Jakarta: Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Yohanna Yambise angkat bicara terkait kejadian luar biasa gizi buruk dan campak di Kabupaten Asmat, Papua. Ia menilai, wabah itu menyebar karena perubahan pola hidup masyarakat.
Masyarakat Papua terdiri dari 250 suku, budaya dan bahasa yang berbeda-beda. Kebiasaan suku Asmat biasa hidup di rawa-rawa dan bergantung pada umbi-umbian. Namun, kebiasaan berubah saat beras bersubsidi mulai masuk ke Papua.
"Jadi saat raskin itu telat masuk, ya bagaimana mau mendapat makanan," kata Yohana saat rapat koordinasi di DPR, Jakarta Pusat, Kamis 1 Februari 2018.
Kebiasaan makan beras membuat warga Asmat meninggalkan tradisi bercocok tanam. Mereka tidak lagi makan umbi-umbian.
"Kalau terlambat sedikit, mau makan apa? Ya makan yang ada. Kalau ada pohon kelapa ya makan kelapa. Apalagi air bersih tidak ada di sana, bagaimana mau dapat air bersih? Air bersih susah. Ya mereka pasrah dengan alam yang ada," jelas Yohana.
Kementerian PPPA akan memberikan pelatihan khusus kepada perempuan Papua. Mereka akan diajarkan mengolah makanan bergizi dan keterampilan merawat anak.
"Kami akan memberdayakan para perempuan-perempuan di sana sebagai tulang punggung. Kami ajarkan bagaimana mereka-mereka menghadapi situasi darurat," pungkasnya.
Diketahui, sebanyak delapan korban tewas berasal dari Kampung Kapi, 15 anak dari Kampung As dan Kampung Atat. Sementara satu anak lainnya meninggal di Rumah Sakit Agats karena terlambat mendapat penanganan medis. Pemerintah pun menetapkan kejadian luar biasa (KLB) atas kejadian ini.
Polda Papua membentuk satuan tugas (satgas) terpadu untuk membantu menangani gizi buruk dan campak di Asmat. Satgas itu terdiri dari unsur pemerintah daerah (pemda), TNI, serta polisi.
Sebanyak 13 ton bantuan makanan dan obat-obatan dari TNI tiba di Kabupaten Asmat, Papua, Senin, 29 Januari 2018. Bantuan akan segera didistribusikan di sejumlah distrik Kabupaten Asmat untuk menanggulangi KLB gizi buruk dan campak.
Jakarta: Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Yohanna Yambise angkat bicara terkait kejadian luar biasa gizi buruk dan campak di Kabupaten Asmat, Papua. Ia menilai, wabah itu menyebar karena perubahan pola hidup masyarakat.
Masyarakat Papua terdiri dari 250 suku, budaya dan bahasa yang berbeda-beda. Kebiasaan suku Asmat biasa hidup di rawa-rawa dan bergantung pada umbi-umbian. Namun, kebiasaan berubah saat beras bersubsidi mulai masuk ke Papua.
"Jadi saat raskin itu telat masuk, ya bagaimana mau mendapat makanan," kata Yohana saat rapat koordinasi di DPR, Jakarta Pusat, Kamis 1 Februari 2018.
Kebiasaan makan beras membuat warga Asmat meninggalkan tradisi bercocok tanam. Mereka tidak lagi makan umbi-umbian.
"Kalau terlambat sedikit, mau makan apa? Ya makan yang ada. Kalau ada pohon kelapa ya makan kelapa. Apalagi air bersih tidak ada di sana, bagaimana mau dapat air bersih? Air bersih susah. Ya mereka pasrah dengan alam yang ada," jelas Yohana.
Kementerian PPPA akan memberikan pelatihan khusus kepada perempuan Papua. Mereka akan diajarkan mengolah makanan bergizi dan keterampilan merawat anak.
"Kami akan memberdayakan para perempuan-perempuan di sana sebagai tulang punggung. Kami ajarkan bagaimana mereka-mereka menghadapi situasi darurat," pungkasnya.
Diketahui, sebanyak delapan korban tewas berasal dari Kampung Kapi, 15 anak dari Kampung As dan Kampung Atat. Sementara satu anak lainnya meninggal di Rumah Sakit Agats karena terlambat mendapat penanganan medis. Pemerintah pun menetapkan kejadian luar biasa (KLB) atas kejadian ini.
Polda Papua membentuk satuan tugas (satgas) terpadu untuk membantu menangani gizi buruk dan campak di Asmat. Satgas itu terdiri dari unsur pemerintah daerah (pemda), TNI, serta polisi.
Sebanyak 13 ton bantuan makanan dan obat-obatan dari TNI tiba di Kabupaten Asmat, Papua, Senin, 29 Januari 2018. Bantuan akan segera didistribusikan di sejumlah distrik Kabupaten Asmat untuk menanggulangi KLB gizi buruk dan campak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DRI)