Korban kerusuhan di Wamena, Papua, mendarat di Malang. Foto: Medcom.id/Daviq
Korban kerusuhan di Wamena, Papua, mendarat di Malang. Foto: Medcom.id/Daviq

Kesaksian Pengojek Menyelamatkan Diri dari Kerusuhan Wamena

Daviq Umar Al Faruq • 02 Oktober 2019 17:45
Malang: Saiful, 40, warga Lumajang, Jawa Timur, menjadi saksi mata kerusuhan di Wamena, Jayawijaya, Papua, pada Senin, 23 September 2019. Hari ini, Rabu 2 Oktober 2019, Saiful tiba di Malang, Jawa Timur, menggunakan pesawat Hercules milik TNI AU pukul 14.50 WIB.
 
"Dari Jayapura kami ke Makassar dulu pukul 12.00 WIT dan berangkat ke Malang pukul 13.00 WITA," katanya kepada Medcom.id setelah turun dari pesawat.
 
Saiful menceritakan upayanya bersama para pengungsi saat menyelamatkan diri dari kerusuhan di Wamena. Saat kerusuhan terjadi, pria yang bekerja sebagai tukang ojek ini sedang membawa penumpang menuju sekolah Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS).

Saat dalam perjalanan mengantar penumpang, Saiful menyaksikan sejumlah siswa SMA PGRI Wamena berkumpul dengan masyarakat, sekitar pukul 07.00 WIT. Massa ini, diakui Saiful, mendatangi sekolah-sekolah dan mengajak pelajar untuk berdemonstrasi.
 
"Setelah ke sekolah, massa kemudian ke kantor Bupati Jayawijaya. Di sana massa membakar kantor itu. Lalu banyak polisi, TNI dan brimob semua ke situ," kisah Saiful.
 
Melihat kondisi yang tak kondusif, Saiful bergegas menuju ke indekos setelah mengantar penumpang. Selama tiga hari, dia bersama kurang lebih 100 orang lainnya bersembunyi di dalam indekos, tak jauh dari kantor Bupati Jayawijaya.
 
"Saya turunin penumpang, dibayar Rp 20 ribu lalu saya melarikan diri ke kos. Tiga hari enggak keluar sama sekali. Beruntung makan ada yang nanggung. Saya takut. Lebih baik di kos lebih aman," beber bapak anak satu ini.
 
Tiga hari kemudian, Saiful mengungsi ke penampungan di Bandara Wamena. Dia bersama ribuan warga lainnya mengantre untuk diterbangkan meninggalkan Kabupaten Jayawijaya.
 
Saiful merantau ke Papua sejak 2018. Dia datang ke Papua karena ajakan temannya. Selama satu tahun di Bumi Cenderawasih, Saiful tak pernah merasakan kengerian. Namun, kini dia trauma untuk kembali ke tanah Papua. 
 
"Saya trauma. Dulu damai, enggak pernah ada kerusuhan seperti ini. Sekarang saya takut banyak pembunuhan di mana-mana. Lebih baik saya pulang saja," ungkapnya.
 
Kerusuhan di Wamena, pecah pada Senin, 23 September 2019. Kericuhan diduga bermula hoaks yang beredar di masyarakat. 
 
Massa menyerang dan membakar perkantoran juga bangunan milik warga. Akibat peristiwa itu, 33 orang meninggal dan 79 lainnya luka-luka. 
 
Sekitar 150 rumah dan toko terbakar. Kantor Bupati Jayawijaya dan sejumlah gedung pemerintah juga ikut dibakar. Lebih dari seratus kendaraan ikut dibakar.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan