut, tampak dalam Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau rasio antara output dengan input. Salah satu yang tampak yaitu input banyak yang masuk, namun output sedikit.
"ICOR Indonesia itu 7,5, sedangkan negara-negara Asia Tenggara ICOR nya rata-rata 3,5," papar Mukhaer.
Artinya, sambungnya, semakin tinggi ICOR semakin tidak efisien pula perekonomian. Karena tingginya biaya yang dikeluarkan, hanya membuahkan hasil yang rendah.
"Kenaikan ICOR kini terjadi terutama di periode kedua pemerintahan Jokowi. Yang artinya, ekonomi semakin tidak efisien di periode kedua ini," ungkap Mukhaer.
Jakarta: Ekonom Muhammadiyah Mukhaer Pakkanna menyebut terjadi entropi ekonomi di era kepemimpinan Presiden Jokowi. Salah satu cirinya yaitu
ekonomi biaya tinggi dan korupsi.
Mukhaer mengatakan, dalam entropi ekonomi ada ketidakteraturan sistem yang membuat birokrasi tak efisien dan tak efektif, sehingga membuat 'mesin' ekonomi berjalan semakin tidak teratur.
"Kondisi itu membuat ekonomi tidak produktif. Saya sering mengandaikan, bila sebuah mesin motor mengonsumsi 1 liter bensin bisa menempuh 1 kilometer, karena sistem tidak teratur maka dengan 1 liter bensin bisa sampai 6 kilometer," papar Mukhaer dalam sebuah podcast Narada Syndicate yang dipandu oleh aktivis Kusfiardi.
Mukhaer melanjutkan, analogi tersebut bila dimasukkan dalam konteks ekonomi politik, bermakna ada yang rusak di dalam sistem.
Kerusakan itu, sambung Rektor Institut Teknologi Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) tersebut, tampak dalam Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau rasio antara output dengan input. Salah satu yang tampak yaitu input banyak yang masuk, namun output sedikit.
"ICOR Indonesia itu 7,5, sedangkan negara-negara Asia Tenggara ICOR nya rata-rata 3,5," papar Mukhaer.
Artinya, sambungnya, semakin tinggi ICOR semakin tidak efisien pula perekonomian. Karena tingginya biaya yang dikeluarkan, hanya membuahkan hasil yang rendah.
"Kenaikan ICOR kini terjadi terutama di periode kedua pemerintahan Jokowi. Yang artinya, ekonomi semakin tidak efisien di periode kedua ini," ungkap Mukhaer.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)