Indramayu: Sebagian besar nelayan di Kabupaten Indramayu memilih sementara berhenti melaut karena dampak cuaca buruk. Mereka berharap bantuan dari pemerintah di masa paceklik. ini.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Indramayu, Dedi Aryanto, menjelaskan sejak Kamis, 22 Desember lalu nelayan di Kabupaten Indramayu sudah tidak melaut.
"Mereka memilih untuk menyandarkan kapal," tutur Dedi, Rabu, 28 Desember 2022.
Cuaca buruk dan angin kencang yang membuat ketinggian gelombang bisa mencapai di atas 3 meter membuat nelayan memilih untuk tidak melaut.
Dijelaskan Dedi, 80 persen kapal nelayan saat ini ditambatkan di muara dan pelabuhan. Sedangkan sisanya, yaitu sebanyak 20 persen, masih berada di laut.
Kapal-kapal tersebut ada yang berlindung di sejumlah pulau yang cukup aman dan ada pula yang berlabuh di pelabuhan terdekat di mana mereka mencari ikan.
"Kapal-kapal dari Indramayu ada yang berlayaar di perairan Papua, Natuna hingga Kalimantan," tutur Dedi.
Cuaca buruk yang oleh nelayan setempat disebut sebagai musim baratan, biasanya berlangsung dua minggu hingga satu bulan.
"Tapi kami terus memantau prakiraan cuaca dari BMKG," tutur Dedi.
Selama tidak melaut itu, otomatis nelayan tidak mendapatkan penghasilan. Mereka hanya melakukan pekerjaan memperbaiki kapal atau jaring. Sekitar tiga tahun lalu, lanjut Dedi, nelayan yang tidak melaut mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras.
"Kami berharap sekarang pemerintah juga bisa membantu nelayan yang tidak melaut saat ini. Terutama nelayan-nelayan kecil yang kehidupan mereka sangat bergantung dari mencari ikan di laut," ujarnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Indramayu: Sebagian besar nelayan di
Kabupaten Indramayu memilih sementara berhenti melaut karena dampak cuaca buruk. Mereka berharap bantuan dari pemerintah di masa paceklik. ini.
Ketua Himpunan
Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Indramayu, Dedi Aryanto, menjelaskan sejak Kamis, 22 Desember lalu nelayan di Kabupaten Indramayu sudah tidak melaut.
"Mereka memilih untuk menyandarkan kapal," tutur Dedi, Rabu, 28 Desember 2022.
Cuaca buruk dan angin kencang yang membuat
ketinggian gelombang bisa mencapai di atas 3 meter membuat nelayan memilih untuk tidak melaut.
Dijelaskan Dedi, 80 persen kapal nelayan saat ini ditambatkan di muara dan pelabuhan. Sedangkan sisanya, yaitu sebanyak 20 persen, masih berada di laut.
Kapal-kapal tersebut ada yang berlindung di sejumlah pulau yang cukup aman dan ada pula yang berlabuh di pelabuhan terdekat di mana mereka mencari ikan.
"Kapal-kapal dari Indramayu ada yang berlayaar di perairan Papua, Natuna hingga Kalimantan," tutur Dedi.
Cuaca buruk yang oleh nelayan setempat disebut sebagai musim baratan, biasanya berlangsung dua minggu hingga satu bulan.
"Tapi kami terus memantau prakiraan cuaca dari BMKG," tutur Dedi.
Selama tidak melaut itu, otomatis nelayan tidak mendapatkan penghasilan. Mereka hanya melakukan pekerjaan memperbaiki kapal atau jaring. Sekitar tiga tahun lalu, lanjut Dedi, nelayan yang tidak melaut mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa beras.
"Kami berharap sekarang pemerintah juga bisa membantu nelayan yang tidak melaut saat ini. Terutama nelayan-nelayan kecil yang kehidupan mereka sangat bergantung dari mencari ikan di laut," ujarnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)