Surabaya: Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menginstruksikan Dinas Pendidikan di Jawa Timur membentuk Satgas Perlindungan Siswa di sekolah. Pembentukan Satgas tersebut untuk mengantisipasi maraknya kekerasan pelajar di sekolah.
"Banyak kasus tindak kekerasan terjadi karena ketidaktahuan pelaku maupun korban. Maka itu, saya kira perlu adanya Satgas ini," kata Khofifah, Jumat, 23 September 2022.
Selain sebagai upaya pencegahan kekerasan, hal paling krusial yang harus dipahami sekolah adalah bentuk kekerasan serta dampak yang mungkin ditimbulkan.
"Beberapa tindakan kekerasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa, tetapi sebenarnya berpengaruh besar pada diri korban," ucapnya.
Salah satu bentuk kekerasan, kata Khofifah, adalah mempermalukan seseorang di depan orang lain. Selain itu, menuliskan komentar yang menyakitkan di sosial media, mengancam, menakut-nakuti orang lain sampai yang bersangkutan tidak nyaman. Begitu juga menyebarkan cerita bohong mengenai orang lain.
Baca: Universitas Jember Selidiki Dugaan Kekerasan Saat Perpeloncoan Mahasiswa Baru
Semua itu, kata dia, termasuk dalam tindakan kekerasan yang seringkali terjadi, namun tidak dianggap serius sehingga berulang. "Dengan mengetahui bentuk-bentuk kekerasan dan faktor yang membuat seseorang melakukan tindak kekerasan, kita akan menjadi lebih mawas diri agar tidak menjadi pelaku maupun korban kekerasan dan saling menghargai satu sama lain," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Wahid Wahyudi, telah mendorong semua kepala sekolah melalui cabang dinas pendidikan wilayah untuk membuat Satgas Perlindungan Siswa di sekolah. Pihak yang terlibat menjadi keanggotannya adalah sekolah, orang tua siswa atau komite, dan siswa atau OSIS.
Bagi sekolah dengan boarding school yang ada di kawasan pesantren atau kawasan lainnya, perlu ditambahkan perwakilan dari pesantren atau pengelola asrama. Wahid juga berpesan agar sekolah terus mengoptimalkan dan memperkuat esktrakulikuler siswa.
Ia berpendapat dengan menyalurkan dan memaksimalkan potensi, bakat, dan minat siswa, peluang untuk melakukan kekerasan pada teman sebanyanya menjadi berkurang.
"Para guru juga harus menyusun pembelajaran yang terintegrasi dengan program anti kekerasan. Penguatan intrakurikuler dan kokurikuler juga harus diperkuat," ucap Wahid.
Surabaya: Gubernur Jawa Timur
Khofifah Indar Parawansa menginstruksikan Dinas Pendidikan di Jawa Timur membentuk Satgas Perlindungan Siswa di sekolah. Pembentukan Satgas tersebut untuk mengantisipasi maraknya
kekerasan pelajar di sekolah.
"Banyak kasus tindak kekerasan terjadi karena ketidaktahuan pelaku maupun korban. Maka itu, saya kira perlu adanya Satgas ini," kata Khofifah, Jumat, 23 September 2022.
Selain sebagai upaya pencegahan kekerasan, hal paling krusial yang harus dipahami sekolah adalah bentuk kekerasan serta dampak yang mungkin ditimbulkan.
"Beberapa tindakan kekerasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa, tetapi sebenarnya berpengaruh besar pada diri korban," ucapnya.
Salah satu bentuk kekerasan, kata Khofifah, adalah mempermalukan seseorang di depan orang lain. Selain itu, menuliskan komentar yang menyakitkan di sosial media, mengancam, menakut-nakuti orang lain sampai yang bersangkutan tidak nyaman. Begitu juga menyebarkan
cerita bohong mengenai orang lain.
Baca:
Universitas Jember Selidiki Dugaan Kekerasan Saat Perpeloncoan Mahasiswa Baru
Semua itu, kata dia, termasuk dalam tindakan kekerasan yang seringkali terjadi, namun tidak dianggap serius sehingga berulang. "Dengan mengetahui bentuk-bentuk kekerasan dan faktor yang membuat seseorang melakukan tindak kekerasan, kita akan menjadi lebih mawas diri agar tidak menjadi pelaku maupun korban kekerasan dan saling menghargai satu sama lain," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Wahid Wahyudi, telah mendorong semua kepala sekolah melalui cabang dinas pendidikan wilayah untuk membuat Satgas Perlindungan Siswa di sekolah. Pihak yang terlibat menjadi keanggotannya adalah sekolah, orang tua siswa atau komite, dan siswa atau OSIS.
Bagi sekolah dengan
boarding school yang ada di kawasan pesantren atau kawasan lainnya, perlu ditambahkan perwakilan dari pesantren atau pengelola asrama. Wahid juga berpesan agar sekolah terus mengoptimalkan dan memperkuat esktrakulikuler siswa.
Ia berpendapat dengan menyalurkan dan memaksimalkan potensi, bakat, dan minat siswa, peluang untuk melakukan kekerasan pada teman sebanyanya menjadi berkurang.
"Para guru juga harus menyusun pembelajaran yang terintegrasi dengan program anti kekerasan. Penguatan intrakurikuler dan kokurikuler juga harus diperkuat," ucap Wahid.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)