Kegiatan sejumlah Abdi Dalem Kraton Yogyakarta sebelum mubeng beteng sebagai tradisi 1 Sura. Dokumentasi Kraton Yogyakarta.
Kegiatan sejumlah Abdi Dalem Kraton Yogyakarta sebelum mubeng beteng sebagai tradisi 1 Sura. Dokumentasi Kraton Yogyakarta.

3 Tahun Absen, Tradisi Mubeng Beteng Peringatan 1 Sura di Keraton Yogyakarta Kembali Digelar

Ahmad Mustaqim • 20 Juli 2023 07:55
Yogyakarta: Keraton Yogyakarta menggelar prosesi tradisi Mubeng Beteng atau berjalan tanpa bersuara mengitari beteng yang memagari keraton, sebagai peringatan memasuki 1 Sura atau Tahun Baru Islam pada Rabu malam, 19 Juli 2023. Prosesi berlangsung sekitar pukul 21.00 WIB hingga Kamis dinihari, 20 Juli 2023. 
 
Kegiatan ini sempat ditiadakan selama pandemi covid-19, yakni sejak 2020, 2021, dan 2023. Tradisi ini kembali dilaksanakan usai pemerintah melonggarkan kegiatan masyarakat tahun ini. 
 
Prosesi awal digelar di Kompleks Keraton Yogyakarta dengan doa bersama. Memasuki tengah malam, masyarakat yang sudah memadati area Keraton Yogyakarta turut serta mengikuti prosesi itu.

Dari Abdi Dalem Kraton Yogyakarta beserta masyarakat melakukan jalan bersama. Rute perjalanan berjalan melewati Jalan Kauman, Jalan H Agus Salim, Jalan Wahid Hasyim, Jalan MT. Haryono, Jalan Brigjend Katamso, Jalan Ibu Ruswo, dan kembali ke Kompleks Kraton Yogyakarta. 
 
Baca: Keraton Surakarta Kirab 7 Pusaka di Peringatan Malam Satu Sura

Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Laksmi mengatakan kegiatan tersebut bukan sekadar berjalan mengelilingi area Keraton Yogyakarta. Ia mengatakan tradisi tersebut mengandung nilai-nilai tibghi. 
 
"Makna dan nilai tradisi ini sebagai perenungan, kontemplasi, dan memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk perjalanan satu tahun ke depan," kata dia. 
 
Ia mengatakan Mubeng Beteng memang dilaksanakan tanpa bicara. Bahkan, para abdi dalem Keraton Yogyakarta melaksanakan tanpa alas kaki selama berjalan kaki pada tengah malam. 
 
Dian menyebut berjalan tanpa alas menjadi refleksi merasakan alam yang diciptakan Tuhan YME. Menurutnya, perjalanan tengah malam tanpa ada suara manusia secara tak langsung jadi simbol ritual perenungan kehidupan. 
 
"Inti pentingnya adalah kontemplasi merenung dan kemudian mengingat alam semesta dengan mubeng beteng itu," ungkapnya. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan