Manado: Pengaduan sejumlah Pemukim Tanpa Dokumen (PTD) yang bertahun-tahun tinggal di Kota Bitung, Sulawesi Utara (Sulut), yang ingin meminta izin tinggal di Indonesia mengungkap sisi lain. Mereka sulit mengakses pengurusan identitas.
Kepala Divisi Pelayanan dan Hukum Kanwil Kemenkum dan HAM Sulut Purwanto mengungkapkan dalam pertemuan pihaknya bersama PTD tersebut, ada seorang perempuan yang mengaku sebagai WNI namun tak bisa menunjukkan KTP.
Perempuan tersebut mempertanyakan soal status kakaknya. Pasalnya, menurut perempuan tersebut, kakaknya memiliki dokumen berupa Alien Certificate of Registration dan Certificate of Live Birth yang dikeluarkan oleh Pemerintah Filipina yang menyebutkan bahwa saudara perempuan tersebut adalah WNI.
Namun sampai saat ini tidak dapat memiliki KTP maupun identitas lainnya sebagai WNI. Padahal menurutmya, identitas itu sangat dibutuhkan untuk kepentingan keperdataannya seperti pemilikan harta benda atau warisan.
"Berdasarkan fotokopi dokumen yang diperlihatkan kepada kami, diketahui bahwa saudara perempuan ini pernah tinggal di Manila dan membayar Annual Report Fee (semacam izin tinggal) tahun 2006, 2007 dan 2008 masing-masing 150 Peso dan Legal Research Fee masing-masing sebesar 10 Peso," ungkap Purwanto, kepada Medcom.id, Rabu, 28 Maret 2018, di Manado.
Berdasarkan dokumen tersebut, ujar Purwanto, pihaknya juga yakin bahwa saudara perempuan tersebut merupakan WNI. Namun yang jadi pertanyaan sambungnya, kenapa kepadanya tidak diberikan Identitas sebagai WNI.
"Jika tidak memenuhi syarat kan seharusnya dicarikan solusi misalnya disuruh untuk melengkapi kekurangannya atau disuruh untuk meminta surat pindah ke Bitung dari Kedutaan Besar Indonesia di Manila atau Konsulat Jenderal Indonesia di Davao," pungkasnya.
Orang-orang seperti ini, tandasnya, jika saat ini masih tinggal di Filipina maka ia berhak untuk mendapatkan Paspor RI dan kemudian memohon izin tinggal kepada Biro Imigrasi setempat.
Manado: Pengaduan sejumlah Pemukim Tanpa Dokumen (PTD) yang bertahun-tahun tinggal di Kota Bitung, Sulawesi Utara (Sulut), yang ingin meminta izin tinggal di Indonesia mengungkap sisi lain. Mereka sulit mengakses pengurusan identitas.
Kepala Divisi Pelayanan dan Hukum Kanwil Kemenkum dan HAM Sulut Purwanto mengungkapkan dalam pertemuan pihaknya bersama PTD tersebut, ada seorang perempuan yang mengaku sebagai WNI namun tak bisa menunjukkan KTP.
Perempuan tersebut mempertanyakan soal status kakaknya. Pasalnya, menurut perempuan tersebut, kakaknya memiliki dokumen berupa
Alien Certificate of Registration dan
Certificate of Live Birth yang dikeluarkan oleh Pemerintah Filipina yang menyebutkan bahwa saudara perempuan tersebut adalah WNI.
Namun sampai saat ini tidak dapat memiliki KTP maupun identitas lainnya sebagai WNI. Padahal menurutmya, identitas itu sangat dibutuhkan untuk kepentingan keperdataannya seperti pemilikan harta benda atau warisan.
"Berdasarkan fotokopi dokumen yang diperlihatkan kepada kami, diketahui bahwa saudara perempuan ini pernah tinggal di Manila dan membayar Annual Report Fee (semacam izin tinggal) tahun 2006, 2007 dan 2008 masing-masing 150 Peso dan
Legal Research Fee masing-masing sebesar 10 Peso," ungkap Purwanto, kepada
Medcom.id, Rabu, 28 Maret 2018, di Manado.
Berdasarkan dokumen tersebut, ujar Purwanto, pihaknya juga yakin bahwa saudara perempuan tersebut merupakan WNI. Namun yang jadi pertanyaan sambungnya, kenapa kepadanya tidak diberikan Identitas sebagai WNI.
"Jika tidak memenuhi syarat kan seharusnya dicarikan solusi misalnya disuruh untuk melengkapi kekurangannya atau disuruh untuk meminta surat pindah ke Bitung dari Kedutaan Besar Indonesia di Manila atau Konsulat Jenderal Indonesia di Davao," pungkasnya.
Orang-orang seperti ini, tandasnya, jika saat ini masih tinggal di Filipina maka ia berhak untuk mendapatkan Paspor RI dan kemudian memohon izin tinggal kepada Biro Imigrasi setempat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)