Aksi Seruan Luhur di depan gedung DPRD Kota Malang, Jawa Timur, Senin 5 Januari 2024. Medcom.id/Daviq Umar Al Faruq
Aksi Seruan Luhur di depan gedung DPRD Kota Malang, Jawa Timur, Senin 5 Januari 2024. Medcom.id/Daviq Umar Al Faruq

Dosen se-Malang Raya Serukan Keteladanan Moral dari Pemimpin Bangsa

Daviq Umar Al Faruq • 05 Februari 2024 15:30
Malang: Sejumlah dosen, akademisi dan masyarakat sipil di wilayah Malang Raya menggelar aksi Seruan Luhur untuk Reformasi Jilid 2 di depan Gedung DPRD Kota Malang, Jawa Timur, Senin 5 Februari 2024. Aksi ini digelar sebagai bentuk kritik terhadap kondisi Indonesia yang saat ini krisis kepemimpinan dan keteladanan bangsa.
 
Salah satu dosen yang mengikuti aksi ini, Purnawan D Negara, mengatakan jika pemimpinnya rusak, maka rakyat juga ikut rusak. Hal itu sesuai pernyataan dari seorang cendekiawan muslim, Imam Al-Ghazali, bahwa 'Tidaklah terjadi kerusakan rakyat itu kecuali dengan kerusakan penguasa, dan tidaklah rusak para penguasa kecuali dengan kerusakan para ulama'.
 
"Kita itu masyarakat paternalisitik. Penguat pertama itu adalah keteladanan moral dari pemimpin bangsa. Ingat kita masyarakat yang meneladani perilaku pemimpinnya. Sehingga itu akan menjadi acuan kita berbuat sesuatu. Karena pemimpinnya sering memberikan teladan-teladan yang negatif, etika yang ada pada diri kita lama-lama juga akan ikut tergerus," katanya di sela-sela aksi.

Purnawan menegaskan, Indonesia saat ini tengah mengalami krisis keteladanan, krisis etika, krisis hukum dan krisis multidimensi. Ia juga menyebutkan, sesuai Tap MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, bahwa Indonesia saat ini mengalami kurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku sebagian pemimpin dan tokoh bangsa.
 
"Kita punya Tap MPR tentang etika itu, dan itu sampai sekarang masih berlaku, dan menjadi kewajiban pemimpin negara pemimpin bangsa pemimpin masyarakat untuk mewujudkan tentang etika. SAmpai persoalan etika saja sampai ditekan Tap MPR, dinormatifkan. Ini kan sesuatu yang memprihatinkan menurut saya," tegasnya.
 
Dosen Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang itu mengaku, aksi ini ditujukan untuk seluruh pemimpin bangsa agar memberikan keteladanan moral. Ia menegaskan bahwa aksi bukan hanya ditujukan secara personal kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), melainkan kepada seluruh pemimpin bangsa dan negara.
 
"Kita kritisi semua, bahkan kepada partai-partai besar sekalipun. Kami mengkritisi agar memberikan keteladanan moral. Kita ingin sampaikan kepada semuanya, tidak kepada pribadi, kepada lembaga, kepada tokoh-tokoh, kepada partai besar, capres cawapres," bebernya.
 
Dalam keterangan resminya, akademisi dan masyarakat sipil Malang Raya menyebutkan bahwa telah terjadi gejala kemunduran dalam pelaksanaan etika kehidupan berbangsa. Hal itu tampak dari gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan, mendekati hari H Pemilu kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis yang mengerus demokrasi Indonesia.
 
Lalu, rendahnya sikap kenegarawanan mulai dari Presiden, Mahkamah Konstitusi, bahkan para ketua partai dan para capres dan cawapres yang menunjukkan perendahan etika budi luhur bangsa yang cenderung melakukan perundungan politik berbangsa bernegara. Terakhir, Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang terang-terangan berpolitik praktis dalam Pemilu dengan atas nama hukum (undang-undang), padahal sesungguhnya di atas hukum adalah etika moral.

Berikut enam poin Seruan Luhur yang disampaikan oleh akademisi dan masyarakat sipil Malang Raya: 

  1. Mendesak Pemimpin Negara, Pemimpin Bangsa, dan Pemimpin Masyarakat untuk memberikan keteladanan etika/moral dan praktik kenegarawanan dalam kehidupan berbangsa bernegara.
  2. Menuntut para Pemimpin Partai Politik, Para Capres Cawapres, para Calon Legislatif untuk berpolitik secara santun mengedepan etika dan budaya malu.
  3. Menuntut Presiden beserta semua aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis.
  4. Menyeru Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah untuk tidak diam membisu agar selalu aktif mengkoreksi sebagai fungsi jalannya demokrasi dan justru tidak menyanderanya untuk kepentingan partainya, golongannya, atau pribadinya.
  5. Mengajak masyarakat Indonesia untuk terlibat pemilu yang JURDIL dan berani mengawasinya guna memperolah pemerintahan dengan legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat.
  6. Menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia untuk mempertahankan dan mencari sisa-sisa nilai etika kehidupan berbangsa pada diri kita masing-masing, yang kita punya, hal ini guna kemartabatan Bangsa Indonesia di tengah rendahnya martabat dan keteladanan para Pemimpin Negara, Pemimpin Bangsa, dan Pemimpin Masyarakat.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan