Kupang: Calon pendeta di Kabupaten Alor, NTT, berinisial SAS yang melakukan kekerasan seksual kepada 12 anak di kabupaten itu mengaku pernah mengalami kekerasan seksual di masa kecil.
Kuasa hukum SAS, Amos Alekssander Lafu, mengatakan bahwa kliennya sudah diperiksa oleh penyidik Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resor Alor.
“Klien saya mengakui semua perbuatannya, dan mengaku punya trauma masa lalu yakni menjadi korban kekerasan seksual,” katanya, Selasa, 13 September 2022.
Amos menjelaskan apa yang dialami oleh kliennya sejak kecil tersebut kemudian membentuk karakter SAS setelah beranjak dewasa. Pengakuan itu pun disampaikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) saat dilakukan pemeriksaan oleh aparat kepolisian.
Namun, Amos sendiri tidak memberikan perincian kekerasan seksual seperti apa yang dialami oleh kliennya sejak kecil, karena hal itu akan masuk dalam materi persidangan.
"Dia tidak ingin nanti dianggap oleh masyarakat berusaha membela diri dengan memberikan alasan punya trauma masa kecil," ucap Amos.
Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh SAS dengan 12 korbannya yang didominasi anak usia 13-16 tahun terungkap pada 1 September 2022, ketika beberapa korban membuat laporan ke Polres Alor.
Perbuatannya tersebut berlangsung sejak Maret 2021 hingga Mei 2022 yang lokasinya dilakukan di sekitar gereja tempatnya bertugas.
Untuk mencegah para korbannya melapor, SAS kemudian memvideokan dan memotret para korbannya sebagai barang bukti sekaligus menjadi bahan pegangannya untuk mengancam para korban jika melapor akan disebar video dan fotonya.
Kapolda NTT Irjen Setyo Budiyanto berharap agar dengan berbagai barang bukti yang ada seharusnya sanksi yang diterima oleh tersangka SAS maksimal.
“Seharusnya bisa maksimal dengan barang bukti dan gelar perkara kasus itu,” ujar dia.
Kupang: Calon pendeta di Kabupaten Alor, NTT, berinisial SAS yang melakukan kekerasan seksual kepada 12 anak di kabupaten itu mengaku pernah mengalami
kekerasan seksual di masa kecil.
Kuasa hukum SAS, Amos Alekssander Lafu, mengatakan bahwa kliennya sudah diperiksa oleh penyidik Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resor Alor.
“Klien saya mengakui semua perbuatannya, dan mengaku punya trauma masa lalu yakni menjadi korban kekerasan seksual,” katanya, Selasa, 13 September 2022.
Amos menjelaskan apa yang dialami oleh kliennya sejak kecil tersebut kemudian membentuk karakter SAS setelah
beranjak dewasa. Pengakuan itu pun disampaikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) saat dilakukan pemeriksaan oleh aparat kepolisian.
Namun, Amos sendiri tidak memberikan perincian kekerasan seksual seperti apa yang dialami oleh kliennya sejak kecil, karena hal itu akan masuk dalam materi persidangan.
"Dia tidak ingin nanti dianggap oleh masyarakat berusaha membela diri dengan memberikan alasan punya trauma masa kecil," ucap Amos.
Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh SAS dengan 12 korbannya yang didominasi anak usia 13-16 tahun terungkap pada 1 September 2022, ketika beberapa korban membuat laporan ke Polres Alor.
Perbuatannya tersebut berlangsung sejak Maret 2021 hingga Mei 2022 yang lokasinya dilakukan di sekitar gereja tempatnya bertugas.
Untuk mencegah para korbannya melapor,
SAS kemudian memvideokan dan memotret para korbannya sebagai barang bukti sekaligus menjadi bahan pegangannya untuk mengancam para korban jika melapor akan disebar video dan fotonya.
Kapolda NTT Irjen Setyo Budiyanto berharap agar dengan berbagai barang bukti yang ada seharusnya sanksi yang diterima oleh tersangka SAS maksimal.
“Seharusnya bisa maksimal dengan barang bukti dan gelar perkara kasus itu,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)