Sejumlah wisatawan saat berwisata di kawasan Candi Borobudur Magelang. Foto: Medcom.id /Mustaqim
Sejumlah wisatawan saat berwisata di kawasan Candi Borobudur Magelang. Foto: Medcom.id /Mustaqim

Kawasan Candi Borobudur Disarankan Bebas Emisi Karbon

Ahmad Mustaqim • 11 Juni 2022 22:30
Yogyakarta: Tenaga Ahli Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Yoyok Wahyu Subroto, mengusulkan adanya upaya untuk menjadikan Borobudur sebagai kawasan yang bebas emisi karbon. Ia menilai dengan bebas dari emisi karbon itu bertujuan menjaga dan melestarikan bangunan peninggalan abad ke delapan tersebut.
 
"Jika kita tidak mampu merawat maka janganlah sekali-kali merusaknya," kata Yoyok dalam keterangan tertulis, Sabtu, 11 Juni 2022.
 
Baca: Pengelola Usulkan 3 Kategori Pengunjung Bisa Naik Borobudur Gratis

Dosen Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik UGM itu menyebut usulan itu semata untuk melindungi bangunan bersejarah yang batunya sudah terus terkikis. Ia mengatakan pembatasan pengunjung yang naik ke batuan candi sudah seharusnya dibatasi.
 
Ia mengatakan geseran kaki dari ribuan orang pengunjung setiap harinya menjadi salah satu penyebab pengikisan batuan candi.
 
"Selain faktor alam, apabila tidak dibatasi jumlah pengunjung yang menaiki candi dikhawatirkan gesekan kaki ribuan pengunjung setiap harinya akan menyebabkan pengikisan batu batu candi. Apalagi jika ada pengunjung yang sampai naik ke bagian stupa," jelasnya.
 
Menurutnya kebijakan membatasi pengunjung yang naik ke bangunan candi memang bisa merugikan dari sisi ekonomi terkait penerimaan negara dari sisi sektor pariwisata. Akan tetapi, kata Yoyok, dari sisi arsitektur bangunan bersejarah dan bidang ilmu arkeologi, diperlukan upaya untuk mempertahankan tingkat keaslian bangunan candi dari relief hingga stupa.
 
"Perlu ada sinergi antara kebijakan upaya pelestarian dan pariwisata untuk saling konsolidasi dan kolaborasi," ungkapnya
 
Kepala Balai Konservasi Borobudur, Wiwit Kasiyati mengatakan Candi Borobudur harus dipertahankan keaslian bangunannya sebagai bagian dari situs warisan dunia. Menurutnya ancaman kerusakan tidak hanya dari beban jumlah pengunjung yang menaiki bangunan candi setiap harinya namun juga berasal dari ancaman kerusakan dari faktor alam.
 
"Terjadi kerusakan lain dari faktor alam berupa panas dan hujan mempengaruhi batuan dan relief. Kondisi semakin ke sini makin mengalami kerusakan," kata Wiwit.
 
Sejak tahun 1983, kata Wiwit, pihaknya setiap tahun terus melakukan memonitor kondisi batu candi, perekatan batu candi, mengukur tingkat kerusakan pengelupasan dan sedimentasi hingga lubang alveol candi. Ia menyebutkan tingkat kerusakan batu tangga dan lantai mengalami kenaikan.
 
"Kenaikan nilai keausan capai 0,175 cm per tahun, secara akumulasi 3,95 cm jadi akumulasi nilai keausan dari tahun 1984 hampir sampai 4 cm," ungkapnya.
 
Meskipun candi Borobudur sekarang ini didukung beton bertulang, namun pada bagian stupa teras tidak ada beton bertulang. Ia mengatakan kondisi itu berisiko sewaktu-waktu terjadi kerusakan.
 
"Kami melarang pengunjung naik ke stupa. Akibat beban pengunjung, deformasi vertikal capai 2,200 sentimeter. Karenanya kami tetap hati-hati menjaga kelestarian dari candi Borobudur," ujarnya.
 
Terkait rencana pemerintah untuk menetapkan Candi Borobudur sebagai destinasi wisata super prioritas, kata Wiwit, para pengunjung yang naik ke bangunan candi akan menggunakan pemandu yang sudah bersertifikat dari Unesco. Wiwit menegaskan bahwa pengunjung yang tidak naik ke struktur bangunan candi juga bisa memperoleh informasi soal Borobudur.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan