Gregorius Ronald Tannur terdakwa kasus penganiayaan maut menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. (Medcom.id/Amal)
Gregorius Ronald Tannur terdakwa kasus penganiayaan maut menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. (Medcom.id/Amal)

Ronald Tanur Anak Anggota Dewan Terdakwa Penganiayaan Maut Tolak Isi BAP

Amaluddin • 28 Mei 2024 23:06
Surabaya: Gregorius Ronald Tannur terdakwa kasus penganiayaan maut terhadap Dini Sera Afriyanti, 29, menjalani sidang agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa, 28 Mei 2024. Dalam sidang itu, anak anggota DPR RI itu menolak keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) polisi.
 
"Saya sempat mengajukan BAP penolakan. Karena saat itu saya dalam kondisi belum tidur dua hari dan dalam kondisi terpukul. Diperiksa pertama kali belum didampingi pengacara," kata Tannur, sapaan akrabnya, saat membantah isi BAP yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Damanik.
 
Mendengar penolakan terdakwa, Hakim Damanik berusaha mengkonfirmasi apa saja dalam BAP yang dianggap tidak sesuai dengan terdakwa.

"Jadi bagaimana waktu itu anda bisa memparaf (menandatangani) BAP nya?," tanya hakim.
 
"Jadi saya hanya mengiyakan saja saat di BAP (polisi)," jawab Tannur.
 
Baca: Polisi Hentikan Kasus Ayah Bunuh Anak Pakai Linggis di Bekasi

Kemudian Hakim Damanik mencoba merunut cerita yang menyebabkan Dini tewas, dimulai dari hubungan antara terdakwa dengan korban. "Kami hanya teman dekat. Bukan pacaran, hanya teman dekat yang mulia," kata Tannur.
 
"Teman tapi mesra?," tanya hakim lagi.
 
"Iya, kami sempat pacaran sejak April 2023 sampai dengan awal Juli 2023," jawab Tannur.
 
Cerita kemudian berlanjut saat korban disebut terdakwa hendak merayakan ulang tahun. Sebelum hari H kejadian, Tannur sudah berencana memasak di apartemen korban. Namun, acara diganti dengan pergi ke sebuah restauran di kawasan Citraland Surabaya.
 
Di saat itu pula, korban disebut menerima undangan teman-temannya melalui pesan Whatsapp untuk berkaraoke di Blackhole. Ajakan tersebut rupanya sempat menjadi perdebatan awal terdakwa lantaran ia enggan pergi.
 
"Dini di chat sama Ivan untuk menuju tempat karaoke. Dini menunjukkan chat itu, saya menolak tapi akhirnya setuju karena dia maksa," katanya.
 
Saat tiba di tmpat tersebut, Tannur mengakui jika korban dan dirinya sempat minum-minuman keras dan bernyanyi. Setelah sempat minum beberapa sloki, keduanya memutuskan untuk pulang.
 
Disaat itulah percekcokan mulai terjadi. Namun, terdakwa mengaku tidak mengetahui apa pangkal persoalan, sehingga korban marah padanya.
 
Ketika keduanya berada di dalam lift, kata Tannur, korban sempat menampar dan memukulnya. Ia mengaku sama sekali tak membalasnya. Meski demikian, ia mengaku sempat menahan korban dengan menggunakan tangan dan kakinya.
 
Mendengar itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengkonfirmasi terdakwa apakah ia mencekik korban seperti bunyi dalam BAP. Terdakwa pun membantahnya.
 
"Seingat saya memang saya sempat menahannya, menjauhkannya menggunakan tangan tepat ada di dada. Tapi bukan mencekiknya. Lalu dia memukul saya menggunakan HP, kena kacamata saya sampai pecah," kata Tannur membantah.
 
Usai keributan di lift, Tannur menyebut korban berjalan lalu bersandar pada pintu penumpang mobil sebelah kiri. Korban saat itu disebutnya dalam posisi berdiri. Ia pun mencoba mengajak korban agar turut pulang bersamanya, namun korban tak menghiraukannya. Saat itulah, ia lalu memutari mobil dan masuk ke posisi pengemudi.
 
Disaat yang sama, dirinya sudah tidak lagi melihat korban berdiri ditempat yang sama. Ia pun mencoba membuka kaca jendela dan berteriak mengajak korban untuk pulang. Karena tak ada jawaban, terdakwa mengaku mengira korban telah pergi dari posisinya. Oleh karenanya, ia pun memutuskan untuk menghidupkan dan menjalankan mobilnya.
 
Disaat itu menjalankan mobil itu, terdakwa mengaku tidak merasakan hal yang aneh seperti melindas orang. Saat ditanya JPU mengapa ia sempat menghentikan mobilnya?. Terdakwa menyatakan saat itu ia hendak memasang sabuk pengaman dan minum air.
 
Di waktu yang sama, dari kaca spion tengah dirinya melihat ada tubuh korban sudah tergeletak di tengah jalan. Namun ia mengaku tidak tahu pasti apa yang menyebabkan korban ada di tengah jalan.
 
"Saya lihat dari spion bagian tengah lihat Dini tergeletak. Saya sempat bertanya dimana teman-temanmu, karena saya tidak lihat dia ada tadi. Karena saya pikir dia kembali ke teman-temannya," katanya.
 
"Korban tidak menjawab, seperti orang mabuk, tidak ada luka, tidak ada darah, cuma saya melihat badannya memang kotor," tambahnya.
 
Setelah itu, Tannur mengaku membawa korban ke apartemen. Di situlah korban terlihat sudah tidak bergerak lagi, sehingga di putuskan untuk pergi ke rumah sakit hingga korban dinyatakan meninggal dunia.
 
JPU pun mencoba bertanya ulang soal apakah terdakwa pernah menggetok kepala korban menggunakan botol miras?. Terdakwa juga membantahnya. Ia menyebut jika peristiwa itu ditulis oleh penyidik Polrestabes Surabaya. "Itu dituliskan oleh penyidik, yang jelas saya tidak tahu," bantahnya.
 
Sementara itu, Kuasa Hukum terdakwa, Sugianto, menyatakan apa yang disampaikan oleh terdakwa di persidangan sudah sesuai apa adanya. Termasuk bantahan-bantahan yang disampaikan terdakwa secara langsung.
 
"Waktu itu kan terdakwa masih dalam kondisi shock, capek, tidak tidur, bingung, jadi wajar kalau dia kemudian menyampaikannya di persidangan seperti itu," katanya.
 
Seperti diketahui, Dini Sera Afriyanti, 29, perempuan cantik di Surabaya tewas usai dugem bersama teman kencannya Gregorius Ronald Tannur di salah satu tempat hiburan malam yang ada di Jalan Mayjen Jonosewejo, Lakarsantri, Surabaya pada Rabu (4/10) malam. 
 
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh JPU dari Kejaksaan Negeri Surabaya, M Darwis, anak dari eks anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur itu dijerat dengan pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan