Gunungkidul: Sugeng Aprianto penasaran saat melihat lebah di depan rumahnya, Dusun Ngrandu, Desa Katongan, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2005 silam. Lebah madu jenis Klanceng itu kemudian membuat Sugeng ingin mencoba budi daya untuk usaha.
Koloni lebah Klanceng itu berada di daun pintu di depan rumah Sugeng. "Itu koloni (lebah Klanceng) nempel di pintu dari bahan triplek," kata Sugeng di kediamannya Selasa, 17 Desember 2019.
Sugeng kemudian memindah koloni itu ke sebuah kotak rumah yang telah ia sediakan. Dalam beberapa hari, ia membuat lebah Klanceng ini menjadi lima koloni.
Praktis, ia kemudian memiliki lima sarang lebah. Hasil dari budi daya lumayan bagi keluarganya. "Niatnya buat konsumsi keluarga atau pribadi karena pas itu baru pulang merantau dari Jakarta, 14 tahun," ujarnya.
Akan tetapi, tetangga kanan-kiri rumahnya ikut tergiur. Sugeng diminta membudi daya lebah Klanceng lebih banyak dan diberikan ke para tetangganya.
Sugeng tak bisa menolak hal itu. Ia meminta tetangga membuat kotak untuk budi daya di rumah masing-masing. Namun, hasil budi daya di kampung tersebut baru terlihat sejak 2015 lalu.
Hasil itu bisa dilihat dari jumlah koloni yang saat ini mencapai 3.500. Jumlah ini belum termasuk yang ada di kelompok petani hutan Madu Sari Desa Katongan serta di sejumlah desa tetangga.
Ia mengingatkan kepada pembudi daya agar menyiapkan sumber pakan lebah yang cukup. Kotak rumah lebah Klanceng harus berjarak tak jauh dengan tanaman yang menghasilkan bunga mengandung nektar (sari dari bunga yang rasanya manis).
"Lebahnya ini tidak tidak gampang menyengat. Kalau mau budi daya harus fokus dan tidak gampang menyerah," kata dia.
Sugeng memberi gambaran, hasil panen madu lebah Klanceng terbilang besar. Dengan jumlah rumah yang banyak, pemilik bisa meraup hasil yang baik.
"Panennya tergantung kondisi lingkungan pakan lebah (klanceng). Kalau bagus, per liter madunya bisa Rp500 ribu sampai Rp600 ribu harganya," kata dia.
Ia mengakui, madu di tempatnya tak semuanya manis. Ada yang sedikit asam dan juga pahit. Rasa pahit ini muncul karena lebah mengambil nektar dari bunga pohon mahoni atau kaliandra.
Meski pahit, madu itu tetap layak dikonsumsi. Ia mengatakan budi daya madu di tempatnya menjadi percontohan di sejumlah daerah, seperti Jawa Barat, Banten, pulau Kalimantan, hingga Papua.
"Pahitnya madu hanya sedikit. Tetapi hasil budi daya ini bisa jadi membantu memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga warga di kampung sini," ungkapnya.
Gunungkidul: Sugeng Aprianto penasaran saat melihat lebah di depan rumahnya, Dusun Ngrandu, Desa Katongan, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2005 silam. Lebah madu jenis Klanceng itu kemudian membuat Sugeng ingin mencoba budi daya untuk usaha.
Koloni lebah Klanceng itu berada di daun pintu di depan rumah Sugeng. "Itu koloni (lebah Klanceng) nempel di pintu dari bahan triplek," kata Sugeng di kediamannya Selasa, 17 Desember 2019.
Sugeng kemudian memindah koloni itu ke sebuah kotak rumah yang telah ia sediakan. Dalam beberapa hari, ia membuat lebah Klanceng ini menjadi lima koloni.
Praktis, ia kemudian memiliki lima sarang lebah. Hasil dari budi daya lumayan bagi keluarganya. "Niatnya buat konsumsi keluarga atau pribadi karena pas itu baru pulang merantau dari Jakarta, 14 tahun," ujarnya.
Akan tetapi, tetangga kanan-kiri rumahnya ikut tergiur. Sugeng diminta membudi daya lebah Klanceng lebih banyak dan diberikan ke para tetangganya.
Sugeng tak bisa menolak hal itu. Ia meminta tetangga membuat kotak untuk budi daya di rumah masing-masing. Namun, hasil budi daya di kampung tersebut baru terlihat sejak 2015 lalu.
Hasil itu bisa dilihat dari jumlah koloni yang saat ini mencapai 3.500. Jumlah ini belum termasuk yang ada di kelompok petani hutan Madu Sari Desa Katongan serta di sejumlah desa tetangga.
Ia mengingatkan kepada pembudi daya agar menyiapkan sumber pakan lebah yang cukup. Kotak rumah lebah Klanceng harus berjarak tak jauh dengan tanaman yang menghasilkan bunga mengandung nektar (sari dari bunga yang rasanya manis).
"Lebahnya ini tidak tidak gampang menyengat. Kalau mau budi daya harus fokus dan tidak gampang menyerah," kata dia.
Sugeng memberi gambaran, hasil panen madu lebah Klanceng terbilang besar. Dengan jumlah rumah yang banyak, pemilik bisa meraup hasil yang baik.
"Panennya tergantung kondisi lingkungan pakan lebah (klanceng). Kalau bagus, per liter madunya bisa Rp500 ribu sampai Rp600 ribu harganya," kata dia.
Ia mengakui, madu di tempatnya tak semuanya manis. Ada yang sedikit asam dan juga pahit. Rasa pahit ini muncul karena lebah mengambil nektar dari bunga pohon mahoni atau kaliandra.
Meski pahit, madu itu tetap layak dikonsumsi. Ia mengatakan budi daya madu di tempatnya menjadi percontohan di sejumlah daerah, seperti Jawa Barat, Banten, pulau Kalimantan, hingga Papua.
"Pahitnya madu hanya sedikit. Tetapi hasil budi daya ini bisa jadi membantu memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga warga di kampung sini," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)