medcom.id, Makassar: Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan mewaspadai maraknya penggunaan alat peledak di kalangan nelayan dalam aktivitas pencarian ikan. Dikhawatirkan, penggunaan alat serupa dimanfaatkan lebih luas sehingga menganggu keamanan masyarakat.
“Ini dampaknya sangat luar biasa. Kalau dimanfaatkan untuk kegiatan terorisme lebih berbahaya lagi,” kata Kepala Polda Sulsel Inspektur Jenderal Muktiono di Pangkajene Kepulauan, Sulsel, Senin, 24 Juli 2017.
Baca: Polda Sulsel Sita 3 Ton Bahan Bom Ikan
Menurut Muktiono, bahan peledak umumnya digunakan kalangan nelayan yang tidak berpikir jauh ke depan. Alat ini dipilih karena cenderung mudah penggunaannya, dengan hasil tangkapan yang jauh lebih besar dibandingkan cara legal. Padahal, ini berdampak buruk bagi keindahan dan kehidupan biota laut.
“Pelakunya cukup merakit dengan botol. Diisi bahan amonium nitrat dan dipicu detonator, selanjutnya sudah bisa diledakkan,” kata Muktiono.
Untuk mencegah kekhawatiran tersebut, Polda Sulsel diklaim memperketat sistem pengamanan. Muktiono berjanji pihaknya mengusut tuntas jaringan pengguna bahan peledak hingga ke pemasoknya. Dalam hal ini mereka berkoordinasi dengan Bareskrim Polda agar penyelidikan lintas daerah lebih efektif.
“Bersama pemerintah, kami juga aktif menyampaikan pesan kepada masyarakat tentang bahayanya alat peledak, serta ancaman hukumannya,” ujar Muktiono.
Sebelumnya diberitakan, Aparat gabungan Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan membongkar jaringan kelompok yang diduga pemasok bahan peledak ikan lintas daerah. Selama tiga pekan, sebanyak 15 orang pelaku dibekuk dengan barang bukti mencapai tiga ton.
Bahan peledak yang diamankan berupa amonium nitrat yang dikemas dalam 121 zak dan sejumlah karung. Dari tangan pelaku juga ditemukan sebanyak 1.299 butir detonator sebagai alat picu ledak. Barang bukti lain berupa sejumlah peledak siap pakai yang dirakit dengan botol.
Penyelidikan polisi menunjukkan bahwa bahan peledak didapatkan pelaku dari Malaysia. Barang dibawa ke Sulawesi melalui jalur laut dengan kapal kecil berkapasitas 7 GT. Untuk amonium didapatkan senilai Rp500 Ribu per karung dan dijual di berbagai daerah hingga Rp3 Juta per karung.
“Informasinya, ada komunikasi dengan pemasok dari Malaysia. Sudah sekitar empat kali transaksi dalam setahun,” Muktiono melanjutkan.
medcom.id, Makassar: Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan mewaspadai maraknya penggunaan alat peledak di kalangan nelayan dalam aktivitas pencarian ikan. Dikhawatirkan, penggunaan alat serupa dimanfaatkan lebih luas sehingga menganggu keamanan masyarakat.
“Ini dampaknya sangat luar biasa. Kalau dimanfaatkan untuk kegiatan terorisme lebih berbahaya lagi,” kata Kepala Polda Sulsel Inspektur Jenderal Muktiono di Pangkajene Kepulauan, Sulsel, Senin, 24 Juli 2017.
Baca: Polda Sulsel Sita 3 Ton Bahan Bom Ikan
Menurut Muktiono, bahan peledak umumnya digunakan kalangan nelayan yang tidak berpikir jauh ke depan. Alat ini dipilih karena cenderung mudah penggunaannya, dengan hasil tangkapan yang jauh lebih besar dibandingkan cara legal. Padahal, ini berdampak buruk bagi keindahan dan kehidupan biota laut.
“Pelakunya cukup merakit dengan botol. Diisi bahan amonium nitrat dan dipicu detonator, selanjutnya sudah bisa diledakkan,” kata Muktiono.
Untuk mencegah kekhawatiran tersebut, Polda Sulsel diklaim memperketat sistem pengamanan. Muktiono berjanji pihaknya mengusut tuntas jaringan pengguna bahan peledak hingga ke pemasoknya. Dalam hal ini mereka berkoordinasi dengan Bareskrim Polda agar penyelidikan lintas daerah lebih efektif.
“Bersama pemerintah, kami juga aktif menyampaikan pesan kepada masyarakat tentang bahayanya alat peledak, serta ancaman hukumannya,” ujar Muktiono.
Sebelumnya diberitakan, Aparat gabungan Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan membongkar jaringan kelompok yang diduga pemasok bahan peledak ikan lintas daerah. Selama tiga pekan, sebanyak 15 orang pelaku dibekuk dengan barang bukti mencapai tiga ton.
Bahan peledak yang diamankan berupa amonium nitrat yang dikemas dalam 121 zak dan sejumlah karung. Dari tangan pelaku juga ditemukan sebanyak 1.299 butir detonator sebagai alat picu ledak. Barang bukti lain berupa sejumlah peledak siap pakai yang dirakit dengan botol.
Penyelidikan polisi menunjukkan bahwa bahan peledak didapatkan pelaku dari Malaysia. Barang dibawa ke Sulawesi melalui jalur laut dengan kapal kecil berkapasitas 7 GT. Untuk amonium didapatkan senilai Rp500 Ribu per karung dan dijual di berbagai daerah hingga Rp3 Juta per karung.
“Informasinya, ada komunikasi dengan pemasok dari Malaysia. Sudah sekitar empat kali transaksi dalam setahun,” Muktiono melanjutkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)