Yogyakarta: Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menekankan kejujuran saat mengikuti Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Orang tun pun harus legawa jika anaknya tak diterima di sekolah tujuan.
Pernyataan Sultan tersebut sebagai respon temuan dugaan kecurangan dalam PPDB di Yogyakarta. Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta menemukan modus nebeng di dalam kartu keluarga (KK) saudara atau keluarga yang dekat dengan sekolah yang dituju agar diterima lewat jalur zonasi.
"Begitu sudah diterima (di sekolah tujuan), kembali ke rumah asalnya. Itu memang pernah terjadi dan sudah kami pikirkan antisipasinya sebelum keputusan (Pergub PPDB) itu diterbitkan," kata Sultan di Yogyakarta, Selasa, 14 Juni 2022.
Sultan mengatakan fenomena tersebut butuh kebijaksanaan dari guru dan orang tua dalam mendidik anak untuk tidak harus atau memaksa dengan berbagai cara agar diterima di sekolah favorit. Menurut dia, anak seharusnya diberikan pemahaman orang yang pandai bisa bersekolah di tempat manapun.
Baca: Pemkab Bekasi Gandeng Saber Pungli Cegah Pungutan di PPDB Daring
Meski nilai anak itu bagus, lanjutnya, bisa meneruskan prestasinya di sekolah lain. Sultan menyatakan orang tua dan guru perlu menekankan keyakinan dan mental anak untuk bisa belajar di lokasi manapun.
"Kalau yang pandai juga ke sekolah lain yang mungkin rata-rata 7 dan dia mungkin mendapatkan 8, berarti dia bisa juara kelas. Tetapi kalau yang pintar semua jadi satu, juara kelase mung siji (hanya satu), kan bisa jadi problem sendiri bagi sekolah untuk melakukan branding. Ini kondisi riil yang terjadi di publik," kata dia.
Sultan menyadari seringnya terjadi persoalan dalam penerapan sistem zonasi di Yogyakarta meski sudah kian berkurang. Ia mengatakan beragam permasalahan itu perlahan bisa dipecahkan karena kecilnya wilayah Kota Yogyakarta. Ia mengatakan pendirian sekolah saat itu tidak mempertimbangkan jarak namun dengan mempertimbangkan ketersediaan lahan.
"Jadi akhirnya kita bisa menikmati sekolah seperti SMA 3, SMA 6 dan SMA 9. Ora ngomong jarak. Saya kira itu sudah kita pecahkan (masalahnya) beberapa tahun lalu. Bagaimana menyangkut itu bisa ada kompromi," ungkapnya.
Yogyakarta: Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menekankan kejujuran saat mengikuti
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Orang tun pun harus legawa jika anaknya tak diterima di sekolah tujuan.
Pernyataan Sultan tersebut sebagai respon temuan dugaan kecurangan dalam PPDB di Yogyakarta. Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta menemukan modus
nebeng di dalam kartu keluarga (KK) saudara atau keluarga yang dekat dengan sekolah yang dituju agar diterima lewat jalur zonasi.
"Begitu sudah diterima (di sekolah tujuan), kembali ke rumah asalnya. Itu memang pernah terjadi dan sudah kami pikirkan antisipasinya sebelum keputusan (Pergub PPDB) itu diterbitkan," kata Sultan di Yogyakarta, Selasa, 14 Juni 2022.
Sultan mengatakan fenomena tersebut butuh kebijaksanaan dari guru dan orang tua dalam mendidik anak untuk tidak harus atau memaksa dengan berbagai cara agar diterima di sekolah favorit. Menurut dia, anak seharusnya diberikan pemahaman orang yang pandai bisa bersekolah di tempat manapun.
Baca: Pemkab Bekasi Gandeng Saber Pungli Cegah Pungutan di PPDB Daring
Meski nilai anak itu bagus, lanjutnya, bisa meneruskan prestasinya di sekolah lain. Sultan menyatakan orang tua dan guru perlu menekankan keyakinan dan mental anak untuk bisa belajar di lokasi manapun.
"Kalau yang pandai juga ke sekolah lain yang mungkin rata-rata 7 dan dia mungkin mendapatkan 8, berarti dia bisa juara kelas. Tetapi kalau yang pintar semua jadi satu, juara kelase mung siji (hanya satu), kan bisa jadi problem sendiri bagi sekolah untuk melakukan branding. Ini kondisi riil yang terjadi di publik," kata dia.
Sultan menyadari seringnya terjadi persoalan dalam penerapan sistem zonasi di Yogyakarta meski sudah kian berkurang. Ia mengatakan beragam permasalahan itu perlahan bisa dipecahkan karena kecilnya wilayah Kota Yogyakarta. Ia mengatakan pendirian sekolah saat itu tidak mempertimbangkan jarak namun dengan mempertimbangkan ketersediaan lahan.
"Jadi akhirnya kita bisa menikmati sekolah seperti SMA 3, SMA 6 dan SMA 9.
Ora ngomong jarak. Saya kira itu sudah kita pecahkan (masalahnya) beberapa tahun lalu. Bagaimana menyangkut itu bisa ada kompromi," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)