medcom.id, Solo: DPRD Kota Solo, Jawa Tengah, mengantisipasi kebocoran APBD kota tersebut. Caranya yaitu membubuhkan paraf di setiap lembar draf RAPBD.
Mantan Ketua DPRD Solo, YF Sukasno, mengaku masalah pernah terjadi pada APBD 2010. Saat itu, isi APBD berubah tanpa sepengetahuan DPRD. Saat itu, Joko Widodo masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.
"Kami waktu itu menemukan ada kegiatan baru yang muncul tanpa sepengetahuan kami. Tapi karena sudah terlanjur menjadi APBD dan tidak mengubah besaran anggaran, ya sudah. Itu memang tidak salah, hanya kok kami merasa tidak diberi tahu dulu soal pergeseran anggaran itu," ungkap Sukasno, Selasa (3/3/2015).
Temuan itu menjadi evaluasi bagi anggota dewan. Untuk mengantisipasi kejadian itu berulang, pimpinan DPRD pun membubuhkan paraf pada setiap lembar draf RAPBD.
Di lain tempat, akademisi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Rutiana Dwi Wahyuningsih mengatakan pergeseran anggaran itu secara normatif tidak benar. Namun jika itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mendesak, pengubahan anggaran bisa saja dilakukan.
"Yang menjadi catatan penting, jangan sampai pergeseran anggaran tersebut ada unsur korupsi, atau berpotensi memunculkan praktik korupsi," ungkap Rutiana.
Penyusunan APBD melalui proses panjang, mulai dari pembahasan bersama antara eksekutif dengan legislatif. Wali Kota wajib menjelaskan RAPBD, kemudian setiap fraksi menanggapi penjelasan itu.
Proses selanjutnya adalah berada di tangan Badan Anggaran (Banggar) dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Setelah itu, barulah menelisik perubahan dalam RAPD. Apapun perubahannya, anggota dewan harus melapor ke Wali Kota.
Draf diteruskan ke Gubernur untuk dievaluasi. Setelah itu, hasil sinkronisasi dievaluasi. Lalu, barulah RAPBD ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) APBD. Pada 2015 ini. APBD Solo mencapai Rp1,65 triliun.
medcom.id, Solo: DPRD Kota Solo, Jawa Tengah, mengantisipasi kebocoran APBD kota tersebut. Caranya yaitu membubuhkan paraf di setiap lembar draf RAPBD.
Mantan Ketua DPRD Solo, YF Sukasno, mengaku masalah pernah terjadi pada APBD 2010. Saat itu, isi APBD berubah tanpa sepengetahuan DPRD. Saat itu, Joko Widodo masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.
"Kami waktu itu menemukan ada kegiatan baru yang muncul tanpa sepengetahuan kami. Tapi karena sudah terlanjur menjadi APBD dan tidak mengubah besaran anggaran, ya sudah. Itu memang tidak salah, hanya kok kami merasa tidak diberi tahu dulu soal pergeseran anggaran itu," ungkap Sukasno, Selasa (3/3/2015).
Temuan itu menjadi evaluasi bagi anggota dewan. Untuk mengantisipasi kejadian itu berulang, pimpinan DPRD pun membubuhkan paraf pada setiap lembar draf RAPBD.
Di lain tempat, akademisi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Rutiana Dwi Wahyuningsih mengatakan pergeseran anggaran itu secara normatif tidak benar. Namun jika itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mendesak, pengubahan anggaran bisa saja dilakukan.
"Yang menjadi catatan penting, jangan sampai pergeseran anggaran tersebut ada unsur korupsi, atau berpotensi memunculkan praktik korupsi," ungkap Rutiana.
Penyusunan APBD melalui proses panjang, mulai dari pembahasan bersama antara eksekutif dengan legislatif. Wali Kota wajib menjelaskan RAPBD, kemudian setiap fraksi menanggapi penjelasan itu.
Proses selanjutnya adalah berada di tangan Badan Anggaran (Banggar) dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Setelah itu, barulah menelisik perubahan dalam RAPD. Apapun perubahannya, anggota dewan harus melapor ke Wali Kota.
Draf diteruskan ke Gubernur untuk dievaluasi. Setelah itu, hasil sinkronisasi dievaluasi. Lalu, barulah RAPBD ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) APBD. Pada 2015 ini. APBD Solo mencapai Rp1,65 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(RRN)