Warga Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, menggelar ritual budaya Nyadran Kali di Situs Liyangan, perkampungan warisan Mataram Kuno sekitar abad ke-IX, Sabtu (1/10/2014). MI/Tosiani
Warga Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, menggelar ritual budaya Nyadran Kali di Situs Liyangan, perkampungan warisan Mataram Kuno sekitar abad ke-IX, Sabtu (1/10/2014). MI/Tosiani

Nyadran Kali Situs Liyangan Harap Sindoro Makmur Tenteram

Tosiani • 01 November 2014 12:10
medcom.id, Temanggung: Kabut di lereng Gunung Sindoro baru saja tersingkap, Jumat (31/10/2014) pagi. Puluhan warga sudah berbaris memakai ragam pakaian adat di Balai Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
 
Sesepuh desa tampil paling depan. Dia pakai baju serba hitam khas Jawa. Di tangannya, berkibar selembar selembar janur mayang. Kanan-kirinya diapit muda-mudi memegang payung. Yang kiri berpakaian coklat, yang kanan serba hitam.
 
Di belakang mereka, para pemuda memanggul dua gunungan besar sayuran dan buah-buahan berpuncak nasi putih lengkap dengan lauk ingkung ayam dan aneka jajanan pasar. Gunungan makin belakang, makin kecil. Setidaknya ada enam tumpeng kecil yang membuntuti tumpeng besar.

Rombongan lalu berjalan kaki menempuh jalanan berbatu sejauh sekitar satu kilometer menuju Situs Liyangan di sebelah barat perkampungan. Beberapa anak kecil berlarian mengikuti rombongan. Para turis terlihat semringah mengabadikan momen Kirab Budaya bernama 'Nyadran Kali' itu.
 
Sesampainya di Situs Liyangan, rombongan disambut sorak sorai ratusan warga setempat. Mereka sudah sejak pagi menunggu di lokasi untuk menyaksikan kegiatan budaya itu. Suasana lereng gunung Sindoro pagi itu berubah meriah. Bahkan para penambang galian C yang berada di sekitar lokasi situs itu menghentikan sejenak aktivitasnya. Mereka menyempatkan diri menyaksikan acara itu.
 
Dua buah gunungan diletakan di atas batuan candi. Kemudian, Kepala Desa Purbasari, Sofiudin Anshori beranjak ke kali atau sungai kecil, sekitar 20 meter sebelah utara situs. Dengan wadah kecil ia mengambil air dari satu-satunya sumber mata air terbesar warga Liyangan itu. Air tersebut lalu dituang dalam dua buah kendi berukuran besar yang diletakan di atas landasan kain putih panjang bertabur bunga di atas batuan candi.
 
Doa-doa memuja alam semesta pun dipanjatkan mengiringi prosesi persembahan gunungan dan tumpeng. Setelah itu, dua buah gunungan berisi sayuran dan buah diserahkan pada masyarakat untuk diperebutkan dan tumpeng dimakan bersama para petugas prosesi. Suasana berubah gaduh kala perebutan gunungan.
 
Menjelang siang, kelompok kesenian dari desa setempat mempertontonkan aksi pertunjukan kuda lumping. Hiburan untuk warga akan berlanjut hingga malam, yakni wayang kulit yang akan digelar tiga malam berturut-turut.
 
Kades Purbosari Sofiudin Ansori mengatakan, nyadran kali diselenggarakan sebagai wujud rasa syukur warga atas hasil bumi dan sumber air yang melimpah, sehingga warga Lereng Sindoro hidup makmur dan tenteram.
 
Nyadran kali biasa dilakukan setahun sekali, tiap bulan Suro dalam penanggalan Jawa. Biasanya ritual ini dilakukan di sumber air dekat pemukiman warga. Setelah temuan Situs Liyangan mencuri perhatian masyarakat luar daerah dan dunia, warga setempat berinisiatif menggelar nyadran kali tahun 2014 ini di Situs Liyangan.
 
"Ini temuan situs yang tidak biasa. Jadi harus kita lestarikan. Kami bahkan telah membentuk tim peduli Situs Liyangan. Ke depan akan ada event budaya di situs ini," tutur Sofiudin, Jumat (31/10/2014).
 
Liyangan merupakan situs perkampungan zaman Mataram Kuno sekitar abad ke-IX. Situs ini pertama kali ditemukan oleh para penambang galian C sekitar tahun 2008. Temuan yang didapat hingga kini antara lain lingga, yoni, kemuncak candi, pecahan gerabah dari Tiongkok, dan tanaman padi purba.
 
Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Kebudayaan, Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Temanggung, Didik Nuryanto mengatakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat berniat membangun desa budaya di sekitar Situs Liyangan. Dengan demikian ke depan akan banyak gelaran budaya di lokasi tersebut.
 
"Upaya menjadikan Liyangan sebagai desa budaya akan melibatkan partisipasi seluruh warga. Tujuan utamanya juga untuk menjaga dan meletarikan situs," kata dia.
 
Lagipula situs ini telah menjadi perhatian dunia karena merupakan peninggalan yang kompleks dan rumit. Ini adalah bukti pernah ada peradaban yang tinggi pada masa nenek moyang era Mataram Hindu di lokasi itu.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JCO)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan