Bandung: Kondisi carut marut dan kurang tertata terjadi di pemakaman Cikadut, Kota Bandung, yang juga merupakan salah satu kawasan heritage. Bahkan, perumahan jenis klaster telah dibangun di atas tanah pemakaman tersebut.
Akademisi dari Universitas Kristen Maranatha dan Fakultas Ilmu Budaya Unpad, yang juga merupakan Tokoh Masyarakat Tionghoa, Sugiri Kustedja mengatakan, berbagai bangunan liar dan permanen juga dibangun di atas tanah tersebut. Ditambah perataan tanah pemakaman yang dianggap sudah lama tak dikunjungi untuk dijadikan tempat parkir.
Menurut Sugiri, pemakaman di Cikadut sangat perlu dilestarikan karena memiliki nilai sejarah yang tinggi. Terlebih seperti yang disebutkan, pemakaman Cikadut merupakan heritage di Kota Bandung.
"Ada sejarah panjang etnis Tionghoa di sana. Sebenarnya kondisi di lokasi ini sebelum terjadinya Covid-19 belum separah sekarang. Tetapi sekarang kondisinya sudah sangat memprihatinkan," kata Sugiri di Kota Bandung, Kamis 1 Agustus 2024.
Sugiri mengatakan, kondisi jalan menuju lokasi pun sudah sangat memprihatinkan. Apalagi saat hujan turun jalanan sangat buruk karena selain banyaknya genangan air, juga memiliki lubang-lubang besar.
"Kondisi ini pun sudah kami sampaikan ke DPRD, dan pemerintah. Memang ternyata tanah Cikadut ini terbagi dua kepemilikannya yaitu milik Pemkot Bandung dan Pemkab Bandung," ucapnya.
Hanya saja hingga kini belum ada langkah nyata untuk memperbaiki kondisi di makam tersebut. Selain itu dinas yang mengurusi makam pun tidak memiliki data pasti terkait jumlah makam di sana.
Oleh karena itu Sugiri berharap ada peran serta pemerintah agar lahan di Cikadut ini bisa terselamatkan. Termasuk membatalkan rencana untuk membuat tempat pembuangan sampah sementara di kawasan tersebut.
"Khawatir nantinya hilir mudik kendaraan sampah yang besar-besar akan memperparah kondisi jalan di sana," ucapnya.
Pembina Komunitas Aleut Ridwan Hutagalung mengatakan, sejak tahun 2006, Komunitas Aleut rutin berkunjung ke TPU Cikadut. Hal itu dikarenakan ada sejumlah tokoh etnis Tionghoa yang berjasa untuk Kota Bandung.
"Semisal Letnan Tan Joen Liong, letnan terakhir Tionghoa yang ada di Kota Bandung. Selain itu ada pula makam yang berada di belakang makam yang biasa disebut 'white garden' yang berwarna putih. Uniknya tulisan di belakang white garden tersebut menggunakan Bahasa Armenia," katanya.
Ridwan mengatakan, Kondisi di sekitar white garden ini pun padahal di tahun sebelumnya masih terbilang rapi. Namun sekarang pagarnya sudah hilang. Nisannya pun kondisinya sudah berantakan ditambah sudah tertutup semak-semak.
Ridwan pun berharap agar pemerintah memberikan data atau mendata ulang siapa-siapa saja yang dimakamkan di TPU Cikadut ini. Ini karena sangat dimungkinkan banyak tokoh sejarah yang menjadikan makam ini tempat peristirahatan terakhir ini.
"Makam di sini merupakan situs cagar budaya yang dilestarikan. Bahkan ada yang umurnya sudah seratusan tahun lebih," katanya.
Ketua Bandung Heritage Aji Bimarsono menambahkan bahwa selama 37 tahun berdiri, Bandung Heritage masih menemukan situs cagar budaya yang dirusak. Bandung Heritage pun selalu mengkomunikasikan ini pada pemerintah namun belum berjalan mulus, terutama untuk mencari solusi yang terbaik yang bisa diterima semua pihak.
"Kita masih kesulitan sekali sehingga seringkali kita menemukan halangan untuk mencapai solusi terbaik. Kita memang selalu berpikir agar kedepannya permasalahan ini tidak ditemukan lagi," ujarnya.
Bandung: Kondisi carut marut dan kurang tertata terjadi di pemakaman Cikadut, Kota Bandung, yang juga merupakan salah satu kawasan heritage. Bahkan, perumahan jenis klaster telah dibangun di atas tanah pemakaman tersebut.
Akademisi dari Universitas Kristen Maranatha dan Fakultas Ilmu Budaya Unpad, yang juga merupakan Tokoh Masyarakat Tionghoa, Sugiri Kustedja mengatakan, berbagai bangunan liar dan permanen juga dibangun di atas tanah tersebut. Ditambah perataan tanah pemakaman yang dianggap sudah lama tak dikunjungi untuk dijadikan tempat parkir.
Menurut Sugiri, pemakaman di Cikadut sangat perlu dilestarikan karena memiliki nilai sejarah yang tinggi. Terlebih seperti yang disebutkan, pemakaman Cikadut merupakan heritage di Kota Bandung.
"Ada sejarah panjang etnis Tionghoa di sana. Sebenarnya kondisi di lokasi ini sebelum terjadinya Covid-19 belum separah sekarang. Tetapi sekarang kondisinya sudah sangat memprihatinkan," kata Sugiri di Kota Bandung, Kamis 1 Agustus 2024.
Sugiri mengatakan, kondisi jalan menuju lokasi pun sudah sangat memprihatinkan. Apalagi saat hujan turun jalanan sangat buruk karena selain banyaknya genangan air, juga memiliki lubang-lubang besar.
"Kondisi ini pun sudah kami sampaikan ke DPRD, dan pemerintah. Memang ternyata tanah Cikadut ini terbagi dua kepemilikannya yaitu milik Pemkot Bandung dan Pemkab Bandung," ucapnya.
Hanya saja hingga kini belum ada langkah nyata untuk memperbaiki kondisi di makam tersebut. Selain itu dinas yang mengurusi makam pun tidak memiliki data pasti terkait jumlah makam di sana.
Oleh karena itu Sugiri berharap ada peran serta pemerintah agar lahan di Cikadut ini bisa terselamatkan. Termasuk membatalkan rencana untuk membuat tempat pembuangan sampah sementara di kawasan tersebut.
"Khawatir nantinya hilir mudik kendaraan sampah yang besar-besar akan memperparah kondisi jalan di sana," ucapnya.
Pembina Komunitas Aleut Ridwan Hutagalung mengatakan, sejak tahun 2006, Komunitas Aleut rutin berkunjung ke TPU Cikadut. Hal itu dikarenakan ada sejumlah tokoh etnis Tionghoa yang berjasa untuk Kota Bandung.
"Semisal Letnan Tan Joen Liong, letnan terakhir Tionghoa yang ada di Kota Bandung. Selain itu ada pula makam yang berada di belakang makam yang biasa disebut 'white garden' yang berwarna putih. Uniknya tulisan di belakang white garden tersebut menggunakan Bahasa Armenia," katanya.
Ridwan mengatakan, Kondisi di sekitar white garden ini pun padahal di tahun sebelumnya masih terbilang rapi. Namun sekarang pagarnya sudah hilang. Nisannya pun kondisinya sudah berantakan ditambah sudah tertutup semak-semak.
Ridwan pun berharap agar pemerintah memberikan data atau mendata ulang siapa-siapa saja yang dimakamkan di TPU Cikadut ini. Ini karena sangat dimungkinkan banyak tokoh sejarah yang menjadikan makam ini tempat peristirahatan terakhir ini.
"Makam di sini merupakan situs cagar budaya yang dilestarikan. Bahkan ada yang umurnya sudah seratusan tahun lebih," katanya.
Ketua Bandung Heritage Aji Bimarsono menambahkan bahwa selama 37 tahun berdiri, Bandung Heritage masih menemukan situs cagar budaya yang dirusak. Bandung Heritage pun selalu mengkomunikasikan ini pada pemerintah namun belum berjalan mulus, terutama untuk mencari solusi yang terbaik yang bisa diterima semua pihak.
"Kita masih kesulitan sekali sehingga seringkali kita menemukan halangan untuk mencapai solusi terbaik. Kita memang selalu berpikir agar kedepannya permasalahan ini tidak ditemukan lagi," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)