Tulungagung: Aparat Kepolisian Resort Tulungagung, Jawa Timur, menemukan sebuah kompleks penangkaran sederhana yang digunakan untuk menangkar sejumlah satwa liar dilindungi tanpa mengantongi izin resmi penangkaran hewan dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam).
"Kasus ini merupakan tindak lanjut dari aduan masyarakat, bahwa ada salah satu warga di wilayah Ngunut yang memelihara satwa dilindungi," kata Kasat Reskrim, AKP Muhammad Nur, usai pemeriksaan lapangan di lokasi penangkaran ilegal di Tulungagung, Rabu, 22 November 2023.
Dari laporan tersebut, Satreskrim Polres Tulungagung langsung bergerak untuk mendatangi TKP. Benar saja, sesampainya di rumah HN, petugas menemukan tiga hewan dilindungi dipelihara tanpa izin resmi.
"Ada buaya muara, buaya irian, dan landak jawa," ucap dia.
Hewan liar yang dilindungi undang-undang ini dari jenis buaya muara (crocodylus porosus), buaya irian (crocodylus novaeguineae), dan Landak Jawa (histryx javanica).
Dari pemeriksaan awal, HN mengaku membeli satwa-satwa tersebut melalui media sosial Facebook pecinta reptil pada 2016. Pembelian dilakukan secara COD (cash on delivery) dengan seseorang dari wilayah Blitar.
"Buaya dibeli dengan harga Rp250 ribu per ekor dan Landak Rp150 ribu per ekor," jelas ikar
Saat dibeli satwa-satwa tersebut masih kecil. Buaya muara dan buaya irian masih berusia 3 bulan dan berat sekitar 0,25 kilogram dengan panjang 40 cm. Sedang Landak Jawa masih seberat 0,5 kilogram dan sepanjang 10 cm.
Kini panjang buaya Muara sudah mencapai satu meter dengan berat 25 kilogram, buaya irian panjang dua meter dengan berat 50 kilogram, dan landak Jawa berat 10 kilogram dengan panjang 50 cm.
Nur menjelaskan, tersangka memelihara satwa dilindungi tersebut karena hobi. Disisi lain, tersangka juga tidak tahu bahwa hewan yang dipeliharanya adalah hewan dilindungi.
“Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan UU tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Kehutanan. Tersangka diancam hukuman lima tahun penjara,” jelasnya.
Meski demikian pihaknya tak melakukan penahanan terhadap HN. Sebab HN kooperatif dan menyerahkan satwa-satwa tersebut secara sukarela.
Tulungagung: Aparat Kepolisian Resort Tulungagung, Jawa Timur, menemukan sebuah kompleks penangkaran sederhana yang digunakan untuk menangkar sejumlah satwa liar dilindungi tanpa mengantongi izin resmi penangkaran hewan dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam).
"Kasus ini merupakan tindak lanjut dari aduan masyarakat, bahwa ada salah satu warga di wilayah Ngunut yang memelihara satwa dilindungi," kata Kasat Reskrim, AKP Muhammad Nur, usai pemeriksaan lapangan di lokasi penangkaran ilegal di Tulungagung, Rabu, 22 November 2023.
Dari laporan tersebut, Satreskrim Polres Tulungagung langsung bergerak untuk mendatangi TKP. Benar saja, sesampainya di rumah HN, petugas menemukan tiga hewan dilindungi dipelihara tanpa izin resmi.
"Ada buaya muara, buaya irian, dan landak jawa," ucap dia.
Hewan liar yang dilindungi undang-undang ini dari jenis buaya muara (crocodylus porosus), buaya irian (crocodylus novaeguineae), dan Landak Jawa (histryx javanica).
Dari pemeriksaan awal, HN mengaku membeli satwa-satwa tersebut melalui media sosial Facebook pecinta reptil pada 2016. Pembelian dilakukan secara COD (cash on delivery) dengan seseorang dari wilayah Blitar.
"Buaya dibeli dengan harga Rp250 ribu per ekor dan Landak Rp150 ribu per ekor," jelas ikar
Saat dibeli satwa-satwa tersebut masih kecil. Buaya muara dan buaya irian masih berusia 3 bulan dan berat sekitar 0,25 kilogram dengan panjang 40 cm. Sedang Landak Jawa masih seberat 0,5 kilogram dan sepanjang 10 cm.
Kini panjang buaya Muara sudah mencapai satu meter dengan berat 25 kilogram, buaya irian panjang dua meter dengan berat 50 kilogram, dan landak Jawa berat 10 kilogram dengan panjang 50 cm.
Nur menjelaskan, tersangka memelihara satwa dilindungi tersebut karena hobi. Disisi lain, tersangka juga tidak tahu bahwa hewan yang dipeliharanya adalah hewan dilindungi.
“Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan UU tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Kehutanan. Tersangka diancam hukuman lima tahun penjara,” jelasnya.
Meski demikian pihaknya tak melakukan penahanan terhadap HN. Sebab HN kooperatif dan menyerahkan satwa-satwa tersebut secara sukarela.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)