medcom.id, Jakarta: Sebagian besar masyarakat adat di seluruh Indonesia menilai negara sering kali abai terhadap eksistensi mereka di wilayah hukum adat. Negara hanya hadir dalam bentuk aparat yang siap siaga mengusir warga dari kampung halamannya.
Kepala Adat Desa Jamu, Kabupaten Sumbawa, Datuk Pekasa, Edi Kuswanto mengaku kampungnya sering kali mendapat aksi pengusiran dari pihak negara. Dia menuding negara yang diwakili Dinas Kehutanan Provinsi NTB menjadi kaki tangan perusahaan untuk mengusir mereka dari wilayah adat yang diwarisi dari leluhur mereka.
"Pada 2011, pihak kehutanan provinsi menginstruksi dalam 1 minggu harus mengosongkan tempat ini (Desa Jamu) karena kalian (kami) menempati rumah di atas emas," keluh Datuk Pekasa di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta, Selasa, (20/5/2014).
Atas upaya perampasan oleh negara melalui aparat, Datuk Pekasa tidak sanggup mengakui negara ini telah merdeka, kendati sudah berusia 68 tahun. "Apa itu kata merdeka? Kami tidak mengenal," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Kasus Desa Jamu menjadi salah satu upaya menghilangkan eksistensi masyarakat adat beserta hak-haknya dengan mengalihkan lahan adat menjadi lahan pemenuhan kepentingan pemilik modal.
Menyikapi hal itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meluncurkan program penyelidikan secara sistematis dan transparan terhadap masalah HAM masyarakat adat. Komnas HAM menamakannya dengan Inkuiri Nasional.
Menurut anggota Komnas HAM Sandrayati Moniaga, Inkuiri Nasional menjadi salah satu terobosan untuk mewadahi keluhan masyarakat adat yang hak-hak mereka dirampas oleh negara.
Sandra menambahkan dalam Inkuiri bahwa pihaknya melibatkan masyarakat untuk menyampaikan permasalahan pola-pola pelanggaran HAM yang sedang dihadapi. Salah satunya melalui public hearing di tujuh wilayah di seluruh Indonesia selama sembilan bulan ke depan. "Bukan hanya mengangkat kasus, melainkan juga mencari penyelesaiannya," kata Sandra menjelaskan.
Sandra menegaskan upaya Inkuiri Nasional yang baru pertama kali dilaksanakan ini tidak hanya sekadar rekomendasi atas temuan dari lapangan, tapi diarahkan untuk memicu perubahan kebijakan terhadap hak-hak masyarakat adat bukan ke meja hijau.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi melalui keputusan MK No 35/PUU-X/2012 telah memberikan jaminan tentang hak masyarakat hukum adat. Salah satu mantan hakim MK yang ikut merumuskan keputusan MK 35, mengaku negara harus menjamin hak-hak masyarakat adat. Terutama kawasan hutan adat yang selama ini dianggap sebagai hutan negara.
"Ada hutan yang langsung dikuasai oleh negara. Ada yang tidak langsung dikuasai oleh negara, tapi dikuasai oleh masyarakat adat," terang Ahmad Sodiki dalam kesempatan yang sama.
medcom.id, Jakarta: Sebagian besar masyarakat adat di seluruh Indonesia menilai negara sering kali abai terhadap eksistensi mereka di wilayah hukum adat. Negara hanya hadir dalam bentuk aparat yang siap siaga mengusir warga dari kampung halamannya.
Kepala Adat Desa Jamu, Kabupaten Sumbawa, Datuk Pekasa, Edi Kuswanto mengaku kampungnya sering kali mendapat aksi pengusiran dari pihak negara. Dia menuding negara yang diwakili Dinas Kehutanan Provinsi NTB menjadi kaki tangan perusahaan untuk mengusir mereka dari wilayah adat yang diwarisi dari leluhur mereka.
"Pada 2011, pihak kehutanan provinsi menginstruksi dalam 1 minggu harus mengosongkan tempat ini (Desa Jamu) karena kalian (kami) menempati rumah di atas emas," keluh Datuk Pekasa di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta, Selasa, (20/5/2014).
Atas upaya perampasan oleh negara melalui aparat, Datuk Pekasa tidak sanggup mengakui negara ini telah merdeka, kendati sudah berusia 68 tahun. "Apa itu kata merdeka? Kami tidak mengenal," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Kasus Desa Jamu menjadi salah satu upaya menghilangkan eksistensi masyarakat adat beserta hak-haknya dengan mengalihkan lahan adat menjadi lahan pemenuhan kepentingan pemilik modal.
Menyikapi hal itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meluncurkan program penyelidikan secara sistematis dan transparan terhadap masalah HAM masyarakat adat. Komnas HAM menamakannya dengan Inkuiri Nasional.
Menurut anggota Komnas HAM Sandrayati Moniaga, Inkuiri Nasional menjadi salah satu terobosan untuk mewadahi keluhan masyarakat adat yang hak-hak mereka dirampas oleh negara.
Sandra menambahkan dalam Inkuiri bahwa pihaknya melibatkan masyarakat untuk menyampaikan permasalahan pola-pola pelanggaran HAM yang sedang dihadapi. Salah satunya melalui public hearing di tujuh wilayah di seluruh Indonesia selama sembilan bulan ke depan. "Bukan hanya mengangkat kasus, melainkan juga mencari penyelesaiannya," kata Sandra menjelaskan.
Sandra menegaskan upaya Inkuiri Nasional yang baru pertama kali dilaksanakan ini tidak hanya sekadar rekomendasi atas temuan dari lapangan, tapi diarahkan untuk memicu perubahan kebijakan terhadap hak-hak masyarakat adat bukan ke meja hijau.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi melalui keputusan MK No 35/PUU-X/2012 telah memberikan jaminan tentang hak masyarakat hukum adat. Salah satu mantan hakim MK yang ikut merumuskan keputusan MK 35, mengaku negara harus menjamin hak-hak masyarakat adat. Terutama kawasan hutan adat yang selama ini dianggap sebagai hutan negara.
"Ada hutan yang langsung dikuasai oleh negara. Ada yang tidak langsung dikuasai oleh negara, tapi dikuasai oleh masyarakat adat," terang Ahmad Sodiki dalam kesempatan yang sama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PRI)