Bantul: Early warning system (EWS) atau sistem peringatan dini kebencanaan di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tak lagi berfungsi. Padahal keberadaan EWS mengingat kerawanan bencana di pesisir selatan Yogyakarta.
"Yang rusak dua EWS tsunami dan dua EWS longsor serta banjir," kata Manajer Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul, Aka Luk Luk Firmansyah, Rabu, 12 Juli 2023.
Dua EWS tsunami ini berada di Desa Srigading, Kecamatan Sanden. Sementara, dua EWS longsor rusak berada di Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo dan EWS banjir di Kecamatan Imogiri.
Firmansyah mengatakan kerusakan EWS tsunami karena beberapa elemen penggerak terlambat ditangani, juga karena termakan usia. Terutama pada bagian aki dan klakson perlu diperbaiki.
"Kalau EWS tsunami ini ada 29 totalnya di (Kabupaten) Bantul, letaknya di pesisir selatan. Dengan dua EWS rusak, masih ada 27 (EWS) yang masih berfungsi," kata dia.
Sementara, EWS tanah longsor masih ada tiga unit yang berfungsi. Selain itu, EWS banjir di Kecamatan Imogiri masih ada empat bisa dipakai.
Yogyakarta termasuk daerah rawan bencana, termasuk gempa bumi dan tsunami, di wilayah Kabupaten Bantul. BMKG mencatat gempa bumi sejak 2008-2023 di Yogyakarta sudah ratusan ribu kali, meskipun sebagian besar tak terasa.
Peristiwa terakhir gempa yang dirasakan masyarakat di Kabupaten Bantul yakni pada 30 Juni 2023. Saat itu gempa berkekuatan magnitudo 6, kedalaman 67 kilometer, dan berpusat di Samudra Hindia.
Selain itu, kawasan pesisir selatan Yogyakarta memiliki ancaman gempa berkekuatan magnitudo 8.7 atau megathrust. Gempa berkekuatan besar itu bisa memicu tsunami dengan ketinggian air maksimal 21 meter.
BMKG memiliki 9 titik alat sensor terpasang di DIY untuk memantau gempa dan tsunami, dan dua di antaranya berada di Kabupaten Bantul. Sensor dari alat tersebut akan mengirimkan sinyal saat terjadi gempa bumi dalam waktu 2 menit. Data dari sensor itu kemudian dihitung dan memberikan informasi telah terjadi gempa bumi.
Bantul:
Early warning system (EWS) atau sistem peringatan dini kebencanaan di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tak lagi berfungsi. Padahal keberadaan EWS mengingat kerawanan bencana di pesisir selatan Yogyakarta.
"Yang rusak dua EWS tsunami dan dua EWS longsor serta banjir," kata Manajer Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul, Aka Luk Luk Firmansyah, Rabu, 12 Juli 2023.
Dua EWS tsunami ini berada di Desa Srigading, Kecamatan Sanden. Sementara, dua EWS longsor rusak berada di Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo dan EWS banjir di Kecamatan Imogiri.
Firmansyah mengatakan kerusakan EWS tsunami karena beberapa elemen penggerak terlambat ditangani, juga karena termakan usia. Terutama pada bagian aki dan klakson perlu diperbaiki.
"Kalau EWS tsunami ini ada 29 totalnya di (Kabupaten) Bantul, letaknya di
pesisir selatan. Dengan dua EWS rusak, masih ada 27 (EWS) yang masih berfungsi," kata dia.
Sementara, EWS tanah longsor masih ada tiga unit yang berfungsi. Selain itu, EWS banjir di Kecamatan Imogiri masih ada empat bisa dipakai.
Yogyakarta termasuk daerah rawan bencana, termasuk gempa bumi dan tsunami, di wilayah Kabupaten Bantul. BMKG mencatat gempa bumi sejak 2008-2023 di Yogyakarta sudah ratusan ribu kali, meskipun sebagian besar tak terasa.
Peristiwa terakhir gempa yang dirasakan masyarakat di Kabupaten Bantul yakni pada 30 Juni 2023. Saat itu gempa berkekuatan magnitudo 6, kedalaman 67 kilometer, dan berpusat di Samudra Hindia.
Selain itu,
kawasan pesisir selatan Yogyakarta memiliki ancaman gempa berkekuatan magnitudo 8.7 atau megathrust. Gempa berkekuatan besar itu bisa memicu tsunami dengan ketinggian air maksimal 21 meter.
BMKG memiliki 9 titik alat sensor terpasang di DIY untuk memantau gempa dan tsunami, dan dua di antaranya berada di Kabupaten Bantul. Sensor dari alat tersebut akan mengirimkan sinyal saat terjadi gempa bumi dalam waktu 2 menit. Data dari sensor itu kemudian dihitung dan memberikan informasi telah terjadi gempa bumi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)