Surabaya: Angka kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak di Jawa Timur mencapai 1.887 kasus pada 2020. Angka itu lebih tinggi dari tahun 2019 yang tercatat sebanyak 1.600 kasus.
"Memang ada peningkatan kasus pada tahun ini dari tahun sebelumnya. Faktor utamanya karena masalah perekonomian," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jatim, Andriyanto, saat dikonfirmasi, Jumat, 1 Januari 2021.
Baca: Pemprov Sulsel Buka Kembali Wisma Atlet Tampung Pasien Covid-19
Dia menjelaskan berdasarkan data DP3AK Jatim, kasus kekerasan seksual tertinggi mencapai 39,32 persen atau 742 kasus. Kemudian diikuti kekerasan fisik sebanyak 32,75 persen atau 618 kasus, kekerasan psikis 28,19 persen atau 532 kasus. Lalu penelantaran sebanyak 11,87 persen atau 224 kasus.
"Kasus trafficking masih ada dengan sebanyak 19 kasus atau 1,01 persen. Sisanya lain-lain 14,10 persen atau 266 kasus," jelasnya.
Sementara menurut tempat, paling banyak kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dilakukan di rumah. Data milik DP3AK Jatim kekerasan rumah tangga menempati persentase sebanyak 60,41 persen atau 1.140 kasus.
Di tempat kedua paling banyak kekerasan terjadi yakni di fasilitas umum dengan 228 kasus atau setara 12,08 persen. Kemudian diikuti sekolah, yang seharusnya dunia pendidikan memberikan rasa nyaman justru ditemukan sebanyak 66 kasus atau 3,50 persen.
"Baru setelahnya tempat kerja 28 kasus atau setara 1,48 persen, lembaga diklat empat kasus atau 0,21 persen, dan tempat lainnya 421 kasus atau 22,31 persen," ungkapnya.
Menurut Andriyanto ada beberapa faktor memicu terjadinya kekerasan tersebut. Di antaranya karena menurunnya pendapatan sepanjang tahun 2020. Tidak bisa dipungkiri pandemi Covid-19 banyak karyawan terimbas, baik itu di rumahkan maupun mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Kemudian juga banyaknya tempat usaha yang berskala mikro dan rumahan turut berdampak. Akibatnya ekonomi keluarga menurun tajam, dan ini sebagai pemicu terjadinya kekerasan di rumah tangga," ujarnya.
Surabaya: Angka kasus
kekerasan seksual pada perempuan dan anak di Jawa Timur mencapai 1.887 kasus pada 2020. Angka itu lebih tinggi dari tahun 2019 yang tercatat sebanyak 1.600 kasus.
"Memang ada peningkatan kasus pada tahun ini dari tahun sebelumnya. Faktor utamanya karena masalah perekonomian," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jatim, Andriyanto, saat dikonfirmasi, Jumat, 1 Januari 2021.
Baca:
Pemprov Sulsel Buka Kembali Wisma Atlet Tampung Pasien Covid-19
Dia menjelaskan berdasarkan data DP3AK Jatim, kasus kekerasan seksual tertinggi mencapai 39,32 persen atau 742 kasus. Kemudian diikuti kekerasan fisik sebanyak 32,75 persen atau 618 kasus, kekerasan psikis 28,19 persen atau 532 kasus. Lalu penelantaran sebanyak 11,87 persen atau 224 kasus.
"Kasus trafficking masih ada dengan sebanyak 19 kasus atau 1,01 persen. Sisanya lain-lain 14,10 persen atau 266 kasus," jelasnya.
Sementara menurut tempat, paling banyak kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dilakukan di rumah. Data milik DP3AK Jatim kekerasan rumah tangga menempati persentase sebanyak 60,41 persen atau 1.140 kasus.
Di tempat kedua paling banyak kekerasan terjadi yakni di fasilitas umum dengan 228 kasus atau setara 12,08 persen. Kemudian diikuti sekolah, yang seharusnya dunia pendidikan memberikan rasa nyaman justru ditemukan sebanyak 66 kasus atau 3,50 persen.
"Baru setelahnya tempat kerja 28 kasus atau setara 1,48 persen, lembaga diklat empat kasus atau 0,21 persen, dan tempat lainnya 421 kasus atau 22,31 persen," ungkapnya.
Menurut Andriyanto ada beberapa faktor memicu terjadinya kekerasan tersebut. Di antaranya karena menurunnya pendapatan sepanjang tahun 2020. Tidak bisa dipungkiri pandemi Covid-19 banyak karyawan terimbas, baik itu di rumahkan maupun mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Kemudian juga banyaknya tempat usaha yang berskala mikro dan rumahan turut berdampak. Akibatnya ekonomi keluarga menurun tajam, dan ini sebagai pemicu terjadinya kekerasan di rumah tangga," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)