Ketua Relawan Kita (RK) Henry Baskoro, anggota RK Dani Taufiq Rachman, dan Budi Prasojo, Kepala Sekolah SLB Ganda Rawinala yang juga anggota Dewan Kota Jakarta Timur, dalam diialog komunitas disabilitas mewujudkan Jakarta sebagai kota humanis. Acara dilak
Ketua Relawan Kita (RK) Henry Baskoro, anggota RK Dani Taufiq Rachman, dan Budi Prasojo, Kepala Sekolah SLB Ganda Rawinala yang juga anggota Dewan Kota Jakarta Timur, dalam diialog komunitas disabilitas mewujudkan Jakarta sebagai kota humanis. Acara dilak

Relawan RK Gandeng Kelompok Disabilitas untuk Wujudkan Jakarta Kota yang Humanis

Whisnu Mardiansyah • 06 Juli 2024 18:29
Jakarta: Aspirasi untuk mewujudkan kota Jakarta yang humanis dan ramah bagi semua kalangan harus disuarakan. Berbagai inovasi dan perbaikan dalam pembangunan harus terus melibatkan kelompok rentan sejak dalam perencanaan pembangunan Jakarta termasuk kelompok disabilitas.
 
Pada saat yang sama, pemahaman dan keberpihakan para pemimpin serta aparatur pemerintah terhadap kelompok disabilitas harus terus ditumbuhkan. Diskusi ini menjadi topik utama kelompok Relawan Kita (RK) dengan sejumlah komunitas disabilitas di Jakarta yang dilaksanakan di Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat, 5 Juli kemarin.
 
“Sebenarnya sudah ada sejumlah peraturan, dari tingkat undang-undang hingga turunannya,
namun bagaimana pelaksanaannya? Pemerintah juga harus bergeser pandangannya dari
sekadar memenuhi kebutuhan fisik saat ini ke arah bagaimana kehidupan kelompok disabilitas dalam jangka panjang,” papar Anggota RK Dani Taufiq Rachman saat membuka diskusi.

Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Jakarta Leindert Hermeinadi
mengatakan, sudah ada kebijakan-kebijakan yang baik, namun pelibatan sejak perencanaannya dirasa masih kurang.
 
“Ambil contoh sederhana, pembangunan trotoar. Coba kami dilibatkan. Bagaimana supaya
dapat diakses oleh pemakai kursi roda, bagaimana pemilihan material yang tidak licin,
bagaimana guiding block untuk penyandang netra yang pas. Dengan pelibatan maka anggaran untuk kaum disabilitas akan optimal,” kata aktivis disabilitas ini.
 
Salah satu kelompok yang harus mendapatkan perhatian dalam isu disabilitas ini adalah orang tua dan keluarga yang memiliki anak atau anggota keluarga dengan disabilitas dan kebutuhan khusus. Aspirasi ini disampaikan oleh Rini yang mewakili Perkumpulan Orang Tua Anak Disabilitas Indonesia (PORTADIN) Jakarta.
 
“Bis sekolah untuk disabilitas sudah ada, tapi waktu mendampingi anak, saya tidak boleh naik
dengan alasan saya bukan disabilitas. Berarti ini ada pemahaman yang belum merata tentang kebutuhan disabilitas. Padahal, tidak mungkin saya melepas anak saya sendiri,” Rini
menceritakan pengalamannya.
 
Rini dan Didi mengharapkan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan call center untuk kanal pengaduan dan tanggap darurat disabilitas. Aspirasi mengenai transportasi umum juga disampaikan Toto Sugiarto dari Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) Jakarta. Toto mengapresiasi JakLingko yang sudah masuk ke kampung-kampung namun belum ada layanan tambahan untuk kelompok disabilitas, terutama disabilitas netra.
 
“Belum ada tanda khusus di halte JakLingko untuk tunanetra, misalnya huruf braille atau
panduan yang bisa diraba. Atau, sopirnya tidak mengerti sehingga lewat saja. Juga karena
jarak halte yang kadang-kadang jauh, saya menyarankan, khusus untuk disabilitas dan lansia,
JakLingko bisa berhenti di mana saja dengan tanda khusus,” tambah Toto.
 
Selain transportasi umum, isu lain yang mengemuka adalah tata kelola Kartu Penyandang
DIsabilitas Jakarta (KPDJ). Ada yang menceritakan pengalaman permintaan KPDJ yang ditolak dengan alasan yang tidak jelas, ada yang mengajukan KPDJ namun yang diterima adalah Kartu Lansia. Belum lagi fitur-fitur dalam Kartu Pekerja Jakarta (KPJ) yang hilang, terutama untuk disabilitas.
 
Ketua Umum RK Henry Baskoro menekankan kembali pentingnya pelibatan disabilitas dan
kelompok rentan sejak tahap perencanaan pembangunan. Selain itu, harus ada standarisasi
waktu yang cepat untuk penanganan masalah teknis yang berdampak pada pelayanan kaum
disabilitas.
 
“Contoh yang saya alami sendiri, lift di halte transit antarmoda di dekat Stasiun Cawang mati.
Sampai dua minggu masih mati. Bagaimana kaum disabilitas terlayani? Jika tidak ada lift,
teman-teman disabilitas harus melewati ramp yang curam sampai tiga tingkat. Ini harus dijawab dengan standarisasi pelayanan kota,” tambah Henry.
 
Henry mengharapkan diskusi dengan disabilitas dan kelompok rentan lainnya terus bergulir
sehingga aspirasi mewujudkan Jakarta sebagai kota yang humanis dapat terwujud. Sebagaimana diketahui, Relawan Kita adalah kelompok independen yang mendukung Ridwan Kamil dalam pemilihan gubernur Jakarta. RK telah memiliki struktur kepengurusan di lima kota administratif dan Kabupaten Pulau Seribu.
 
Ridwan Kamil yang hadir dalam konsolidasi kelompok ini pada akhir Juni lalu sempat
membahas mengenai kota yang humanis. Menurut arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung
ini, kota yang humanis adalah ketika orang merasa aman dan nyaman ketika berada di luar
ruangan, bahkan kelompok-kelompok rentan sekalipun, seperti anak-anak, perempuan, lansia, dan disabilitas. Karena itu, kata Ridwan Kamil, Jakarta membutuhkan perubahan yang dibawa oleh pemimpin yang memiliki imajinasi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan