Banyuwangi: Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, menyatakan wilayahnya tak ingin suplai beras impor. Alasannya, stok beras di Banyuwangi selalu surplus.
"Banyuwangi tidak perlu impor beras. Di sini selalu surplus, bahkan beras Banyuwangi dikirim ke berbagai daerah. Kemarin sudah saya rapatkan dengan dinas terkait, kita hitung neraca beras, dan jelas bahwa tidak perlu beras impor masuk daerah ini," kata Ipuk, di Banyuwangi, Senin, 22 Maret 2021.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi, produksi gabah kering giling (GKG) di Banyuwangi mencapai 788.971 ton atau setara 495.079 ton beras pada 2020. Sementara tingkat konsumsi beras sebesar 165.411 ton, sehingga pada 2020 terdapat surplus 329.668 ton beras.
Memasuki masa Januari-Maret 2021, produksi GKG Banyuwangi mencapai sebesar 158.892 ton atau setara 99.705 ton beras. Adapun tingkat konsumsi Januari-Maret 2021 sebesar 41.415 ton, sehingga terdapat surplus 58.290 ton beras.
"Riset kita, konsumsi beras per kapita warga Banyuwangi sekitar 94,47 kilogram per orang per tahun. Jadi kita sudah hitung, bahwa tahun 2021 ini kita targetkan produksi sekitar 491.000 ton beras, lalu tingkat konsumsi sekitar 165.000 ton, maka ada surplus 325.000 ton beras. Dengan surplus yang besar, tentu tidak perlu beras impor masuk Banyuwangi," bebernya.
Ipuk menegaskan, Banyuwangi tidak butuh impor beras. Ia khawatir beras impor bisa berakibat pada turunnya harga gabah petani.
“Kalau beras impor masuk, harga gabah petani bisa semakin tertekan. Makanya kami tidak ingin beras impor masuk ke Banyuwangi,” ujarnya.
Untuk meningkatkan nilai tambah petani, Ipuk mendorong pengembangan beras organik. Sejumlah lahan beras organik kini terus dikembangkan di Banyuwangi, serta rmemberi bantuan pupuk organik secara merata ke seluruh kecamatan dan desa.
"Dengan beras organik, ada nilai tambah yang bisa meningkatkan kesejahteraan petani," kata istri mantan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas itu.
Banyuwangi: Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, menyatakan wilayahnya tak ingin suplai beras impor. Alasannya, stok beras di Banyuwangi selalu surplus.
"Banyuwangi tidak perlu impor beras. Di sini selalu surplus, bahkan beras Banyuwangi dikirim ke berbagai daerah. Kemarin sudah saya rapatkan dengan dinas terkait, kita hitung neraca beras, dan jelas bahwa tidak perlu beras impor masuk daerah ini," kata Ipuk, di Banyuwangi, Senin, 22 Maret 2021.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi, produksi gabah kering giling (GKG) di Banyuwangi mencapai 788.971 ton atau setara 495.079 ton beras pada 2020. Sementara tingkat konsumsi beras sebesar 165.411 ton, sehingga pada 2020 terdapat surplus 329.668 ton beras.
Memasuki masa Januari-Maret 2021, produksi GKG Banyuwangi mencapai sebesar 158.892 ton atau setara 99.705 ton beras. Adapun tingkat konsumsi Januari-Maret 2021 sebesar 41.415 ton, sehingga terdapat surplus 58.290 ton beras.
"Riset kita, konsumsi beras per kapita warga Banyuwangi sekitar 94,47 kilogram per orang per tahun. Jadi kita sudah hitung, bahwa tahun 2021 ini kita targetkan produksi sekitar 491.000 ton beras, lalu tingkat konsumsi sekitar 165.000 ton, maka ada surplus 325.000 ton beras. Dengan surplus yang besar, tentu tidak perlu beras impor masuk Banyuwangi," bebernya.
Ipuk menegaskan, Banyuwangi tidak butuh impor beras. Ia khawatir beras impor bisa berakibat pada turunnya harga gabah petani.
“Kalau beras impor masuk, harga gabah petani bisa semakin tertekan. Makanya kami tidak ingin beras impor masuk ke Banyuwangi,” ujarnya.
Untuk meningkatkan nilai tambah petani, Ipuk mendorong pengembangan beras organik. Sejumlah lahan beras organik kini terus dikembangkan di Banyuwangi, serta rmemberi bantuan pupuk organik secara merata ke seluruh kecamatan dan desa.
"Dengan beras organik, ada nilai tambah yang bisa meningkatkan kesejahteraan petani," kata istri mantan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)