medcom.id, Yogyakarta: Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Zaenurrohman mengatakan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus berani mati. Jika ada calon yang tidak berani mati harus segera mundur.
"Jika tak berani mati, agenda pemberantasan korupsi akan berat. Jika tidak berani, ngapain melamar, lebih baik di rumah saja," kata Zaenurrohman saat konferensi pers bersama Koalisi Masyarakat Antikorupsi Yogyakarta di Kantor Pukat UGM, Jumat (28/8/2015).
Zaenurohman mengingatkan agar panitia seleksi calon pemimpin KPK tak memilih nama berdasarkan perwakilan dari latar belakang institusi asal. "Ini akan berbahaya bagi independensi dalam menjalankan kerja-kerjanya," ungkapnya.
Kepala Divisi Sipil Politik LBH Yogyakarta, Sarli Zulhendra mengaku kecewa pada panitia seleksi calon pemimpin KPK yang pada tahap awal tidak melakukan klarifikasi temuan masyarakat kepada calon yang bersangkutan. Meski begitu, ia mengapresiasi lantaran pada tahap berikutnya temuan itu langsung dilakukan klarifikasi.
Menurutnya, klarifikasi temuan masyarakat menjadi salah satu hal penting yang bisa menjadi pertimbangan layak-tidaknya calon. "Jika tidak layak, satu pilihan pansel, coret calonnya," ucap Sarli.
Sarli menambahkan, publik saat ini membutuhkan pemimpin KPK yang baru belajar memberantas korupsi. Ia pun meminta pansel memilih calon yang memiliki rekam jejak yang sudah jelas.
Beberapa hal yang menurutnya penting bagi calon pemimpin KPK yakni, ketaatan melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), memahami latar belakang berdirinya KPK, bersikap independen, berkinerja baik, serta tidak memiliki transaksi keuangan mencurigakan.
"Jika kategori itu tidak dimiliki, calon itu tidak layak," ujarnya.
medcom.id, Yogyakarta: Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Zaenurrohman mengatakan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus berani mati. Jika ada calon yang tidak berani mati harus segera mundur.
"Jika tak berani mati, agenda pemberantasan korupsi akan berat. Jika tidak berani,
ngapain melamar, lebih baik di rumah saja," kata Zaenurrohman saat konferensi pers bersama Koalisi Masyarakat Antikorupsi Yogyakarta di Kantor Pukat UGM, Jumat (28/8/2015).
Zaenurohman mengingatkan agar panitia seleksi calon pemimpin KPK tak memilih nama berdasarkan perwakilan dari latar belakang institusi asal. "Ini akan berbahaya bagi independensi dalam menjalankan kerja-kerjanya," ungkapnya.
Kepala Divisi Sipil Politik LBH Yogyakarta, Sarli Zulhendra mengaku kecewa pada panitia seleksi calon pemimpin KPK yang pada tahap awal tidak melakukan klarifikasi temuan masyarakat kepada calon yang bersangkutan. Meski begitu, ia mengapresiasi lantaran pada tahap berikutnya temuan itu langsung dilakukan klarifikasi.
Menurutnya, klarifikasi temuan masyarakat menjadi salah satu hal penting yang bisa menjadi pertimbangan layak-tidaknya calon. "Jika tidak layak, satu pilihan pansel, coret calonnya," ucap Sarli.
Sarli menambahkan, publik saat ini membutuhkan pemimpin KPK yang baru belajar memberantas korupsi. Ia pun meminta pansel memilih calon yang memiliki rekam jejak yang sudah jelas.
Beberapa hal yang menurutnya penting bagi calon pemimpin KPK yakni, ketaatan melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), memahami latar belakang berdirinya KPK, bersikap independen, berkinerja baik, serta tidak memiliki transaksi keuangan mencurigakan.
"Jika kategori itu tidak dimiliki, calon itu tidak layak," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAN)