Surabaya: Dua kontraktor pelaksana proyek renovasi SDN 1 Gentong, Kota Pasuruan, Jawa Timur, disebut hanya lulusan sekolah menengah. Direktur Kriminal Umum Polda Jatim Kombes Gidion Arif Setyawan mengatakan keduanya tak memiliki latar belakang pendidikan teknik, terutama soal konstruksi.
"Kedua tersangka dari kontraktor itu hanya lulusan SMP dan SMA, bukan berlatar belakang orang teknik," ujarnya, di Mapolda Jatim, Senin, 11 November 2019.
Gidion menyebut kontraktor D yakni Direktur CV Andalus hanya tamatan SMA. Sedangkan tersangka S yang merupakan pimpinan CV DHL Putra hanya menyelesaikan pendidikan sampai jenjang SMP.
"Jadi, I yang bersangkutan memang bukan teknik, memang tidak memiliki kecakapan khusus (bidang kontruksi bangunan)," kata Gidion.
Uji laboratorium forensi, lanjut dia, menemukan bahan material yang digunakan untuk merenovasi sekolah tak sesuai spesifikasi. Menurut Gidion, kontraktor menyadari bangunan sekolah yang baru tak akan bertahan lama.
Hal itu pun diaminkan oleh tersangka D. Dia mengakui bangunan memang tak sesuai konstruksi. Namun kemungkinan bangunan ambruk tak pernah terlintas di benaknya.
"Saya enggak ada kepikiran ke sana (akan ambruk). Soalnya ada juga pekerjaan lain sebelum ini," ungkap D.
Akibat perbuatannya, D dan S mendekam di sel Mapolda Jatim. Keduanya disangkakan melakukan pidana Pasal 359 dan 260 KUHP karena kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang, dan korban luka dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Surabaya: Dua kontraktor pelaksana proyek renovasi SDN 1 Gentong, Kota Pasuruan, Jawa Timur, disebut hanya lulusan sekolah menengah. Direktur Kriminal Umum Polda Jatim Kombes Gidion Arif Setyawan mengatakan keduanya tak memiliki latar belakang pendidikan teknik, terutama soal konstruksi.
"Kedua tersangka dari kontraktor itu hanya lulusan SMP dan SMA, bukan berlatar belakang orang teknik," ujarnya, di Mapolda Jatim, Senin, 11 November 2019.
Gidion menyebut kontraktor D yakni Direktur CV Andalus hanya tamatan SMA. Sedangkan tersangka S yang merupakan pimpinan CV DHL Putra hanya menyelesaikan pendidikan sampai jenjang SMP.
"Jadi, I yang bersangkutan memang bukan teknik, memang tidak memiliki kecakapan khusus (bidang kontruksi bangunan)," kata Gidion.
Uji laboratorium forensi, lanjut dia, menemukan bahan material yang digunakan untuk merenovasi sekolah tak sesuai spesifikasi. Menurut Gidion, kontraktor menyadari bangunan sekolah yang baru tak akan bertahan lama.
Hal itu pun diaminkan oleh tersangka D. Dia mengakui bangunan memang tak sesuai konstruksi. Namun kemungkinan bangunan ambruk tak pernah terlintas di benaknya.
"Saya enggak ada kepikiran ke sana (akan ambruk). Soalnya ada juga pekerjaan lain sebelum ini," ungkap D.
Akibat perbuatannya, D dan S mendekam di sel Mapolda Jatim. Keduanya disangkakan melakukan pidana Pasal 359 dan 260 KUHP karena kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang, dan korban luka dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)