ANTARA/Rudi Mulya
ANTARA/Rudi Mulya

Nyepi di Surabaya Tanpa Ogoh-Ogoh

29 Maret 2014 09:26
medcom.id, Surabaya: Hari Nyepi yang jatuh pada 31 Maret dirayakan di Surabaya tanpa arak-arakan "ogoh-ogoh" seperti tahun-tahun sebelumnya untuk menghormati masa kampanye.
 
"Sikap toleransi ditampilkan Persatuan Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Surabaya untuk menghormati agenda demokrasi Pemilihan Legislatif 2014," kata Ketua PHDI Surabaya Wayan Suraba di Surabaya, Sabtu (29/3).
 
Ia mengaku pihaknya tetap menghargai keinginan umat Hindu untuk tetap menampilkan Ogoh-ogoh pada perayaan Nyepi, tetapi pihaknya meminta ogoh-ogoh sebagai simbol kejahatan itu tak perlu dengan ritual arak-arakan seperti tahun-tahun sebelumnya.

"Ritual arak-arakan ogoh-ogoh biasanya dilakukan satu hari sebelum puncak peringatan Nyepi, atau berbarengan dengan pelaksanaan sembahyang Tawur Agung Kesanga, jadi tahun ini akan dilaksanakan pada hari Minggu (30/3) yang masih dalam masa kampanye," katanya.
 
Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada umat Hindu di seluruh Kota Surabaya, agar tetap melaksanakan persembahyangan Tawur Agung Kesanga di masing-masing Pura, menjelang Nyepi, meski tanpa mengarak ogoh-ogoh sebagai simbol kejahatan itu.
 
Terkait kebijakan peniadaan arak-arakan itu, Ketua Pelaksana Nyepi 2014 di Pura Agung Jagad Karana, I Made Sutarya, menambahkan pihaknya telah menyampaikan kepada umat Hindu di Surabaya dan sekitarnya tentang kebijakan itu.
 
"Kami sudah sampaikan kabar itu dan umat Hindu dapat memahami karena Minggu (30/3) saat persembahyangan Tawur Agung Kesanga memang masih dalam masa kampanye Pileg 2014," katanya.
 
Sementara itu, pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jawa Timur menyatakan siap mengawal pemilu yang berdaulat yakni penyerahan sepenuhnya mandat kepemimpinan nasional kepada rakyat melalui pemilihan yang bebas sesuai hati nurani.
 
"Pemilu kali ini harus benar-benar didasari atas pilihan rasionalitas politik rakyat terhadap calon pemimpinnya," kata Wakil Ketua KNPI Jatim, Fairouz Huda Anggasuto.
 
Menurut mantan Ketua Umum PMII Jawa Timur itu, pemilu harus dibersihkan dari dinamika politik yang transaksional, karena politik transaksional itu cukup berbahaya bagi masa depan bangsa Indonesia.
 
"Politik transaksional akan memunculkan para pemimpin, baik legislatif maupun eksekutif, yang hanya bermodal kapital-logistik yang melimpah, sehingga ruang bagi para calon pemimpin yang jujur untuk melaju akan semakin sempit, karena itu pemilu yang berdaulat," katanya. (Ant)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan