Makassar: Bea Cukai Makassar telah selesai melakukan pemeriksaan terhadap salah satu jemaah haji yang memamerkan perhiasan emas sepulang menjalankan ibadah haji, berupa cincin, gelang, dan kalung.
Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Bea Cukai Makassar Ria Novika Sari pun menyebutkan berdasarkan hasil pemeriksaan setelah dilakukan konfirmasi dan keterangan, termasuk kunjungan ke kediaman bersangkutan, ternyata perhiasan itu adalah imitasi.
"Berdasarkan penelitian kami, barang tersebut sudah kami koordinasikan juga dengan pegadaian dan dari pegadaian menyimpulkan bahwa barang tersebut bukan emas, begitu hasilnya. kemungkinan seperti itu (palsu)," sebut Ria Novika, Selasa, 11 Juli 2023.
Sunarti Daeng Kanang, haji yang mengenakan perhiasan secara berlebihan juga mengakui emas ia kenakan palsu meski dibeli di Arab Saudi. Saat menunaikan ibadah haji ia membeli perhiasan itu dengan harga di bawah Rp1 juta atau sekitar Rp900 ribu jika dirupiahkan.
Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 203/PMK.04/2017 tentang Impor barang yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman, pemerintah Indonesia menetapkan batas pembebasan bea masuk barang personal sebesar USD 500 atau sekitar Rp7,5 jutaan per orang untuk setiap kedatangan ke Indonesia, maka akan diberikan pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Terpisah, Muammar Bakri, Sekretaris Majelis Ulama Islam pun angkat bicara terkait jemaah yang memamerkan perhiasan emas sehabis dari menunaikan ibadah haji.
Menurut Muammar, seharusnya ibadah haji itu memiliki pesan dan hikmah yang dalam, posisi seorang hamba kepada Allah, yakni irham, yang membawa dua pakaian, jadi simbol-simbol keduniaan ditanggalkan dalam proses haji.
"Ibadah haji itu menunjukkan posisi manusia tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhan. Itulah pada posisi zero alias nol. Semua harta dan kenikmatan itu milik Allah. Dan itu yang tampil di padang Arafah ketika wukuf. Orang tidak membawa embel-embel jabatan dan lain menyatu dalam tenda di padang arafah memperlihatkan kelemahannya di hadapan Allah," urai Muammar.
Sehingga tegasnya, proses ini mestinya terbawa setelah haji. "Kalau pun ada harta kita miliki itu hanya sementara titipan dan bukan milik kita selama-lamanya," ucap Muammar.
Makassar: Bea Cukai Makassar telah selesai melakukan pemeriksaan terhadap salah satu jemaah haji yang memamerkan
perhiasan emas sepulang menjalankan ibadah haji, berupa cincin, gelang, dan kalung.
Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Bea Cukai Makassar Ria Novika Sari pun menyebutkan berdasarkan hasil pemeriksaan setelah dilakukan konfirmasi dan keterangan, termasuk kunjungan ke kediaman bersangkutan, ternyata perhiasan itu adalah imitasi.
"Berdasarkan penelitian kami, barang tersebut sudah kami koordinasikan juga dengan pegadaian dan dari pegadaian menyimpulkan bahwa barang tersebut bukan emas, begitu hasilnya. kemungkinan seperti itu (palsu)," sebut Ria Novika, Selasa, 11 Juli 2023.
Sunarti Daeng Kanang, haji yang mengenakan perhiasan secara berlebihan juga mengakui emas ia kenakan palsu meski dibeli di Arab Saudi.
Saat menunaikan ibadah haji ia membeli perhiasan itu dengan harga di bawah Rp1 juta atau sekitar Rp900 ribu jika dirupiahkan.
Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 203/PMK.04/2017 tentang Impor barang yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman, pemerintah Indonesia menetapkan batas pembebasan bea masuk barang personal sebesar USD 500 atau sekitar Rp7,5 jutaan per orang untuk setiap kedatangan ke Indonesia, maka akan diberikan pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Terpisah, Muammar Bakri, Sekretaris Majelis Ulama Islam pun angkat bicara terkait jemaah yang memamerkan perhiasan emas sehabis dari menunaikan ibadah haji.
Menurut Muammar, seharusnya ibadah haji itu memiliki pesan dan hikmah yang dalam, posisi seorang hamba kepada Allah, yakni irham, yang membawa dua pakaian, jadi simbol-simbol keduniaan
ditanggalkan dalam proses haji.
"Ibadah haji itu menunjukkan posisi manusia tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhan. Itulah pada posisi zero alias nol. Semua harta dan kenikmatan itu milik Allah. Dan itu yang tampil di padang Arafah ketika wukuf. Orang tidak membawa embel-embel jabatan dan lain menyatu dalam tenda di padang arafah memperlihatkan kelemahannya di hadapan Allah," urai Muammar.
Sehingga tegasnya, proses ini mestinya terbawa setelah haji. "Kalau pun ada harta kita miliki itu hanya sementara titipan dan bukan milik kita selama-lamanya," ucap Muammar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)