Jakarta: Masih dalam rangkaian peringatan Hari Disabilitas Internasional 2020, Kementerian Sosial (Kemensos) menegaskan pentingnya dukungan masyarakat dalam pemberdayaan disabilitas.
Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial (Kemensos) Eva Rahmi Kasim menjelaskan tentang "Kebijakan dan Program Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas” dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kota Bandung secara virtual, pada 24 November 2020.
Kegiatan tersebut mengusung tema Penguatan Peran Masyarakat Mendukung Kebijakan Pemerintah dalam Pemberdayaan Disabilitas di Kota Bandung.
Dijelaskan oleh Eva, Kemensos telah memiliki program rehabilitasi sosial penyandang disabilitas melalui pelayanan langsung dan tidak langsung.
Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) merupakan pelayanan langsung yang dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemensos melalui Balai Rehsos Penyandang Disabilitas.
Sebagai perpanjangan tangan Kemensos di daerah, maka balai-balai tersebut telah disesuaikan dengan semua jenis ragam disabilitas. Ada balai rehsos disabilitas fisik, balai rehsos disabilitas mental, balai rehsos disabilitas sensorik, dan balai rehsos disabilitas intelektual,” ucap Eva.
Fungsi balai rehsos penyandang disabilitas bukan sekadar sebagai pelaksana pelayanan langsung, namun juga melakukan pemberian Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE); serta rujukan dan pendataan.
Pendekatan pelayanan lebih diutamakan untuk mencapai rehabilitasi sosial. Balai berupaya mencapai keberfungsian sosial penyandang disabilitas melalui pemenuhan kebutuhan dasar, bisa mengatasi permasalahan sendiri, dan mampu melaksanakan peran sosialnya.
Sementara, pelayanan tidak langsung oleh pemerintah pusat dalam hal ini melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, mengacu pada pembagian wewenang sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pemerintah pusat lebih pada pembuatan kebijakan; peningkatan kapasitas; pelaksanaan kampanye pencegahan; advokasi terhadap penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas; koordinasi lintas sektoral; monitoring dan evaluasi, serta pendataan.
ATENSI Penyandang Disabilitas dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu keluarga, komunitas, dan residential. Asesmen merupakan kata kunci untuk mengetahui jenis layanan, bagaimana pelayanannya, dan sumber layanan didapat dari mana.
Fasilitas rujukan bisa dimanfaatkan melalui perorangan, kepolisian, rumah sakit, serta Panti Sosial dan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS). Kelompok atau komunitas termasuk di dalamnya Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dan Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) terlibat juga dalam program-program pelayanan disabilitas.
Eva menegaskan keluarga sebagai wadah utama dalam kehidupan seseorang, harus terlibat dalam pelaksanaan ATENSI.
"Selain penyandang disabilitas maka keluarga diberikan perhatian, pemberdayaan, dan peningkatan dalam penanganan anggota keluarga yang mengalami disabilitas. Dukungan keluarga secara intensif antara lain melalui Home Care (Home Visit dan Terapi Psikososial); Family Preservation (Family Dialogu dan Family Mediation); Parenting Skills (Psikoedukasi) dan Konseling Keluarga,” kata Eva, dikutip siaran pers, Jumat, 4 Desember 2020.
Pendamping Penyandang Disabilitas (PPD) mempunyai peran strategis untuk melaksanakan pendataan. Pendataan tersebut mengacu pada sumber Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Penyandang Disabilitas oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos sebagai upaya penguatan sistem rehabilitasi sosial yang terintegrasi dengan jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial.
"Untuk itu saya mengimbau kepada Dinas Sosial supaya mendaftarkan LKS Penyandang Disabilitas masuk dalam DTKS agar bisa masuk data tersebut," kata Eva.
Kemensos tidak lagi hanya bertumpu pada pelayanan melalui balai, namun berdasarkan kebutuhan yang telah di assesment oleh Pendamping Penyandang Disabilitas (PPD) yang merupakan tenaga profesional yang telah terlatih. Sedangkan komunitas yang lebih dekat dengan masyarakat penerima manfaat layanan diharapkan bisa melakukan fungsi rujukan untuk sistem sumber layanan lanjutan atau layanan lain yang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas serta fungsi pendataan.
“Untuk Balai milik Kemensos juga memberikan layanan residential care atau tempat perawatan/pengasuhan jika penerima manfaat tidak dalam keluarga lagi, atau jika mereka membutuhkan layanan lain. Misal, terapi. Dipersilakan mengakses layanan balai, tetapi tidak permanen karena hanya bersifat sementara," ucap Eva.
Dalam kesempatan ini, Eva juga menyampaikan tentang Sentra Layanan Sosial (SERASI) yang sedang dikembangkan oleh Kemensos sebagai layanan sosial integratif. Balai tersebut diharapkan dapat melaksanakan multi-layanan.
"Dukungan dan kerja sama balai dengan komunitas di Kota Bandung sangat dibutuhkan," kata Eva.
UPT Kemensos di wilayah Kota Bandung antara lain Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna dan Balai Literasi Braile Indonesia Abiyoso Cimahi serta LKS Penyandang Disabilitas yang tersebar di wilayah Jawa Barat.
"Diharapkan semakin banyak penyandang disabilitas yang dapat memperoleh layanan baik oleh pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah Kota Bandung," ujar Eva.
Meningkatkan Kesadaran Masyarakat
Wali Kota Bandung Oded M Danial menyampaikan hakekat pemberdayaan penyandang disabilitas adalah untuk melindungi hak-haknya dalam mengakses seluruh sektor kehidupan yang secara teknis tidak hanya dilakukan oleh pemerintah.
"Untuk melayani sebanyak 5.140 penyandang disabilitas perlu ada peningkatan keikutsertaan masyarakat. Mari kita bersama-sama melakukan keberpihakan dalam menjalankan program perlindungan hak disabilitas," tutur Oded.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinsosnangkis Kota Bandung Tono Rusdianto menyebutkan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut serta dan mendukung pemberdayaan disabilitas di Kota Bandung.
"Sinergi masyarakat dan pemerintah sangat diperlukan untuk mewujudkan kemandirian disabilitas melalui kemampuan yang dimiliki dan optimalisasi peran dan dukungan keluarga, serta masyarakat dan pemerintah," kata Tono.
Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM) turut hadir mewakili salah satu LKS berbasis komunitas di Kota Bandung.
"RBM merupakan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat dengan program pembinaan wilayah dalam hal pencegahan, kedisabilitasan, deteksi dan rehabilitasi maupun habilitasi segala aspek kehidupan. Semuanya itu bertujuan untuk memberdayakan penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan keluarga dan masyarakat," kata Ketua RBM Kota Bandung Siti Muntamah Oded.
RBM Kota Bandung berkomitmen untuk mewujudkan lembaga pembinaan dan pemberdayaan masyarakat penyandang disabilitas agar mandiri dan sejahtera. Oleh karena itu, RBM menyasar wilayah binaan mulai dari usia bayi, anak, dewasa, hingga orang tua, serta segala jenis disabilitas.
Program unggulan RBM adalah Rumah Cinta Inklusi. Melalui program unggulan tersebut dilaksanakan asesmen terhadap penyandang disabilitas, caregiver, kader, tenaga medis, kondisi keluarga, lingkungan dan kebutuhan penanganan.
"Selanjutnya, case conference, pelatihan home program, pembekalan kader RBM dan pelatihan minat serta bakat penyandang disabilitas," kata Siti.
Jakarta: Masih dalam rangkaian peringatan Hari Disabilitas Internasional 2020, Kementerian Sosial (Kemensos) menegaskan pentingnya dukungan masyarakat dalam pemberdayaan disabilitas.
Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial (Kemensos) Eva Rahmi Kasim menjelaskan tentang "Kebijakan dan Program Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas” dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kota Bandung secara virtual, pada 24 November 2020.
Kegiatan tersebut mengusung tema Penguatan Peran Masyarakat Mendukung Kebijakan Pemerintah dalam Pemberdayaan Disabilitas di Kota Bandung.
Dijelaskan oleh Eva, Kemensos telah memiliki program rehabilitasi sosial penyandang disabilitas melalui pelayanan langsung dan tidak langsung.
Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) merupakan pelayanan langsung yang dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemensos melalui Balai Rehsos Penyandang Disabilitas.
Sebagai perpanjangan tangan Kemensos di daerah, maka balai-balai tersebut telah disesuaikan dengan semua jenis ragam disabilitas. Ada balai rehsos disabilitas fisik, balai rehsos disabilitas mental, balai rehsos disabilitas sensorik, dan balai rehsos disabilitas intelektual,” ucap Eva.
Fungsi balai rehsos penyandang disabilitas bukan sekadar sebagai pelaksana pelayanan langsung, namun juga melakukan pemberian Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE); serta rujukan dan pendataan.
Pendekatan pelayanan lebih diutamakan untuk mencapai rehabilitasi sosial. Balai berupaya mencapai keberfungsian sosial penyandang disabilitas melalui pemenuhan kebutuhan dasar, bisa mengatasi permasalahan sendiri, dan mampu melaksanakan peran sosialnya.
Sementara, pelayanan tidak langsung oleh pemerintah pusat dalam hal ini melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, mengacu pada pembagian wewenang sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pemerintah pusat lebih pada pembuatan kebijakan; peningkatan kapasitas; pelaksanaan kampanye pencegahan; advokasi terhadap penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas; koordinasi lintas sektoral; monitoring dan evaluasi, serta pendataan.
ATENSI Penyandang Disabilitas dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu keluarga, komunitas, dan residential. Asesmen merupakan kata kunci untuk mengetahui jenis layanan, bagaimana pelayanannya, dan sumber layanan didapat dari mana.
Fasilitas rujukan bisa dimanfaatkan melalui perorangan, kepolisian, rumah sakit, serta Panti Sosial dan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS). Kelompok atau komunitas termasuk di dalamnya Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dan Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) terlibat juga dalam program-program pelayanan disabilitas.
Eva menegaskan keluarga sebagai wadah utama dalam kehidupan seseorang, harus terlibat dalam pelaksanaan ATENSI.
"Selain penyandang disabilitas maka keluarga diberikan perhatian, pemberdayaan, dan peningkatan dalam penanganan anggota keluarga yang mengalami disabilitas. Dukungan keluarga secara intensif antara lain melalui Home Care (Home Visit dan Terapi Psikososial); Family Preservation (Family Dialogu dan Family Mediation); Parenting Skills (Psikoedukasi) dan Konseling Keluarga,” kata Eva, dikutip siaran pers, Jumat, 4 Desember 2020.
Pendamping Penyandang Disabilitas (PPD) mempunyai peran strategis untuk melaksanakan pendataan. Pendataan tersebut mengacu pada sumber Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Penyandang Disabilitas oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos sebagai upaya penguatan sistem rehabilitasi sosial yang terintegrasi dengan jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial.
"Untuk itu saya mengimbau kepada Dinas Sosial supaya mendaftarkan LKS Penyandang Disabilitas masuk dalam DTKS agar bisa masuk data tersebut," kata Eva.
Kemensos tidak lagi hanya bertumpu pada pelayanan melalui balai, namun berdasarkan kebutuhan yang telah di assesment oleh Pendamping Penyandang Disabilitas (PPD) yang merupakan tenaga profesional yang telah terlatih. Sedangkan komunitas yang lebih dekat dengan masyarakat penerima manfaat layanan diharapkan bisa melakukan fungsi rujukan untuk sistem sumber layanan lanjutan atau layanan lain yang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas serta fungsi pendataan.
“Untuk Balai milik Kemensos juga memberikan layanan residential care atau tempat perawatan/pengasuhan jika penerima manfaat tidak dalam keluarga lagi, atau jika mereka membutuhkan layanan lain. Misal, terapi. Dipersilakan mengakses layanan balai, tetapi tidak permanen karena hanya bersifat sementara," ucap Eva.
Dalam kesempatan ini, Eva juga menyampaikan tentang Sentra Layanan Sosial (SERASI) yang sedang dikembangkan oleh Kemensos sebagai layanan sosial integratif. Balai tersebut diharapkan dapat melaksanakan multi-layanan.
"Dukungan dan kerja sama balai dengan komunitas di Kota Bandung sangat dibutuhkan," kata Eva.
UPT Kemensos di wilayah Kota Bandung antara lain Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna dan Balai Literasi Braile Indonesia Abiyoso Cimahi serta LKS Penyandang Disabilitas yang tersebar di wilayah Jawa Barat.
"Diharapkan semakin banyak penyandang disabilitas yang dapat memperoleh layanan baik oleh pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah Kota Bandung," ujar Eva.
Meningkatkan Kesadaran Masyarakat
Wali Kota Bandung Oded M Danial menyampaikan hakekat pemberdayaan penyandang disabilitas adalah untuk melindungi hak-haknya dalam mengakses seluruh sektor kehidupan yang secara teknis tidak hanya dilakukan oleh pemerintah.
"Untuk melayani sebanyak 5.140 penyandang disabilitas perlu ada peningkatan keikutsertaan masyarakat. Mari kita bersama-sama melakukan keberpihakan dalam menjalankan program perlindungan hak disabilitas," tutur Oded.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinsosnangkis Kota Bandung Tono Rusdianto menyebutkan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut serta dan mendukung pemberdayaan disabilitas di Kota Bandung.
"Sinergi masyarakat dan pemerintah sangat diperlukan untuk mewujudkan kemandirian disabilitas melalui kemampuan yang dimiliki dan optimalisasi peran dan dukungan keluarga, serta masyarakat dan pemerintah," kata Tono.
Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM) turut hadir mewakili salah satu LKS berbasis komunitas di Kota Bandung.
"RBM merupakan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat dengan program pembinaan wilayah dalam hal pencegahan, kedisabilitasan, deteksi dan rehabilitasi maupun habilitasi segala aspek kehidupan. Semuanya itu bertujuan untuk memberdayakan penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan keluarga dan masyarakat," kata Ketua RBM Kota Bandung Siti Muntamah Oded.
RBM Kota Bandung berkomitmen untuk mewujudkan lembaga pembinaan dan pemberdayaan masyarakat penyandang disabilitas agar mandiri dan sejahtera. Oleh karena itu, RBM menyasar wilayah binaan mulai dari usia bayi, anak, dewasa, hingga orang tua, serta segala jenis disabilitas.
Program unggulan RBM adalah Rumah Cinta Inklusi. Melalui program unggulan tersebut dilaksanakan asesmen terhadap penyandang disabilitas,
caregiver, kader, tenaga medis, kondisi keluarga, lingkungan dan kebutuhan penanganan.
"Selanjutnya,
case conference, pelatihan
home program, pembekalan kader RBM dan pelatihan minat serta bakat penyandang disabilitas," kata Siti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)