Ilustrasi Medcom.id
Ilustrasi Medcom.id

Tertinggi se-Indonesia, Kasus TBC di Jabar Terus Meningkat

Media Indonesia • 10 November 2022 11:38
Bandung: Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit menular yang perlu di waspadai di Jawa Barat. Kepala Dinas Kesehatan Jabar, Nina Susana Dewi mengatakan rendahnya kesadaran masyarakat mengakibatkan jumlah penderita TBC terus bertambah bahkan tak kunjung sembuh.
 
Kondisi ini ini sudah disampaikan saat menggelar pertemuan lintas sektor tingkat kabupaten/kota untuk menekan penyebaran TBC dan mencegah penambahan stunting di Kota Bandung.
 
"Saat ini Indonesia merupakan negara terbanyak kedua dalam jumlah penderita TBC. Dan Provinsi Jabar sendiri menjadi penyumbang terbesar dengan prediksi terdapat 128 ribu warga yang mengidap penyakit tersebut, yang ditemukan baru 103 ribu," jelasnya di Bandung Kamis, 10 November 2022.
 
Baca: Tim Percepatan Antisipasi Pencegahan TBC di Surabaya

Menurut Dewi, tingginya pengidap TBC diakibatkan berbagai hal, satu di antaranya karena pengobatannya yang lama setidaknya mencapai enam bulan. Akibatnya, tidak sedikit pasien yang menghentikan pengobatan meski baru berjalan beberapa bulan bahkan pekan saja. Selain itu ada juga pasien yang merasa sudah sembuh meski beru berobat satu hingga dua bulan.

"Penyebab lainnya, banyaknya orang yang masih merasa malu ketika ada keluarganya yang terkena TBC. Sehingga masih banyak masyarakat yang punya kontak erat dengan pengidap TBC namun tidak melakukan pengobatan. Padahal, penularan penyakit tersebut relatif mudah karena bisa melalui udara," jelasnya.
 
Padahal kata Dewi, harusnya yang kontak erat menjalani terapi pencegahan TBC (TPT), diberi obat juga. Tapi banyak yang kontak erat tidak mau periksa, sehingga tidak menjalani TPT, ujungnya terkena dan menularkan. Selain itu, penyebaran TBC pun diperburuk oleh tidak terdeteksinya penyakit tersebut saat pengobatan.
 
"Banyak warga yang merasa terkena flu dan batuk biasa sehingga hanya menjalani pengobatan biasa. Mungkin dianggap flu biasa, batuk biasa, padahal sudah sering, sudah lama. Karena informasinya tidak benar, sehingga (saat berobat) tidak diperiksa dahak, tidak dirontgen," ungkapnya.
 
Di samping itu, menurut Nina, masih tingginya penyebaran TBC terjadi karena minimnya pendataan terutama dari fasilitas pelayanan kesehatan swasta. Banyak klinik maupun rumah sakit swasta yang tidak melaporkan jika sedang mengobati pasien TBC. Kepatuhan untuk melapor juga kecil, ini menambah beban untuk menurunkan TBC.
 
Ketua Tim Pencegahan, Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular Dinas Kesehatan Jabar, Yudi Koharudin, menjelaskan terdapat tiga indikator jika ingin menurunan bahkan menghilangkan penularan TBC.
 
Pertama, penemuan kasus harus mencapai target sehingga tidak ada lagi masyarakat yang tidak mengetahui jika mengidap TBC. Kedua, pengobatan harus dilakukan sampai tuntas sedikitnya selama enam bulan.
 
"Indikator ketiga yaitu pemberian terapi pencegahan. Diberikan ke orang-orang yang punya kontak erat dengan pengidap TBC. Sama dengan penderita TBC, orang-orang yang punya riwayat kontak erat pun harus diobati dengan baik. Ada yang obatnya diberikan selama tiga bulan, setiap minggu dan sda yang diberikan tiap hari," terangnya.
 
Lebih lanjut, Yudi mengatakan, pihaknya menargetkan penemuan kasus pada 2022 ini mencapai 90 persen dan kini sudah menvcapai 92 persen. Namun, dia mengakui tingkat kesembuhan pengobatan TBC di Jabar baru mencapai 73 persen.
 
Yang jadi masalah, target TPT masih sangat kecil. Masyarakat belum sadar pentingnya pengobatan (pencegahan) saat sudah kontak erat dengan pasien TBC. Tidak hanya keluarganya, petugas yang mengecek pasien pun harus dicek yang diobati.
 
Kepala Labkesda Jabar, Ema Rahmawati, mengatakan, pihaknya siap melakukan pemeriksaan terhadap sampel TBC. Bahkan, Labkesda Jabar menjadi rujukan nasional pemeriksaan mikroskopis TBC. 
 
"Sampai saat ini petugas kami selalu hadir untuk membina provinsi lain, dalam setahun kami memeriksa 300-400 ribu sampel TBC rutin dari Jabar dan provinsi lain," tambahnya. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan