Banda Aceh: Mengenang bencana gempa bumi dan gelombang tsunami 18 tahun silam, sekitar 100 ribu nelayan di kawasan Provinsi Aceh hari ini, Senin, 26 Desember libur melaut. Mereka adalah para nelayan penangkap ikan yang biasanya beraktivitas di perairan laut Samudera Hindia dan Selat Malaka.
Untuk mengisi hari libur dalam rangka mengenang arwah korban tsunami itu, para penjaring ikan dan pemancing tuna tersebut berkumpul menghadiri zikir dan doa bersama yang digelar di wilayah masing. Mereka mengisi waktu seharian dengan melakukan berbagai kegiatan amal seperti kenduri dan lainnya.
Pakar hukum adat laut USK (Universitas Syiah Kuala) Banda Aceh, M Adli Abdullah mengatakan, semua aktivitas menangkap ikan tidak dibenarkan setiap 26 Desember.
"Siapa saja melanggar aturan atau hukum adat laut ini akan dikenai sanksi tegas yakni disita kapalnya selama sepekan. Lalu semua ikan hasil tangkapan pada hari 26 Desember disita oleh Panglima Laot," jelasnya.
Sedikitnya ada sekitar 176 Panglima Laot lhok (Panglima Laut setiap lokasi berkumpul) dan Panglima Laot kawasa selalu mengawasi kondisi lapangan.
Menurut M Adli Abdullah, sekitar 80 ribu jiwa dari anggota keluarga nelayan Aceh tewas saat bencana gempa bumi dan gelombang tsunami menghancurkan kawasan pesisir Laut Samudera Hindia dan Selat Malaka pada Minggu 26 Desember 2004.
Sebagian besar yang tewas terhempas gelombang raksasa kala 26 Desember 2004 itu adalah kaum perempuan dan anak-anak. Pasalnya pada Minggu pagi sekitar pukul 08.5 WIB, saat itu para kaum lelaki sudah berangkat ke laut pada tengah malam atau subuh dini hari.
Sedangkan kaum ibu bersama anak-anaknya tinggal rumah atau beraktivitas sekitar permukiman dekat dari tepi laut. Ketika tsunami setinggi puluhan meter hingga radius rata-rata empat kilometer porak-paranda tersapu gelombang maha dahsyat itu. Baru diketahui keluarganya hilang, mulai menjelang siang saat para nelayan itu pulang melaut.
"Fenomena alam gempa bumi dan gelombang tsunami yang merengut ratusan ribu jiwa itu tidak dirasakan oleh nelayan ketika di laut lepas. Baru saat mendarat mereka tahu semua perkampungan nelayan luluh lantak tersapu gelombang" kata Adli Abdullah yang juga mantan Sekjen Panglima Laot Aceh.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Banda Aceh: Mengenang bencana gempa bumi dan
gelombang tsunami 18 tahun silam, sekitar 100 ribu nelayan di kawasan Provinsi Aceh hari ini, Senin, 26 Desember libur melaut. Mereka adalah para nelayan penangkap ikan yang biasanya beraktivitas di perairan laut Samudera Hindia dan Selat Malaka.
Untuk mengisi hari libur dalam rangka mengenang arwah korban tsunami itu, para penjaring ikan dan pemancing tuna tersebut berkumpul menghadiri
zikir dan doa bersama yang digelar di wilayah masing. Mereka mengisi waktu seharian dengan melakukan berbagai kegiatan amal seperti kenduri dan lainnya.
Pakar hukum adat laut USK (Universitas Syiah Kuala)
Banda Aceh, M Adli Abdullah mengatakan, semua aktivitas menangkap ikan tidak dibenarkan setiap 26 Desember.
"Siapa saja melanggar aturan atau hukum adat laut ini akan dikenai sanksi tegas yakni disita kapalnya selama sepekan. Lalu semua ikan hasil tangkapan pada hari 26 Desember disita oleh Panglima Laot," jelasnya.
Sedikitnya ada sekitar 176 Panglima Laot lhok (Panglima Laut setiap lokasi berkumpul) dan Panglima Laot kawasa selalu mengawasi kondisi lapangan.
Menurut M Adli Abdullah, sekitar 80 ribu jiwa dari anggota keluarga nelayan Aceh tewas saat bencana gempa bumi dan gelombang tsunami menghancurkan kawasan pesisir Laut Samudera Hindia dan Selat Malaka pada Minggu 26 Desember 2004.
Sebagian besar yang tewas terhempas gelombang raksasa kala 26 Desember 2004 itu adalah kaum perempuan dan anak-anak. Pasalnya pada Minggu pagi sekitar pukul 08.5 WIB, saat itu para kaum lelaki sudah berangkat ke laut pada tengah malam atau subuh dini hari.
Sedangkan kaum ibu bersama anak-anaknya tinggal rumah atau beraktivitas sekitar permukiman dekat dari tepi laut. Ketika tsunami setinggi puluhan meter hingga radius rata-rata empat kilometer porak-paranda tersapu gelombang maha dahsyat itu. Baru diketahui keluarganya hilang, mulai menjelang siang saat para nelayan itu pulang melaut.
"Fenomena alam gempa bumi dan gelombang tsunami yang merengut ratusan ribu jiwa itu tidak dirasakan oleh nelayan ketika di laut lepas. Baru saat mendarat mereka tahu semua perkampungan nelayan luluh lantak tersapu gelombang" kata Adli Abdullah yang juga mantan Sekjen Panglima Laot Aceh.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)