Denpasar: Kejaksaan Tinggi Bali menangkap lima petugas imigrasi yang diduga melakukan pungutan liar (pungli) terhadap warga negara asing (WNA) di jalur cepat atau 'fast track' Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Bali.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Bali Dedy Kurniawan mengatakan lima petugas tersebut ditangkap di Bandara Ngurah Rai pada Selasa malam, 14 November sekitar pukul 22.00 Wita.
"Ini bermula dari pengakuan masyarakat mengenai penyalahgunaan fasilitas 'fast track'. 'Fast track'. Itu layanan prioritas keimigrasian di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dalam mempermudah pelayanan keimigrasian ke luar negeri bagi kelompok prioritas lanjut usia, anak, ibu hamil, dan pekerja migran," kata Dedy didampingi Kasipenkum Kejati Bali Agus Eka Sabana Putra di Denpasar, Bali, Rabu, 15 November 2023.
Dedy menjelaskan pelayanan 'fast track' tidak dipungut biaya. Namun, tujuan dari Direktorat Keimigrasian dalam praktiknya disalahgunakan oleh lima oknum tersebut dengan melakukan sejumlah pungutan terhadap warga asing yang menggunakan jalur 'fast track'. Khusus untuk WNA, biaya yang dipatok fantastis dari Rp100-250 ribu tiap orangnya.
"Memang tidak semua di 'fast track' itu tidak dipungut biaya, namun untuk WNA menggunakan fasilitas 'fast track' itu dipungut biaya antara Rp100-250 ribu per orang," kata Dedy.
Berdasarkan operasi yang dilakukan Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Bali pada Selasa malam di lapangan, Dedy mengakui memang benar terjadi adanya penyalahgunaan 'fast track' itu dengan nominal pungutan mencapai Rp100-Rp200 juta per bulannya.
Uang ratusan juta tersebut masih didalami oleh penyidik, namun ada sejumlah uang yang diamankan saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) berlangsung meskipun Dedy sendiri enggan menyebutnya sebagai OTT.
"Dari jumlah tersebut telah berhasil disita uang Rp100 juta yang diduga merupakan bagian keuntungan tidak sah yang diperoleh dari pihak itu melalui praktik-praktik tersebut," katanya.
Dia mengatakan selain merusak citra Indonesia di tengah upaya pemerintah mendorong iklim investasi di tanah air, praktik di Bandara I Gusti Rai itu tentu dapat merusak pelayanan publik terkait prinsip perlakuan dan kesempatan yang adil.
Dedy tidak memberitahukan nama ataupun inisial dari kelima orang yang diamankan tersebut dengan dalil kerahasiaan penyidik. Ia hanya mengonfirmasi lima orang tersebut telah ditangkap dan masih dalam tahap penyelidikan terkait dengan tindak pidana yang dilakukannya termasuk pihak lain yang terlibat dan tenggat waktu pungutan liar tersebut.
"Intinya penyalahgunaan 'fast track' itu ada. Kita akan perdalam. Nanti kita pengumuman lebih lanjut mengenai ini," katanya.
Denpasar: Kejaksaan Tinggi Bali menangkap lima petugas imigrasi yang diduga melakukan
pungutan liar (pungli) terhadap warga negara asing (WNA) di jalur cepat atau 'fast track' Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Bali.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Bali Dedy Kurniawan mengatakan lima petugas tersebut ditangkap di
Bandara Ngurah Rai pada Selasa malam, 14 November sekitar pukul 22.00 Wita.
"Ini bermula dari pengakuan masyarakat mengenai penyalahgunaan fasilitas 'fast track'. 'Fast track'. Itu layanan prioritas keimigrasian di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dalam mempermudah pelayanan keimigrasian ke luar negeri bagi kelompok prioritas lanjut usia, anak, ibu hamil, dan pekerja migran," kata Dedy didampingi
Kasipenkum Kejati Bali Agus Eka Sabana Putra di Denpasar, Bali, Rabu, 15 November 2023.
Dedy menjelaskan pelayanan 'fast track' tidak dipungut biaya. Namun, tujuan dari Direktorat Keimigrasian dalam praktiknya disalahgunakan oleh lima oknum tersebut dengan melakukan sejumlah pungutan terhadap warga asing yang menggunakan jalur 'fast track'. Khusus untuk WNA, biaya yang dipatok fantastis dari Rp100-250 ribu tiap orangnya.
"Memang tidak semua di 'fast track' itu tidak dipungut biaya, namun untuk WNA menggunakan fasilitas 'fast track' itu dipungut biaya antara Rp100-250 ribu per orang," kata Dedy.
Berdasarkan operasi yang dilakukan Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Bali pada Selasa malam di lapangan, Dedy mengakui memang benar terjadi adanya penyalahgunaan 'fast track' itu dengan nominal pungutan mencapai Rp100-Rp200 juta per bulannya.
Uang ratusan juta tersebut masih didalami oleh penyidik, namun ada sejumlah uang yang diamankan saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) berlangsung meskipun Dedy sendiri enggan menyebutnya sebagai OTT.
"Dari jumlah tersebut telah berhasil disita uang Rp100 juta yang diduga merupakan bagian keuntungan tidak sah yang diperoleh dari pihak itu melalui praktik-praktik tersebut," katanya.
Dia mengatakan selain merusak citra Indonesia di tengah upaya pemerintah mendorong iklim investasi di tanah air, praktik di Bandara I Gusti Rai itu tentu dapat merusak pelayanan publik terkait prinsip perlakuan dan kesempatan yang adil.
Dedy tidak memberitahukan nama ataupun inisial dari kelima orang yang diamankan tersebut dengan dalil kerahasiaan penyidik. Ia hanya mengonfirmasi lima orang tersebut telah ditangkap dan masih dalam tahap penyelidikan terkait dengan tindak pidana yang dilakukannya termasuk pihak lain yang terlibat dan tenggat waktu pungutan liar tersebut.
"Intinya penyalahgunaan 'fast track' itu ada. Kita akan perdalam. Nanti kita pengumuman lebih lanjut mengenai ini," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)