Petugas gabungan dari BPOM DKI, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan Dinas Kesehatan DKI melakukan razia obat ilegal di Pasar Pramuka, Jakarta, MI - Galih Pradipta
Petugas gabungan dari BPOM DKI, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan Dinas Kesehatan DKI melakukan razia obat ilegal di Pasar Pramuka, Jakarta, MI - Galih Pradipta

Bebas Obat Palsu, Tangsel Justru Rawan Obat-obatan Kedaluwarsa

Farhan Dwitama • 16 September 2016 12:01
medcom.id, Tangerang Selatan: Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, menjamin bebas dari peredaran obat-obatan palsu. Tapi pendistribusian dan administrasi obat-obatan masih belum tertib. Sehingga Tangsel masih rawan peredaran obat kedaluwarsa.
 
Kepala Dinas Kesehatan Tangsel, Suharno, mengatakan 385 apotek dan 28 toko obat beroperasi di kota tersebut. Tangsel juga memiliki 28 rumah sakit dan klinik.
 
Suharno mengklaim petugas Dinkes rutin mengawasi peredaran obat di Tangsel. Petugas menemukan beberapa pelanggaran terkait sarana pendistribusian.

"Bukan obat palsu, tapi lebih kepada administrasi perlakuan terhadap obat-obatan mengandung psikotropika. Contohnya Frisium yang seharusnya dikeluarkan dengan resep dokter," terang Suharno dalam sebuah kegiatan di Kampoeng Anggrek, Tangerang Selatan, Jumat (16/9/2016).
 
Frisium merupakan obat berbentuk tablet. Fungsinya untuk meredakan kejang dan cemas. Bila tak sesuai dosis, pasien akan mengalami ketergantungan. Efek sampingnya di antaranya gangguan pada kesadaran, berbicara, muntah, dan kelemahan otot.
 
Bebas Obat Palsu, Tangsel Justru Rawan Obat-obatan Kedaluwarsa
(Kepala Dinas Kesehatan Tangsel, Suharno, MTVN - Farhan Dwi)
 
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Tangsel, Tony, mengatakan petugas pernah menemukan psikotropika dalam sebuah lemari di apotek. Temuan itu didapat saat petugas melakukan inspeksi mendadak (sidak) beberapa waktu lalu.
 
Tony mengatakan cara penyimpanan itu salah. Apotek harusnya memisahkan wadah untuk menempatkan obat yang mengandung psikotropika dari nonpsikotropika. 
 
"Temuan lain, ada juga sarana kesehatan yang belum menggunakan SIPNAP (Aplikasi Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) dalam pelaporannya. Ini yang kami benahi," bilangnya.
 
Menurut Tony, petugas menemukan adiministrasi logistik obat tak sesuai standar dan prosedur. Sehingga Dinkes memberikan surat teguran langsung pada pemilik apotek.
 
Tony mengatakan pemantauan itu merupakan kerja sama Dinkes dengan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Banten. Ia juga meminta masyarakat mewaspadai obat palsu maupun kedaluwarsa.
 
"Segera laporkan. Kami akan langsung bertindak," ucap Tony.
 
Pengendalian obat menjadi perhatian Mabes Polri. Bahkan, Polri akan membentuk satuan tugas khusus mengendalikan, mengawasi, dan mencegah peredaran obat palsu. 
 
"Pembentukan itu sudah dibicarakan dengan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jumat (9/9). Kalau kerja Polri, nanti di sektor penindakan," kata Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Inspektur Jenderal Antam Novambar.
 
Baca: Satgas Obat Palsu Segera Dibentuk
 
Kepala BPOM Penny K Lukito mengakui tak dapat mengawasi peredaran obat ilegal, palsu, dan kedaluwarsa sendirian. Lantaran itu, ia mengimbau masyarakat lebih disiplin memerhatikan kemasan, izin edar, dan masa berlaku produk. Bila menemukan kejanggalan, Penny berharap masyarakat sadar untuk melaporkan temuan tersebut ke pemerintah maupun kepolisian.
 
Berikut video berita melindungi generasi dari obat palsu:
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(RRN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan