medcom.id, Banda Aceh: Dua kapal teronggok di depan rumah warga. Kapal berwarna gelap itu seolah ingin beradu. Keduanya hanya dibatasi sebuah pohon kelapa. Kapal ini merupakan salah satu saksi bisu keganasan tsunami Aceh 10 tahun lalu.
Dua kapal itu berada di kawasan Gampong Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh. Kapal Patroli Laut dan Pantai (KPLP) milik Kementerian Perhubungan itu hingga satu dekade ini masih seperti sedia kala. Nyaris belum tersentuh pemerintah.
Menurut Ali Hassan, warga Gampong Blang Cut, pemerintah pernah ingin memotong-motong badan kapal. Namun, warga sekitar, menolak. "Warga menginginkan kawasan tersebut juga dijadikan monumen peninggalan tsunami," ujar Ali (62) saat ditemui Metrotvnews.com di kediamannya di Lorong Lima, Rabu (24/12/2014).
Sejak gelombang tsunami menggulung sebagian besar Aceh dan sekitarnya, 26 Desember 10 tahun lalu, muncul sejumlah monumen sebagai peringatan dan saksi bisu bencana yang merenggut ribuan nyawa itu. Di antaranya sejumlah kapal yang semula berada di laut tiba-tiba berada di tengah-tengah permukiman penduduk.
Cotohnya kapal yang ada di atas rumah penduduk di Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh. Juga kapal milik PT Semen Andalas yang terhempas dari pelabuhan ke daratan sekira empat kilometer.
Kapal tersebut kini berada di Kecamatan Lhok Nga, sekitar 45 menit perjalanan dari Kota Banda Aceh. Yang tersohor tentu kapal milik PLN yang berbobot 2600 ton. Kapal ini terseret ombak sekitar tiga kilometer ke Gampong Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh.
Menurut Ali, sebelum dijadikan monumen pemilik tanah meminta ganti rugi kepada pemerintah. Pemerintah menolak ganti rugi pembelian. Pemerintah, lanjut Ali, hanya ingin mengganti dengan tiga unit rumah bantuan pemerintah.
Meskipun alot, proses negosiasi terus berjalan. Akhirnya muncul kesepakatan. "Pemerintah bayar Rp750 ribu per meter," ujar Ali. Luas tanah yang diberi ganti rugi sekitar 810 meter persegi, di mana bangkai kapal tersebut menepi.
Pemerintah sudah sepakat menjadikan kapal tersebut monumen. "Saya dengar akan dibangun tahun depan," kata Ali.
Untuk menuju tempat tersebut, pengunjung harus melewati gang yang cukup dilintasi dua sepeda motor. Semak belukar mengurung kiri-kanan kapal. Sebuah kotak amal diletakkan di dekat anak tangga kapal. Berkat uluran tangan warga, bangkai kapal masih cukup terawat.
medcom.id, Banda Aceh: Dua kapal teronggok di depan rumah warga. Kapal berwarna gelap itu seolah ingin beradu. Keduanya hanya dibatasi sebuah pohon kelapa. Kapal ini merupakan salah satu saksi bisu keganasan tsunami Aceh 10 tahun lalu.
Dua kapal itu berada di kawasan Gampong Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh. Kapal Patroli Laut dan Pantai (KPLP) milik Kementerian Perhubungan itu hingga satu dekade ini masih seperti sedia kala. Nyaris belum tersentuh pemerintah.
Menurut Ali Hassan, warga Gampong Blang Cut, pemerintah pernah ingin memotong-motong badan kapal. Namun, warga sekitar, menolak. "Warga menginginkan kawasan tersebut juga dijadikan monumen peninggalan tsunami," ujar Ali (62) saat ditemui
Metrotvnews.com di kediamannya di Lorong Lima, Rabu (24/12/2014).
Sejak gelombang tsunami menggulung sebagian besar Aceh dan sekitarnya, 26 Desember 10 tahun lalu, muncul sejumlah monumen sebagai peringatan dan saksi bisu bencana yang merenggut ribuan nyawa itu. Di antaranya sejumlah kapal yang semula berada di laut tiba-tiba berada di tengah-tengah permukiman penduduk.
Cotohnya kapal yang ada di atas rumah penduduk di Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh. Juga kapal milik PT Semen Andalas yang terhempas dari pelabuhan ke daratan sekira empat kilometer.
Kapal tersebut kini berada di Kecamatan Lhok Nga, sekitar 45 menit perjalanan dari Kota Banda Aceh. Yang tersohor tentu kapal milik PLN yang berbobot 2600 ton. Kapal ini terseret ombak sekitar tiga kilometer ke Gampong Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh.
Menurut Ali, sebelum dijadikan monumen pemilik tanah meminta ganti rugi kepada pemerintah. Pemerintah menolak ganti rugi pembelian. Pemerintah, lanjut Ali, hanya ingin mengganti dengan tiga unit rumah bantuan pemerintah.
Meskipun alot, proses negosiasi terus berjalan. Akhirnya muncul kesepakatan. "Pemerintah bayar Rp750 ribu per meter," ujar Ali. Luas tanah yang diberi ganti rugi sekitar 810 meter persegi, di mana bangkai kapal tersebut menepi.
Pemerintah sudah sepakat menjadikan kapal tersebut monumen. "Saya dengar akan dibangun tahun depan," kata Ali.
Untuk menuju tempat tersebut, pengunjung harus melewati gang yang cukup dilintasi dua sepeda motor. Semak belukar mengurung kiri-kanan kapal. Sebuah kotak amal diletakkan di dekat anak tangga kapal. Berkat uluran tangan warga, bangkai kapal masih cukup terawat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DOR)