Semarang: Kepolisian Daerah Jawa Tengah menyita 450 pak alat tes rapid antigen covid-19 yang belum memiliki izin edar. Alat tersebut dijual oleh seorang oknum asal Genuk, Semarang, Jawa Tengah, berinisial SPM.
"Ini sangat merugikan konsumen. Jangan sampai dalam situasi covid-19 ini ada pihak-pihak yang mencari keuntungan," kata Kepala Polda Jawa Tengah, Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi, di Kantor Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus Polda Jateng, Semarang, Rabu, 5 Mei 2021.
Luthfi menjelaskan, SPM mendapat keuntungan kotor sebanyak Rp2,8 miliar selama lima bulan memasarkan alat tes rapid antigen tersebut. Area pemasaran di wilayah Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, SPM mampu menjual 300 sampai 400 boks alat tes rapid antigen dalam satu pekan. Setiap boks dibandrol Rp100 ribu.
"Sistem penjualannya langsung by order ke orang, face to face," lanjut Luthfi.
Baca: Ribuan Pemudik Telah Masuk Jawa Tengah
Atas perbuatan itu, SPM terancam hukuman lima tahun penjara menurut Undang-Undang terkait Perlindungan Konsumen. Jika dikenakan dengan UU Cipta Kerja tentang Kesehatan, SPM bisa terancam hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.
"Jadi hukumannya bisa lebih berat," simpul Luthfi.
Semarang: Kepolisian Daerah
Jawa Tengah menyita 450 pak alat
tes rapid antigen covid-19 yang belum memiliki izin edar. Alat tersebut dijual oleh seorang oknum asal Genuk, Semarang, Jawa Tengah, berinisial SPM.
"Ini sangat merugikan konsumen. Jangan sampai dalam situasi covid-19 ini ada pihak-pihak yang mencari keuntungan," kata Kepala Polda Jawa Tengah, Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi, di Kantor Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus Polda Jateng, Semarang, Rabu, 5 Mei 2021.
Luthfi menjelaskan, SPM mendapat keuntungan kotor sebanyak Rp2,8 miliar selama lima bulan memasarkan alat tes
rapid antigen tersebut. Area pemasaran di wilayah Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, SPM mampu menjual 300 sampai 400 boks alat tes
rapid antigen dalam satu pekan. Setiap boks dibandrol Rp100 ribu.
"Sistem penjualannya langsung
by order ke orang,
face to face," lanjut Luthfi.
Baca:
Ribuan Pemudik Telah Masuk Jawa Tengah
Atas perbuatan itu, SPM terancam hukuman lima tahun penjara menurut Undang-Undang terkait Perlindungan Konsumen. Jika dikenakan dengan UU Cipta Kerja tentang Kesehatan, SPM bisa terancam hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.
"Jadi hukumannya bisa lebih berat," simpul Luthfi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SYN)