Yogyakarta: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menetapkan Direktur PT Taru Martani, NAA, sebagai tersangka. NAA diduga melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Yogyakarta tersebut pada periode tahun 2022 hingga 2023.
"Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mendapatkan minimal 2 alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP," kata Kasi Penerangan Hukum, Herwatan, di Yogyakarta, Rabu, 29 Mei 2024.
Dia menjelaskan NAA diduga melakukan investasi melalui Perdagangan Berjangka Komoditi berupa kontrak berjangka emas (emas derivatif) dengan PT Midtou Aryacom Futures selaku perusahaan pialang. Tersangka NAA melakukan investasi tersebut tanpa melalui RUPS tahunan untuk mendapat persetujuan.
"Bahwa pembukaan rekening pada PT Midtou Aryacom Futures dapat dilakukan oleh perusahaan dengan syarat surat persetujuan dari pemegang saham dan Surat Kuasa Pejabat yang Dikuasakan untuk mewakili Perusahaan, namun tersangka NAA melakukan pembukaan rekening atas nama pribadi," jelas Herwatan.
Herwatan memaparkan investasi tersebut dilakukan pada Oktober 2022 hingga Maret 2023. NAA, lanjutnya, melakukan penempatan modal pada akun tersebut secara bertahap dengan total sebesar Rp18,7 miliar yang dananya bersumber dari dana idle cash PT Taru Martani.
Rincian pengeluaran dana itu terjadi 7 Oktober 2022 sebesar Rp10 miliar, 20 Oktober 2022 sebesar Rp5 miliar, Rp2 miliar pada 1 Desember 2022, Rp500 juta pada 14 Desember 2022, dan Rp1,2 miliar pada 24 Maret 2023.
"Bahwa berdasarkan summary report tanggal 5 Juni 2023 dinyatakan akun milik tersangka NAA mengalami kerugian," ungkapnya.
Ia mengatakan tindakan NAA tersebut melanggar Akta Pendirian PT Taru Martani Nomor 05, tertanggal 17 Desember 2012 pada pasal 17. Inti pasal itu yakni menyebutkan bahwa direksi menyampaikan rencana kerja yang memuat juga anggaran tahunan perseroan kepdal RUPS tahunan untuk mendapat persetujuan sebelum tahun buku dimulai. Selain itu, Pasal 4 Permendagri Nomor 118 tahun 2018 tentang Rencana Bisnis, Rencana Kerja dan Anggaran, Kerjasama, Pelaporan dan Evaluasi Badan Usaha Milik Daerah.
Ada juga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sesuai Pasal 63 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 64 ayat (1); Pasal 92 Ayat (1). Adapun nilai kerugian negara diperkirakan sebesar Rp18,7 miliar.
"Penyidik menyangkakan pasal Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18, dan Pasal 3 junto Pasal 18 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata dia.
Ia menambahkan tersangka NAA telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat. NAA kemudian dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung sejak hari ini tanggal 28 Mei hingga 16 Juni 2024 di Lapas Kelas IIA Yogyakarta.
Yogyakarta: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menetapkan Direktur PT Taru Martani, NAA, sebagai tersangka. NAA diduga melakukan tindak pidana
korupsi pengelolaan keuangan pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Yogyakarta tersebut pada periode tahun 2022 hingga 2023.
"Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mendapatkan minimal 2 alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP," kata Kasi Penerangan Hukum, Herwatan, di Yogyakarta, Rabu, 29 Mei 2024.
Dia menjelaskan NAA diduga melakukan investasi melalui Perdagangan Berjangka Komoditi berupa kontrak berjangka emas (emas derivatif) dengan PT Midtou Aryacom Futures selaku perusahaan pialang. Tersangka NAA melakukan investasi tersebut tanpa melalui RUPS tahunan untuk mendapat persetujuan.
"Bahwa pembukaan rekening pada PT Midtou Aryacom Futures dapat dilakukan oleh perusahaan dengan syarat surat persetujuan dari pemegang saham dan Surat Kuasa Pejabat yang Dikuasakan untuk mewakili Perusahaan, namun tersangka NAA melakukan pembukaan rekening atas nama pribadi," jelas Herwatan.
Herwatan memaparkan investasi tersebut dilakukan pada Oktober 2022 hingga Maret 2023. NAA, lanjutnya, melakukan penempatan modal pada akun tersebut secara bertahap dengan total sebesar Rp18,7 miliar yang dananya bersumber dari dana idle cash PT Taru Martani.
Rincian pengeluaran dana itu terjadi 7 Oktober 2022 sebesar Rp10 miliar, 20 Oktober 2022 sebesar Rp5 miliar, Rp2 miliar pada 1 Desember 2022, Rp500 juta pada 14 Desember 2022, dan Rp1,2 miliar pada 24 Maret 2023.
"Bahwa berdasarkan summary report tanggal 5 Juni 2023 dinyatakan akun milik tersangka NAA mengalami kerugian," ungkapnya.
Ia mengatakan tindakan NAA tersebut melanggar Akta Pendirian PT Taru Martani Nomor 05, tertanggal 17 Desember 2012 pada pasal 17. Inti pasal itu yakni menyebutkan bahwa direksi menyampaikan rencana kerja yang memuat juga anggaran tahunan perseroan kepdal RUPS tahunan untuk mendapat persetujuan sebelum tahun buku dimulai. Selain itu, Pasal 4 Permendagri Nomor 118 tahun 2018 tentang Rencana Bisnis, Rencana Kerja dan Anggaran, Kerjasama, Pelaporan dan Evaluasi Badan Usaha Milik Daerah.
Ada juga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sesuai Pasal 63 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 64 ayat (1); Pasal 92 Ayat (1). Adapun nilai kerugian negara diperkirakan sebesar Rp18,7 miliar.
"Penyidik menyangkakan pasal Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18, dan Pasal 3 junto Pasal 18 UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata dia.
Ia menambahkan tersangka NAA telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat. NAA kemudian dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung sejak hari ini tanggal 28 Mei hingga 16 Juni 2024 di Lapas Kelas IIA Yogyakarta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)