Agung Purnomo (tengah) saat di LBH Yogyakarta. Medcom.id/Ahmad Mustaqim
Agung Purnomo (tengah) saat di LBH Yogyakarta. Medcom.id/Ahmad Mustaqim

Wali Murid di Kulon Progo Diduga Disekap Usai Pertanyakan Pengadaan Seragam Sekolah

Ahmad Mustaqim • 03 Oktober 2022 18:47
Yogyakarta: Agung Purnomo dengan emosional dan menahan air mata bercerita kejadian penyekapan yang dialami. Ia disekap sejumlah pejabat Kabupaten Kulon Progo karena mempertanyakan pengadaan seragam di SMAN 1 Wates. 
 
Agung dikepung delapan orang di sebuah ruangan kantor Satpol PP Kabupaten Kulon Progo pada 29 September 2022. Padahal, Agung hanya ingin mencari jawaban persoalan pengadaan seragam di SMA tempat anaknya sekolah. 
 
"Pertanyaan sederhana, kenapa uang Rp1,7 juta hanya dapat bahan kain. Katanya (nilai itu) standar dan wajar. Saya tidak dapat jawaban memuaskan," kata Agung ditemui di Kantor LBH Yogyakarta, Senin, 3 Oktober 2022. 

Kain yang diberikan sekolah dengan nominal tersebut dinilai tak pantas. Bahkan sama sekali tak seimbang.
 
Kain yang masih harus dibawa ke tukang jahit itu dinilai tak layak digunakan. Nominal yang dibayarkan orang tua siswa ada yang lebih dari Rp1,7 juta, bahkan hingga di atas Rp2 juta. 
 
Baca: Polisi Segera Tetapkan Tersangka Kasus Penyekapan dan Eksploitasi Remaja di Jakbar
 
"Mohon maaf, apabila njenengan salat berjamaah di (Masjid) SMAN 1 Wates, kalau pas sujud tampak ada warna-warni di pantat siswa itu bukan pelangi. Itu kain (seragam) sekolah yang tampak cela dalamnya," ujarnya. 
 
Agung sempat mencari perbandingan harga dan kualitas barang yang lebih baik di sejumlah toko. Bahkan, kata dia, kain yang ada di sejumlah toko yang ia datangi tanpa menawar harga dan beli secara eceran memiliki kualitas jauh lebih baik. 
 
Penjelasan Agung tersebut ia bicarakan saat dihadapi 8 orang di salah satu ruangan Kantor Satpol PP Kabupaten Kulon Progo. Sebanyak 8 orang itu terdiri atas dua pejabat di Satpol PP, kepala SMAN 1 Wates, perwakilan paguyuban orang tua siswa, dua orang wakil kepala SMAN 1 Wates, hingga pihak komite sekolah. 
 
"Saya merasa diintimidasi ditanya apa motivasi menanyakan pengadaan seragam di sekolah. Apakah kamu ingin bikin gaduh. Kamu alumni (alumnus) SMAN 2 Wates, ngapain bikin gaduh di SMAN 1 Wates," kata Agung menceritakan kejadian akhir bulan lalu. 
 
Apa yang ditanyakan sejumlah orang yang ditujukan kepadanya itu tak relevan. Apalagi membawa embel-embel dari mana dirinya dulu menempuh studi jenjang menengah atas. Selain itu, ia sudah mengadu ke mana saja. 
 
Lelaki berstatus ASN di Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kabupaten Kulon Progo ini sempat diancam dengan nada bicara tinggi. Orang yang mengancam itu lebih muda dibanding dirinya. 
 
"'Kamu gak sopan sampai di sini? Maksudmu opo?' Mendekati ke saya. Ngomong, 'Wis dirampungke ning kene wae'," katanya menirukan. 
 
Agung sudah ketakutan dalam situasi itu. Dalam benaknya, ia akan dihabisi dengan cara dibakar atau dimutilasi. Pasalnya, tak jauh dari kantor tersebut terdapat sebuah perkebunan dan taman publik yang jarang dikunjungi warga. 
 
"Mungkin akhir hayat saya di tempat ini. Itu yang ada di benak saya," ungkap lelaki yang juga penyidik PPNS di Kabupaten Kulon Progo ini. 
 
Tak lama berselang, seorang yang berstatus sebagai komite SMAN 1 Wates menengahi agar tidak seperti menghakimi. Lelaki komite sekolah itu mengutarakan tujuannya mendatangkan Agung untuk menggali informasi dan bukan menghakimi. 
 
Agung hanya terdiam mendengar pernyataan komite sekolah itu. Agung mengibaratkan tak lagi mendengarkan apapun isi pembicaraan 8 orang selain hati dan pikirannya. Namun, ada salah seorang yang sempat mengatakan Agung tak bisa keluar ruangan sebelum memberikan jawaban dan menjelaskan motif mempertanyakan pengadaan seragam di SMAN 1 Wates. 
 
Tindakan penyekapan dan intimidasi di ruang Satpol PP itu sudah salah kaprah. Selain dilakukan saat masih jam kerja, kantor tersebut tak memiliki kewenangan.
 
Apapun kebijakan yang diambil SMAN 1 Wates semestinya menjadi porsi Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY. Jika ada instansi lebih dekat, ada Balai Pendidikan Dasar Menengah Kabupaten Kulon Progo yang berjarak sekitar 200 meter dari sekolah. Sementara, kantor Satpol PP Kulon Progo berjarak 1 kilometer dengan sekolah. 
 
"Kalian jauh-jauh ingin mengintimidasi saya. Cara premean untuk membungkam. Insyaallah saya tak akan menyerah," ungkapnya. 
 
Meski dirinya sebagai ASN, Agung menyebut masih banyak orang tua siswa miskin yang harus banting tulang untuk sekadar bisa membayar biaya seragam agar sama dengan siswa lain. 
 
"Kalian itu guru pendidik tetapi tak punya hati nurani," kata dia. 
 
Sementara itu, Penjabat Bupati Kulon Progo, Tri Saktiyana, menyebut peristiwa itu sebagai konflik sesama wali murid dan ASN. Pasalnya, 9 orang di ruang Satpol PP tersebut berstatus ASN. Selain Agung, sejumlah orang di peristiwa itu juga berstatus wali murid di SMAN 1 Wates. Menurut dia, kebetulan tempat kejadiannya di Kantor Satpol PP. 
 
"Jadi setting-nya begitu. Keduanya beda pendapat. Yang satu pengen pengadaan barang yang satu tidak. Beberapa kali sudah pernah ketemu di tempat lain. Kebetulan yang terakhir bertemu di ruang Pol PP," ujarnya. 
 
Ia menyebut tak ada intimidasi dalam peristiwa itu. Tri menyebut karakter Agung sebagai PPNS merupakan pemberani dan tangguh. Terkait dugaan pelanggaran disiplin PNS, ia belum bisa menjawab. 
 
"Nanti ada inspektorat daerah menelisik kondisinya. Kami minta inspektorat membantu sebenarnya seperti apa. Janjane (sebetulnya) gak ada kaitannya dengan jabatan-jabatan orang tersebut. Kebetulan ada yang jadi PPNS, Pol PP," kata dia. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan