Agam: Kecamatan Tanjungmutiara, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, merupakan satu-satunya kecamatan di kabupaten ini yang memiliki laut dengan garis pantai sepanjang 43 kilometer yang berhadapan dengan Samudera Hindia.
Kecamatan Tanjungmutiara memiliki dua dari empat nagari atau desa adat yang berada di sepanjang garis pantai tersebut dan pada umumnya masyarakat tinggal di pantai itu. Pada umumnya masyarakat sepanjang pantai itu bermata pencarian sebagai nelayan, berdagang, perajin skala usaha mikro, kecil menengah, berkebun, dan usaha lainnya.
Dengan berhadapan pada Samudera Hindia, gelombang pasang cukup besar ditambah tidak adanya pulau besar yang bisa menghambat terjangan gelombang pasang. Akibatnya, gelombang pasang itu memicu abrasi pantai kemudian menggerus daratan di sepanjang garis pantai tersebut.
Penggerusan daratan ini disebabkan tidak adanya pemecah ombak yang dipasang di sepanjang garis pantai dengan bentangan 2,5 kilometer, dari Muaro Putih sampai Jorong Masang.
Kondisi itu menyebabkan abrasi pantai hampir terjadi setiap tahunnya semenjak puluhan tahun silam. Akibatnya, kampung Padang Subaliak, Padang Masang, dan Muaro Putih habis dan berubah menjadi lautan.
Sekretaris Kerapatan Adat Nagari (KAN) Tiku Lima Jorong, Agusmaidi, menyatakan abrasi itu terjadi semenjak puluhan tahun lalu, yang mengakibatkan kampung warga berubah menjadi lautan.
Kampung pertama dengan nama Kampuang Padang Masang merupakan tempat orang tuannya lahir dan daerah itu habis akibat abrasi. Setelah itu, warga termasuk ayah dari orang tuanya membangun rumah di Padang Subaliak dengan jarak dari bibir pantai sekitar 1,5 meter, agar lebih aman dari gelombang.
Padang Subaliak merupakan kampung kelahirannya dan tempat ia bermain dengan teman-temannya sekitar 50 tahun silam. Namun, perkampungan itu kembali diterjang abrasi pantai sehingga pada 2014 kampung itu ditinggalkan warganya ke lokasi baru dengan jarak sekitar 500 meter dari bibir pantai.
Setidaknya, ada sekitar 242 unit rumah, masjid, pusat kesehatan, dan bangunan lainnya yang rusak diterjang abrasi di Padang Subaliak. Saat ini, hanya tinggal beberapa puing bangunan rumah dan masjid yang berada di tepi pantai.
Dengan kondisi itu, maka satu kampung dihuni oleh satu generasi dan ia merupakan generasi kedua. Saat ini, jarak permukiman sekarang tempat anaknya lahir hanya tinggal sekitar 400 meter dari bibir pantai dan apabila ini tidak diatasi, maka perkampungan itu bakal kembali hilang. Mengulang sejarah bencana lingkungan.
Selain itu, lahan perkebunan kelapa sawit milik Koperasi Unit Desa (KUD) Tiku Lima Jorong, dengan luas areal sekitar 100 hektare, pun sudah habis. Di lokasi itu para nelayan juga kesulitan mencari ikan di sepanjang perairan akibat banyak bangunan dan pohon.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Agam: Kecamatan Tanjungmutiara, Kabupaten Agam,
Sumatra Barat, merupakan satu-satunya kecamatan di kabupaten ini yang memiliki laut dengan
garis pantai sepanjang 43 kilometer yang berhadapan dengan Samudera Hindia.
Kecamatan Tanjungmutiara memiliki dua dari empat nagari atau desa adat yang berada di sepanjang garis pantai tersebut dan pada umumnya masyarakat tinggal di pantai itu. Pada umumnya masyarakat sepanjang pantai itu bermata pencarian sebagai nelayan, berdagang, perajin skala usaha mikro, kecil menengah, berkebun, dan usaha lainnya.
Dengan berhadapan pada Samudera Hindia, gelombang pasang cukup besar ditambah tidak adanya pulau besar yang bisa menghambat terjangan gelombang pasang. Akibatnya,
gelombang pasang itu memicu abrasi pantai kemudian menggerus daratan di sepanjang garis pantai tersebut.
Penggerusan daratan ini disebabkan tidak adanya pemecah ombak yang dipasang di sepanjang garis pantai dengan bentangan 2,5 kilometer, dari Muaro Putih sampai Jorong Masang.
Kondisi itu menyebabkan abrasi pantai hampir terjadi setiap tahunnya semenjak puluhan tahun silam. Akibatnya, kampung Padang Subaliak, Padang Masang, dan Muaro Putih habis dan berubah menjadi lautan.
Sekretaris Kerapatan Adat Nagari (KAN) Tiku Lima Jorong, Agusmaidi, menyatakan abrasi itu terjadi semenjak puluhan tahun lalu, yang mengakibatkan kampung warga berubah menjadi lautan.
Kampung pertama dengan nama Kampuang Padang Masang merupakan tempat orang tuannya lahir dan daerah itu habis akibat abrasi. Setelah itu, warga termasuk ayah dari orang tuanya membangun rumah di Padang Subaliak dengan jarak dari bibir pantai sekitar 1,5 meter, agar lebih aman dari gelombang.
Padang Subaliak merupakan kampung kelahirannya dan tempat ia bermain dengan teman-temannya sekitar 50 tahun silam. Namun, perkampungan itu kembali diterjang abrasi pantai sehingga pada 2014 kampung itu ditinggalkan warganya ke lokasi baru dengan jarak sekitar 500 meter dari bibir pantai.
Setidaknya, ada sekitar 242 unit rumah, masjid, pusat kesehatan, dan bangunan lainnya yang rusak diterjang abrasi di Padang Subaliak. Saat ini, hanya tinggal beberapa puing bangunan rumah dan masjid yang berada di tepi pantai.
Dengan kondisi itu, maka satu kampung dihuni oleh satu generasi dan ia merupakan generasi kedua. Saat ini, jarak permukiman sekarang tempat anaknya lahir hanya tinggal sekitar 400 meter dari bibir pantai dan apabila ini tidak diatasi, maka perkampungan itu bakal kembali hilang. Mengulang sejarah bencana lingkungan.
Selain itu, lahan perkebunan kelapa sawit milik Koperasi Unit Desa (KUD) Tiku Lima Jorong, dengan luas areal sekitar 100 hektare, pun sudah habis. Di lokasi itu para nelayan juga kesulitan mencari ikan di sepanjang perairan akibat banyak bangunan dan pohon.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)