Jakarta: Penanganan gizi buruk dan campak di Kabupaten Asmat, Papua dijadikan evaluasi dan percontohan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) maupun lembaga terkait harus siap menangani daerah-daerah lain yang berpotensi mengalami kasus serupa.
Integrasi program di Asmat kini menjadi piloting dan harus direplikasi untuk kasus serupa pada daerah bermasalah dan berpotensi bermasalah. Hal tersebut sesuai dengan arahan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Selama ini, belum terintegrasinya program antarkementerian dan lembaga membuat penanganan berbagai masalah sosial dasar masyarakat, termasuk kesehatan berjalan tak optimal. Sementara itu, peran pemerintah daerah sebagai ujung tombak pemberdayaan masyarakat dianggap masih lemah.
Alhasil, masih banyak daerah-daerah kategori rawan bermasalah kesehatan. Kemenkes mendorong pemerintah daerah untuk segera menyadari hal tersebut sebagai masalah yang harus ditangani.
"Pemberdayaan di daerah itu harusnya dioptimalkan. Jangan melulu meminta kepedulian pusat," kata Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Achmad Yurianto melalui keterangan tertulis, Sabtu, 24 Maret 2018.
(Baca juga: Status KLB Campak di Asmat Dicabut)
Saat ini Kemenkes tengah fokus untuk melakukan pemulihan setelah pencabutan Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk dan campak di Asmat pada pertengahan Januari lalu. Tahap pemulihan ini ditargetkan selesai hingga akhir 2018.
"Sekarang kita sedang fokus untuk melakukan sweeping ulang, tidak hanya balita, tetapi juga orang dewasa dan ibu hamil. Sweeping karena khawatir ada warga yang terlewat pada ORI (Outbreak Response Immunization) saat tanggap darurat. Akan tetapi, kali ini tidak hanya campak, tetapi imunisasi lengkap," paparnya.
Sekjen Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Anwar Sanusi mengatakan, koordinasi antarkementerian dan lembaga menjadi kunci dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial dasar masyarakat. Karenanya, peningkatan kualitas koordinasi dan sinergisitas tersebut harus terus ditingkatkan.
"Pada kasus Asmat kemarin menjadi pelajaran berharga dalam menangani persoalan dari lintas kementerian," kata Sanusi.
Penguatan koordinasi kementerian yang selama ini telah berjalan sejatinya dapat menghasilkan kesamaan data dan informasi. Sehingga, pemerintah dapat melakukan deteksi dini atas segala permasalahan yang mungkin terjadi.
Koordinasi yang dilakukan dilakukan bukan sekadar mencari solusi, melainkan menciptakan program demi kesejahteraan masyarakat. "Sekarang sudah mulai muncul koordinasi yang lebih fokus mengatasi pada masalah-masalah tertentu," ujarnya.
Jakarta: Penanganan gizi buruk dan campak di Kabupaten Asmat, Papua dijadikan evaluasi dan percontohan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) maupun lembaga terkait harus siap menangani daerah-daerah lain yang berpotensi mengalami kasus serupa.
Integrasi program di Asmat kini menjadi
piloting dan harus direplikasi untuk kasus serupa pada daerah bermasalah dan berpotensi bermasalah. Hal tersebut sesuai dengan arahan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Selama ini, belum terintegrasinya program antarkementerian dan lembaga membuat penanganan berbagai masalah sosial dasar masyarakat, termasuk kesehatan berjalan tak optimal. Sementara itu, peran pemerintah daerah sebagai ujung tombak pemberdayaan masyarakat dianggap masih lemah.
Alhasil, masih banyak daerah-daerah kategori rawan bermasalah kesehatan. Kemenkes mendorong pemerintah daerah untuk segera menyadari hal tersebut sebagai masalah yang harus ditangani.
"Pemberdayaan di daerah itu harusnya dioptimalkan. Jangan melulu meminta kepedulian pusat," kata Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Achmad Yurianto melalui keterangan tertulis, Sabtu, 24 Maret 2018.
(Baca juga:
Status KLB Campak di Asmat Dicabut)
Saat ini Kemenkes tengah fokus untuk melakukan pemulihan setelah pencabutan Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk dan campak di Asmat pada pertengahan Januari lalu. Tahap pemulihan ini ditargetkan selesai hingga akhir 2018.
"Sekarang kita sedang fokus untuk melakukan
sweeping ulang, tidak hanya balita, tetapi juga orang dewasa dan ibu hamil.
Sweeping karena khawatir ada warga yang terlewat pada ORI (
Outbreak Response Immunization) saat tanggap darurat. Akan tetapi, kali ini tidak hanya campak, tetapi imunisasi lengkap," paparnya.
Sekjen Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Anwar Sanusi mengatakan, koordinasi antarkementerian dan lembaga menjadi kunci dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial dasar masyarakat. Karenanya, peningkatan kualitas koordinasi dan sinergisitas tersebut harus terus ditingkatkan.
"Pada kasus Asmat kemarin menjadi pelajaran berharga dalam menangani persoalan dari lintas kementerian," kata Sanusi.
Penguatan koordinasi kementerian yang selama ini telah berjalan sejatinya dapat menghasilkan kesamaan data dan informasi. Sehingga, pemerintah dapat melakukan deteksi dini atas segala permasalahan yang mungkin terjadi.
Koordinasi yang dilakukan dilakukan bukan sekadar mencari solusi, melainkan menciptakan program demi kesejahteraan masyarakat. "Sekarang sudah mulai muncul koordinasi yang lebih fokus mengatasi pada masalah-masalah tertentu," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(HUS)