Tangerang: Pengamat kebijakan publik Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang Adib Miftahul menilai penerapan jalan berbayar (ERP) di Jalan Daan Mogot, Tangerang, tindakan semena-mena. Menurut dia Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) berlebihan membuat kebijakan yang memberatkan warga.
"Walau sedang dikaji lebih dalam, tapi BPTJ terlalu berlebihan bikin sistem aturan dan tidak dipersiapkan secara menyeluruh atau komprehensif. Dilihat dulu lah sarana dan prasarana di Jalan Daan Mogot Tangerang, baru ambil keputusan," ujarnya, Rabu, 20 November 2019.
Adib mengatakan penerapan ERP sebagai pengganti kebijakan ganjil genap yang gagal tak bisa serampangan. Seharusnya, kebijakan yang diambil pemerintah tak memberatkan masyarakat.
"BPTJ ini gampang bikin peraturan tapi tidak pernah dikaji mendalam. Ujung-ujungnya sekadar peraturan bersifat seremonial, tak berkelanjutan. Masih banyak regulasi yang bisa dibuat tanpa harus memberatkan masyarakat khususnya Tangerang," katanya.
Menurut Adib solusi mengatasi kemacetan bukan denganaturan yang memberatkan, tetapi mengurangi populasi kendaraan. BPTJ semestinya memperhatikan manajemen lalu lintas.
"Semua itu harus diikuti dengan sistem manajemen lalu lintas yang baik dan kajian ERP ini harus lebih matang. Pemerintah juga jangan menang sendiri, korporasi-korporasi penjual mobil juga harus dibatasi," jelasnya.
Ia menambahkan, kultur, budaya, dan paradigma masyarakat Tangerang dalam berlalu lintas dengan menggunakan angkutan umum juga perlu dijadikan perhatian bagi BPTJ dan pemerintah daerah. "Agar ke depan regulasi soal manajemen lalu lintas menjadi efektif," ucapnya.
Penerapan ERP, kata dia, perlu sosialisasi jangka panjang. Salah satunya menyediakan angkutan massal guna memenuhi kebutuhan transportasi warga.
"Kesadaran masyarakat harus dibangun bahwa kebutuhan transportasi massal yang baik dan bagus melayani warganya bisa menjadi solusi yang bukan hanya sporadis tapi sustainable," ungkapnya.
Sementara itu, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Tangerang, Banten, menilai kebijakan menerapkan sistem jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) di Jalan Daan Mogot mendadak. Kebijakan itu
seharusnya dilakukan dengan perencanaan yang detail.
"ERP masih butuh pengkajian baik secara teknis atau kondisi lainnya. Secara teknis kami belum menerima informasi yang utuh seperti apa kajiannya," ujar Kepala Dishub Kota Tangerang Wajhyudi Iskandar, Selasa, 19 November 2019.
Wahyudi meminta rencana itu disosialisasikan lebih dulu. Di samping, sarana penunjang kebijakan juga harus disiapkan seperti parkir, aspek zona keselamatan hingga pendukung lainnya.
"Pada dasarnya kita dukung ERP. Tapi sebelumnya Kota Tangerang juga butuh melengkapi infrastruktur sarana dan prasarananya terlebih dulu," katanya.
Tangerang: Pengamat kebijakan publik Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang Adib Miftahul menilai penerapan jalan berbayar (ERP) di Jalan Daan Mogot, Tangerang, tindakan semena-mena. Menurut dia Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) berlebihan membuat kebijakan yang memberatkan warga.
"Walau sedang dikaji lebih dalam, tapi BPTJ terlalu berlebihan bikin sistem aturan dan tidak dipersiapkan secara menyeluruh atau komprehensif. Dilihat dulu lah sarana dan prasarana di Jalan Daan Mogot Tangerang, baru ambil keputusan," ujarnya, Rabu, 20 November 2019.
Adib mengatakan penerapan ERP sebagai pengganti kebijakan ganjil genap yang gagal tak bisa serampangan. Seharusnya, kebijakan yang diambil pemerintah tak memberatkan masyarakat.
"BPTJ ini gampang bikin peraturan tapi tidak pernah dikaji mendalam. Ujung-ujungnya sekadar peraturan bersifat seremonial, tak berkelanjutan. Masih banyak regulasi yang bisa dibuat tanpa harus memberatkan masyarakat khususnya Tangerang," katanya.
Menurut Adib solusi mengatasi kemacetan bukan denganaturan yang memberatkan, tetapi mengurangi populasi kendaraan. BPTJ semestinya memperhatikan manajemen lalu lintas.
"Semua itu harus diikuti dengan sistem manajemen lalu lintas yang baik dan kajian ERP ini harus lebih matang. Pemerintah juga jangan menang sendiri, korporasi-korporasi penjual mobil juga harus dibatasi," jelasnya.
Ia menambahkan, kultur, budaya, dan paradigma masyarakat Tangerang dalam berlalu lintas dengan menggunakan angkutan umum juga perlu dijadikan perhatian bagi BPTJ dan pemerintah daerah. "Agar ke depan regulasi soal manajemen lalu lintas menjadi efektif," ucapnya.
Penerapan ERP, kata dia, perlu sosialisasi jangka panjang. Salah satunya menyediakan angkutan massal guna memenuhi kebutuhan transportasi warga.
"Kesadaran masyarakat harus dibangun bahwa kebutuhan transportasi massal yang baik dan bagus melayani warganya bisa menjadi solusi yang bukan hanya sporadis tapi sustainable," ungkapnya.
Sementara itu, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Tangerang, Banten, menilai kebijakan menerapkan sistem jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) di Jalan Daan Mogot mendadak. Kebijakan itu
seharusnya dilakukan dengan perencanaan yang detail.
"ERP masih butuh pengkajian baik secara teknis atau kondisi lainnya. Secara teknis kami belum menerima informasi yang utuh seperti apa kajiannya," ujar Kepala Dishub Kota Tangerang Wajhyudi Iskandar, Selasa, 19 November 2019.
Wahyudi meminta rencana itu disosialisasikan lebih dulu. Di samping, sarana penunjang kebijakan juga harus disiapkan seperti parkir, aspek zona keselamatan hingga pendukung lainnya.
"Pada dasarnya kita dukung ERP. Tapi sebelumnya Kota Tangerang juga butuh melengkapi infrastruktur sarana dan prasarananya terlebih dulu," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)