Solo: Sebuah monumen berbentuk batu besar terpajang di halaman Puskesmas Pembantu Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Solo. Bangunan tersebut tidak begitu menyolok. Namun siapa sangka, monumen tersebut ternyata makam dari para pejuang yang gugur dalam serangan empat hari di Surakarta pada tahun 1949.
Juru kunci makam, Jumadi, 63, menceritakan, ada 23 pejuang yang gugur dan dimakamkan di makam Setya Bhakti tersebut. Seluruh pejuang tersebut diketahui gugur 9 Agustus 1949, saat perang melawan Belanda.
"Mereka korban geger (kekacauan) pada tahun 1949. Mereka gugur pada 9 Agustus 1949 saat melawan Belanda. Menurut cerita, dulu para pejuang ini mati disembelih oleh tentara Belanda. Tentara Belanda membabi buta menyerang pribumi pada saat itu," tuturnya, di Solo, Selasa, 15 Agustus 2023.
Namun demikian, ia mengaku tidak mengetahui detail pergerakan para pejuang tersebut. Ia menegaskan para pejuang yang dimakamkan di lokasi tersebut merupakan pahlawan pengusir penjajah. Itulah kenapa dibangun monumen di lokasi itu.
Dia menuturkan 23 korban perang dengan Belanda tersebut dalah warga Precetan, Sriwedari, Laweyan. Monumen makam Setya Bhakti sendiri dibangun pada masa Wali Kota Solo Hartomo, tahun 1986. Sebelum dibuat monumen, makam pejuang itu terlihat berjejer.
"Kemudian oleh pemangku wilayah kala itu, diminta makamnya disatukan. Tepatnya tahun 1982. Mereka ini orang biasa, orang pasar tapi dampak membabi buta Belanda akhirnya dijadikan pahlawan karena berani," bebernya.
Sampai saat ini, warga Precetan, Sriwedari dipastikan mengetahui sejarah makam tersebut. Maka dari itu, malam tirakatan 16 Agustus selalu diadakan di tempat tersebut setiap tahunnya.
Solo: Sebuah
monumen berbentuk batu besar terpajang di halaman Puskesmas Pembantu Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Solo. Bangunan tersebut tidak begitu menyolok. Namun siapa sangka, monumen tersebut ternyata makam dari
para pejuang yang gugur dalam serangan empat hari di Surakarta pada tahun 1949.
Juru kunci makam, Jumadi, 63, menceritakan, ada 23 pejuang yang gugur dan dimakamkan di makam Setya Bhakti tersebut. Seluruh pejuang tersebut diketahui gugur 9 Agustus 1949, saat perang melawan Belanda.
"Mereka korban geger (kekacauan) pada tahun 1949. Mereka gugur pada 9 Agustus 1949 saat melawan Belanda. Menurut cerita, dulu para pejuang ini mati disembelih oleh tentara Belanda. Tentara Belanda membabi buta menyerang pribumi pada saat itu," tuturnya, di Solo, Selasa, 15 Agustus 2023.
Namun demikian, ia mengaku tidak mengetahui detail pergerakan para pejuang tersebut. Ia menegaskan para pejuang yang dimakamkan di lokasi tersebut merupakan pahlawan pengusir penjajah. Itulah kenapa dibangun monumen di lokasi itu.
Dia menuturkan 23 korban perang dengan Belanda tersebut dalah warga Precetan, Sriwedari, Laweyan. Monumen makam Setya Bhakti sendiri dibangun pada masa Wali Kota Solo Hartomo, tahun 1986. Sebelum dibuat monumen, makam pejuang itu terlihat berjejer.
"Kemudian oleh pemangku wilayah kala itu, diminta makamnya disatukan. Tepatnya tahun 1982. Mereka ini orang biasa, orang pasar tapi dampak membabi buta Belanda akhirnya dijadikan pahlawan karena berani," bebernya.
Sampai saat ini, warga Precetan, Sriwedari dipastikan mengetahui sejarah makam tersebut. Maka dari itu, malam tirakatan 16 Agustus selalu diadakan di tempat tersebut setiap tahunnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)