Aceh: Bullying atau perundungan di sekolah merupakan isu yang kian memprihatinkan. Perilaku ini tak hanya menyakiti secara fisik, tetapi juga meninggalkan trauma emosional yang mendalam bagi korbannya.
Guru Ilmu Sosial SD Sukma Bangsa Pidie, Eka Syafitri, menyatakan upaya pencegahan dan pengelolaan bullying menjadi fokus utama di sekolahnya.
"Sekolah Sukma Bangsa Pidie berkomitmen menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan menghormati perbedaan," kata Eka di Pidie, Kamis, 18 Juli 2024.
Selaras dengan visi Sekolah Sukma Bangsa Pidie yang berbunyi, menciptakan lingkungan pendidikan yang positif dan berkelanjutan bagi warga belajar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang memiliki kemampuan akademis, cerdas, dan berakhlak mulia.
"Sekolah ini memiliki budaya 4 No, yaitu No Bullying, No Cheating, No Smoking, dan No Littering. Sekolah sangat konsisten untuk mencegah dan mengupayakan dengan maksimal pengelolaan bullying yang terjadi di sekolah," jelasnya.
Bullying dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti fisik, verbal, emosional, dan cyberbullying. Dampaknya pun tak main-main, mulai dari terganggu berkonsentrasi, penurunan prestasi akademik, gangguan jiwa, masalah kesehatan fisik, hingga perasaan cemas, takut, kehilangan kepercayaan diri, stres, dan depresi.
Oleh karena itu diperlukan solusi sebagai cara mengatasi bullying di sekolah, antara lain, membuat layanan aduan kekerasan di sekolah, berkomunikasi aktif dengan siswa, orang tua siswa dan guru, membuat kesepakatan anti perundungan, dan memberi bantuan kepada siswa yang menjadi korban.
"Selain itu sekolah harus memiliki tata tertib yang berkaitan dengan pencegahan dan pengelolaan bullying seperti mengatur secara eksplisit bullying, sanksi yang tegas terhadap pelaku bullying, perlindungan terhadap korban dan saksi dan mekanisme pelaporan yang jelas," ungkap Eka.
Siswa juga dapat berperan dalam pencegahan bullying dengan saling mendukung, memahami dan menerima perbedaan, melindungi teman yang menjadi korban, dan mengembangkan budaya pertemanan yang positif.
"Di sekolah Sukma Bangsa Pidie terdapat siswa yang dikategorikan siswa istimewa, seperti autis dan disabilitas. Dengan keberadaan siswa yang istimewa tersebut mengajarkan kepada warga di sekolah ini untuk meningkatkan pelayanan dan membangun empati, solidaritas, dan kolaborasi dengan semua pihak termasuk orang tua," tuturnya.
Begitu pula dengan siswa yang istimewa dan orang tua mereka sangat mengapresiasi pihak sekolah karena memberikan kesempatan untuk belajar di Sekolah Sukma Bangsa Pidie, terbukti dengan tersedianya fasilitas untuk siswa penyandang disabilitas dan kenyamanan lingkungan sosial yang mereka dapatkan dari semua warga sekolah.
"Bukti lain adalah siswa istimewa tersebut saat ini berada di kelas 6 SD dan 9 SMP dan mereka melanjutkan ke jenjang SMP dan SMA di sekolah Sukma Bangsa Pidie," ungkapnya.
Sementara itu, pengelolaan bullying di sekolah juga tidak terlepas dari adanya kerja sama lintas lini yaitu kerja sama dengan orang tua, masyarakat dan pihak terkait, psikologi klinis, dan pendampingan dari dinas/lembaga pemerintahan daerah.
Anti perundungan di sekolah merupakan komitmen untuk menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, menghormati perbedaan, dan mendukung korban perundungan. Dampak bullying di sekolah sangat merugikan anak, seperti terganggunya konsentrasi, penurunan prestasi akademik, gangguan jiwa, masalah kesehatan fisik, kecemasan, depresi, dan hilangnya kepercayaan diri.
"Kita sebagai guru dan semua pihak yang berada di lingkungan pendidikan harus fokus dalam pencegahan dan pengelolaan bullying anak di sekolah," jelasnya.
Eka menjelaskan, saat ada siswa melaporkan tentang bentuk bullying sebagai guru harus memberikan kesediaan dan kesiapan untuk mendengarkan dan menyelesaikan bukan dibiarkan begitu saja bahkan diintimidasi.
"Maka kembalilah kepada visi dan misi guru secara utuh, guru sebagai pendidik, sebagai teman, dan orang tua di sekolah, berikan hak siswa dengan sepenuhnya," ujar Eka.
Aceh:
Bullying atau perundungan di sekolah merupakan isu yang kian memprihatinkan. Perilaku ini tak hanya menyakiti secara fisik, tetapi juga meninggalkan trauma emosional yang mendalam bagi korbannya.
Guru Ilmu Sosial SD Sukma Bangsa Pidie, Eka Syafitri, menyatakan upaya pencegahan dan pengelolaan bullying menjadi fokus utama di sekolahnya.
"Sekolah Sukma Bangsa Pidie berkomitmen menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan menghormati perbedaan," kata Eka di Pidie, Kamis, 18 Juli 2024.
Selaras dengan visi Sekolah Sukma Bangsa Pidie yang berbunyi, menciptakan lingkungan pendidikan yang positif dan berkelanjutan bagi warga belajar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang memiliki kemampuan akademis, cerdas, dan berakhlak mulia.
"Sekolah ini memiliki budaya 4 No, yaitu No Bullying, No Cheating, No Smoking, dan No Littering. Sekolah sangat konsisten untuk mencegah dan mengupayakan dengan maksimal pengelolaan bullying yang terjadi di sekolah," jelasnya.
Bullying dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti fisik, verbal, emosional, dan cyberbullying. Dampaknya pun tak main-main, mulai dari terganggu berkonsentrasi, penurunan prestasi akademik, gangguan jiwa, masalah kesehatan fisik, hingga perasaan cemas, takut, kehilangan kepercayaan diri, stres, dan depresi.
Oleh karena itu diperlukan solusi sebagai cara mengatasi bullying di sekolah, antara lain, membuat layanan aduan kekerasan di sekolah, berkomunikasi aktif dengan siswa, orang tua siswa dan guru, membuat kesepakatan anti perundungan, dan memberi bantuan kepada siswa yang menjadi korban.
"Selain itu sekolah harus memiliki tata tertib yang berkaitan dengan pencegahan dan pengelolaan bullying seperti mengatur secara eksplisit bullying, sanksi yang tegas terhadap pelaku bullying, perlindungan terhadap korban dan saksi dan mekanisme pelaporan yang jelas," ungkap Eka.
Siswa juga dapat berperan dalam pencegahan bullying dengan saling mendukung, memahami dan menerima perbedaan, melindungi teman yang menjadi korban, dan mengembangkan budaya pertemanan yang positif.
"Di sekolah Sukma Bangsa Pidie terdapat siswa yang dikategorikan siswa istimewa, seperti autis dan disabilitas. Dengan keberadaan siswa yang istimewa tersebut mengajarkan kepada warga di sekolah ini untuk meningkatkan pelayanan dan membangun empati, solidaritas, dan kolaborasi dengan semua pihak termasuk orang tua," tuturnya.
Begitu pula dengan siswa yang istimewa dan orang tua mereka sangat mengapresiasi pihak sekolah karena memberikan kesempatan untuk belajar di Sekolah Sukma Bangsa Pidie, terbukti dengan tersedianya fasilitas untuk siswa penyandang disabilitas dan kenyamanan lingkungan sosial yang mereka dapatkan dari semua warga sekolah.
"Bukti lain adalah siswa istimewa tersebut saat ini berada di kelas 6 SD dan 9 SMP dan mereka melanjutkan ke jenjang SMP dan SMA di sekolah Sukma Bangsa Pidie," ungkapnya.
Sementara itu, pengelolaan bullying di sekolah juga tidak terlepas dari adanya kerja sama lintas lini yaitu kerja sama dengan orang tua, masyarakat dan pihak terkait, psikologi klinis, dan pendampingan dari dinas/lembaga pemerintahan daerah.
Anti perundungan di sekolah merupakan komitmen untuk menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, menghormati perbedaan, dan mendukung korban perundungan. Dampak bullying di sekolah sangat merugikan anak, seperti terganggunya konsentrasi, penurunan prestasi akademik, gangguan jiwa, masalah kesehatan fisik, kecemasan, depresi, dan hilangnya kepercayaan diri.
"Kita sebagai guru dan semua pihak yang berada di lingkungan pendidikan harus fokus dalam pencegahan dan pengelolaan bullying anak di sekolah," jelasnya.
Eka menjelaskan, saat ada siswa melaporkan tentang bentuk bullying sebagai guru harus memberikan kesediaan dan kesiapan untuk mendengarkan dan menyelesaikan bukan dibiarkan begitu saja bahkan diintimidasi.
"Maka kembalilah kepada visi dan misi guru secara utuh, guru sebagai pendidik, sebagai teman, dan orang tua di sekolah, berikan hak siswa dengan sepenuhnya," ujar Eka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)