Gunungkidul: Perajin alat pertanian tradisional di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tak gentar menghadapi keberadaan cangkul impor.
Marmin, seorang perajin alat pertanian, mengakui, impor cangkul menjadi salah satu satu ancaman usaha lokal pandai besi, terlebih yang masih beroperasi secara tradisional. Namun ia tak khawatir.
"Kami punya pelanggan tetap," kata Marmin di Wonosari, Gunungkidul, Senin, 11 November 2019.
Menurut dia, pandai besi yang ia kelola mampu memproduksi ratusan alat pertanian setiap harinya, termasuk cangkul. Ia pun yakin cangkul buatan lokal tak kalah berkualitas dari produk impor. Marmin menyebut ada atau tidak cangkul impor tak mempengaruhi usahanya.
"Pelanggan sudah percaya dengan hasil buatan sini. Ibaratnya, kami mau buktikan alat pertanian yang dibuat tradisional bisa bersaing dengan barang impor," kata dia.
Tiap memasuki musim tanam, ia melanjutkan, pesanan alat pertanian meningkat. Biasanya, pesanan alat-alat tani bisa mencapai lima kodi per hari. Konsumen pun datang tak cuma penduduk datang dari Gunungkidul, namun juga hingga Wonogiri, dan Sragen, Jawa Tengah.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Gunungkidul Suharno mengatakan, Desa Karangtengah sebagai salah satu sentra industri alat pertanian tradisional memiliki potensi besar. Selain untuk memenuhi kebutuhan pertanian warga, juga bisa menjadi obyek wisata tradisional.
"Desa demikian perlu dikelola serius. Desa Karangtengah sangat besar peluang menjadi desa wisata," ungkapnya.
Gunungkidul: Perajin alat pertanian tradisional di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tak gentar menghadapi keberadaan cangkul impor.
Marmin, seorang perajin alat pertanian, mengakui, impor cangkul menjadi salah satu satu ancaman usaha lokal pandai besi, terlebih yang masih beroperasi secara tradisional. Namun ia tak khawatir.
"Kami punya pelanggan tetap," kata Marmin di Wonosari, Gunungkidul, Senin, 11 November 2019.
Menurut dia, pandai besi yang ia kelola mampu memproduksi ratusan alat pertanian setiap harinya, termasuk cangkul. Ia pun yakin cangkul buatan lokal tak kalah berkualitas dari produk impor. Marmin menyebut ada atau tidak cangkul impor tak mempengaruhi usahanya.
"Pelanggan sudah percaya dengan hasil buatan sini. Ibaratnya, kami mau buktikan alat pertanian yang dibuat tradisional bisa bersaing dengan barang impor," kata dia.
Tiap memasuki musim tanam, ia melanjutkan, pesanan alat pertanian meningkat. Biasanya, pesanan alat-alat tani bisa mencapai lima kodi per hari. Konsumen pun datang tak cuma penduduk datang dari Gunungkidul, namun juga hingga Wonogiri, dan Sragen, Jawa Tengah.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Gunungkidul Suharno mengatakan, Desa Karangtengah sebagai salah satu sentra industri alat pertanian tradisional memiliki potensi besar. Selain untuk memenuhi kebutuhan pertanian warga, juga bisa menjadi obyek wisata tradisional.
"Desa demikian perlu dikelola serius. Desa Karangtengah sangat besar peluang menjadi desa wisata," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(MEL)