Makassar: Pengadilan Negeri Makassar menggelar sidang perdana tujuh penggelembung suara yang menguntungkan satu calon Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan. Dalam sidang perdana, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa tujuh orang tersebut dengan tiga tahun penjara.
"Ancaman hukuman maksimal tiga tahun kurungan penjara," kata Jaksa Penuntut Umum Andi Irfan di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat, 19 Juli 2019.
Andi menjelaskan ketujuh terdakwa diduga melanggar pasal 532, 535, dan pasal 505 Undang-undang RI nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu jo pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHap).
Ketujuh orang tersebut yakni Ketua PPK Kecamatan Panakukkang, Umar dan Ketua PPK Kecamatan Biringkanaya, Adi. Keduanya berperan lalai dalam pelaksanaan perhitungan perolehan pemilu sehingga penetapan suara tidak sesuai antara C1 dan DAA1 yang dikeluarkan PPK.
Kemudian anggota PPS Panaikang, Fitri, yang berperan meminta kepada pengimput untuk mengubah suara dengan iming-iming memberikan imbalan. Operator KPU di Kecamatan Biringkanaya, Rahmat dan PPS Kecamatan Panakkukang, Ismail. Keduanya berperan mengubah suara yang ada dalam inputan dan mendapatkan sejumlah uang.
Terakhir dua orang yang baru ditetapkan tersangka yakni Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Biringkanya, Firman dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Barliansyah.
Ketujuh orang tersebut ditenggarai melakukan perubahan hasil pemilihan umum pada 17 April 2019 lalu. Mereka mengaku diberikan uang untuk melakukan tindakan yang merugikan salah satu caleg dan menguntungkan yang lainnya.
Dalam dakwaan yang dibacakan, Irfan mengaku berkas tersebut sudah sesuai atau memenuhi syarat formil dan materil, sehingga pihaknya telah siap jika nantinya ada eksepsi dari kuasa hukum terdakwa.
"Dalam dakwaan ada beberapa fakta yang menguntungkan satu calon anggota DPRD Provinsi Sulsel, RP. Tapi untuk lebih lengkap nanti saat pembuktian," jelas Andi.
Makassar: Pengadilan Negeri Makassar menggelar sidang perdana tujuh penggelembung suara yang menguntungkan satu calon Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan. Dalam sidang perdana, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa tujuh orang tersebut dengan tiga tahun penjara.
"Ancaman hukuman maksimal tiga tahun kurungan penjara," kata Jaksa Penuntut Umum Andi Irfan di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat, 19 Juli 2019.
Andi menjelaskan ketujuh terdakwa diduga melanggar pasal 532, 535, dan pasal 505 Undang-undang RI nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu jo pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHap).
Ketujuh orang tersebut yakni Ketua PPK Kecamatan Panakukkang, Umar dan Ketua PPK Kecamatan Biringkanaya, Adi. Keduanya berperan lalai dalam pelaksanaan perhitungan perolehan pemilu sehingga penetapan suara tidak sesuai antara C1 dan DAA1 yang dikeluarkan PPK.
Kemudian anggota PPS Panaikang, Fitri, yang berperan meminta kepada pengimput untuk mengubah suara dengan iming-iming memberikan imbalan. Operator KPU di Kecamatan Biringkanaya, Rahmat dan PPS Kecamatan Panakkukang, Ismail. Keduanya berperan mengubah suara yang ada dalam inputan dan mendapatkan sejumlah uang.
Terakhir dua orang yang baru ditetapkan tersangka yakni Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Biringkanya, Firman dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Barliansyah.
Ketujuh orang tersebut ditenggarai melakukan perubahan hasil pemilihan umum pada 17 April 2019 lalu. Mereka mengaku diberikan uang untuk melakukan tindakan yang merugikan salah satu caleg dan menguntungkan yang lainnya.
Dalam dakwaan yang dibacakan, Irfan mengaku berkas tersebut sudah sesuai atau memenuhi syarat formil dan materil, sehingga pihaknya telah siap jika nantinya ada eksepsi dari kuasa hukum terdakwa.
"Dalam dakwaan ada beberapa fakta yang menguntungkan satu calon anggota DPRD Provinsi Sulsel, RP. Tapi untuk lebih lengkap nanti saat pembuktian," jelas Andi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)