medcom.id, Kutai: Kerajaan atau Kesultanan Kutai Kartanegara merupakan salah satu kerajaan bercorak Islam yang berdiri tahun 1300. Setelah berakhir pada 1960, Kerajaan Kutai Kertanegara kembali eksis setelah 'dihidupkan' oleh Pemerintah Kutai Kartanegara dalam bentuk pelestarian budaya dan adat Kutadi Kedaton.
Untuk menjaga rekam jejak Kesultanan Kutai Kartanegara, maka seluruh barang-barang bersejarah ditempatkan di Museum Mulawarman. Museum tersebut merupakan bangunan yang dulunya dijadikan sebagai keraton Kesultanan Kutai Kartanegara.
Salah satu ikon barang bersejarah di Museum Mulawarman yaitu singgasana sultan. Singgasana yang terbuat dari kayu tersebut diberi lapis kapuk yang dibungkus oleh kain berwarna kuning.
Pangeran, salah satu pengurus Museum Mulawarman, mengatakan, singgasana tersebut berfungsi sebagai tempat penambalan sultan. Singgasana tersebut digunakan oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sultan Aji Muhammad Sulaiman Parikesit dan raja-raja Kutai sebelumnya.
"Singgasan berlambang kuning merupakan lambang kerajaan kita sendiri. Singgasana adalah tempat penambalan sultan. Ini merupakan lambang sultan sendiri dari kerajaan terdahulu sampai saat ini," kata Pangeran kepada Yovie, dalam program Idenesia bertema Akar Budaya Bumi Mulawarman.
Salah satu kepercayaan masyarakat Kutai mengenai singgasana sultan yaitu mengenai arah kursi tersebut. Menurut Pangeran, arah singgasana sultan harus menghadap timur.
"Dan harus berhadapan dengan Sungai Mahakam. Menjadi bagian adat istiadat di sini," ucap Pangeran.
Selain dijadikan sebagai tempat penyimpanan barang bersejarah, Museum Mulawarman selalu digunakan sebagai pusat festival budaya Erau, yaitu festival yang rutin diselenggarakan oleh masyarakat Kutai setiap tahun. Uniknya, festival tersebut dilangsungkan secara maraton selama 7 hari, 7 malam.
Pangeran menyampaikan, salah satu ritual sakral yang dilakukan dalam rangkaian proses Festival Erau adalah Belian. Belian merupakan upacara pengobatan yang dilakukan oleh suku Dayak bagian Kalimantan Timur.
Menurut kepercayaan Sultan terdahulu, sebut Pangeran, ritual Belian harus dilakukan oleh masyarakat Desa Kedang Ipil. Hal itu merupakan suatu bentuk apresiasi yang diberikan oleh pihak Kesultanan terhadap masyarakat Kedang Ipil atas pengabdiannya kepada Kerajaan Kutai Kartanegara.
"Semenjak Sultan terdulu ada suatu desa menyatakan pengabdiannya kepada kerajaan Kutai, yaitu Desa Kedang Ipil. Itu dari zaman Sultan Sulaiman sampai Sultan Salahudin Muda dipercaya Belian yang kita ambil harus dari Desa Kedang Ipil,"tutur Pangeran.
Uniknya, masyarakat Kedang Ipil merupakan satu-satunya masyarakat Kutai yang masih menetap secara turun menurun dan tidak berpindah-pindah. Masyarakat Desa Kedang Ipil secara turun menurun menjaga adat istiadat mengikuti Festival Erau yang dilakukan di Kesultanan Kutai Kartanegara.
Hal itu lah yang membuat Yovie Widianto tertarik berkunjung melihat masyarakat yang mengabdikan diri kepada Kesultanan Kutai Kartanegara. Yovie ingin melihat langsung bagaimana masyarakat Desa Kedang Ipil melestarikan adat istiadat yang dipertahankan hingga saat ini.
Gambaran mengenai Desa Kedang Ipil langsung dirasakan oleh Yovie. Saat menginjakkan kaki di sana, Yovie disambut Tari Pupur, tarian yang biasa dilakukan masyarakat Kedang Ipil untuk menyambut tamu.
Dari pemaparan salah satu masyarakat setempat, Satin, tujuan utama Tari Pupur adalah sebagai bentuk penghormatan yang disampaikan oleh masyarakat Desa Kedang Ipil kepada tamu. Tari ini selalu dilakukan kepada siapa saja tamu yang datang tanpa memandang latar belakangnya.
"Sering kita lakukan setiap tamu datang. Siapa pun dia, baik tamu yang datang baik dari pemerintah Kabupaten ataupun Kecamatan, tetap kita lakukan tari ini," kata Satin.
Tidak hanya itu, Yovie juga mengikuti ritual penyambutan tamu. Ritual tersebut dipimpin langsung oleh pemuka adat.
"Isinya adalah pemjuaan seorang supaya mempunyai daya tarik atau pengaruh supaya dia selamat, kemudian juga jiwanya tidak terganggu," ucap Satin.
Selain disuguhkan Tari Pupur, Yovie juga menyaksikan tarian yang biasa dilakukan saat masyarakat Kedang Ipil memasuki musim tanam.
Setelah puas menyaksikan berbagai kesenian, Yovie mencicipi masakan khas masyarakat Kedang Ipil, yaitu sambal bawang rambut. Tak hanya ingin mencicipi, Yovie menyempatkan melihat proses memasak.
Sambal bawang rambut merupakan salah satu makanan wajib yang harus disajikan dalam berbagai kegiatan adat. Sambal bawang rambut dibuat menggunakan bumbu dapur seperti bawang rambut, cabai rawit, bawang merah, tomat, teras, garam, serta gula.
Saksikan episode selengkapnya Akar Budaya Bumi Mulawarman di program IDEnesia Metro TV, Kamis (11/8/2016), pukul 22.30 WIB. Jangan lupa, ikuti kuis IDEnesia dan Galeri Indonesia Kaya dengan mem-follow twitter @IDEnesiaTwit atau @IndonesiaKaya.
medcom.id, Kutai: Kerajaan atau Kesultanan Kutai Kartanegara merupakan salah satu kerajaan bercorak Islam yang berdiri tahun 1300. Setelah berakhir pada 1960, Kerajaan Kutai Kertanegara kembali eksis setelah 'dihidupkan' oleh Pemerintah Kutai Kartanegara dalam bentuk pelestarian budaya dan adat Kutadi Kedaton.
Untuk menjaga rekam jejak Kesultanan Kutai Kartanegara, maka seluruh barang-barang bersejarah ditempatkan di Museum Mulawarman. Museum tersebut merupakan bangunan yang dulunya dijadikan sebagai keraton Kesultanan Kutai Kartanegara.
Salah satu ikon barang bersejarah di Museum Mulawarman yaitu singgasana sultan. Singgasana yang terbuat dari kayu tersebut diberi lapis kapuk yang dibungkus oleh kain berwarna kuning.
Pangeran, salah satu pengurus Museum Mulawarman, mengatakan, singgasana tersebut berfungsi sebagai tempat penambalan sultan. Singgasana tersebut digunakan oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sultan Aji Muhammad Sulaiman Parikesit dan raja-raja Kutai sebelumnya.
"Singgasan berlambang kuning merupakan lambang kerajaan kita sendiri. Singgasana adalah tempat penambalan sultan. Ini merupakan lambang sultan sendiri dari kerajaan terdahulu sampai saat ini," kata Pangeran kepada Yovie, dalam program Idenesia bertema Akar Budaya Bumi Mulawarman.
Salah satu kepercayaan masyarakat Kutai mengenai singgasana sultan yaitu mengenai arah kursi tersebut. Menurut Pangeran, arah singgasana sultan harus menghadap timur.
"Dan harus berhadapan dengan Sungai Mahakam. Menjadi bagian adat istiadat di sini," ucap Pangeran.
Selain dijadikan sebagai tempat penyimpanan barang bersejarah, Museum Mulawarman selalu digunakan sebagai pusat festival budaya Erau, yaitu festival yang rutin diselenggarakan oleh masyarakat Kutai setiap tahun. Uniknya, festival tersebut dilangsungkan secara maraton selama 7 hari, 7 malam.
Pangeran menyampaikan, salah satu ritual sakral yang dilakukan dalam rangkaian proses Festival Erau adalah Belian. Belian merupakan upacara pengobatan yang dilakukan oleh suku Dayak bagian Kalimantan Timur.
Menurut kepercayaan Sultan terdahulu, sebut Pangeran, ritual Belian harus dilakukan oleh masyarakat Desa Kedang Ipil. Hal itu merupakan suatu bentuk apresiasi yang diberikan oleh pihak Kesultanan terhadap masyarakat Kedang Ipil atas pengabdiannya kepada Kerajaan Kutai Kartanegara.
"Semenjak Sultan terdulu ada suatu desa menyatakan pengabdiannya kepada kerajaan Kutai, yaitu Desa Kedang Ipil. Itu dari zaman Sultan Sulaiman sampai Sultan Salahudin Muda dipercaya Belian yang kita ambil harus dari Desa Kedang Ipil,"tutur Pangeran.
Uniknya, masyarakat Kedang Ipil merupakan satu-satunya masyarakat Kutai yang masih menetap secara turun menurun dan tidak berpindah-pindah. Masyarakat Desa Kedang Ipil secara turun menurun menjaga adat istiadat mengikuti Festival Erau yang dilakukan di Kesultanan Kutai Kartanegara.
Hal itu lah yang membuat Yovie Widianto tertarik berkunjung melihat masyarakat yang mengabdikan diri kepada Kesultanan Kutai Kartanegara. Yovie ingin melihat langsung bagaimana masyarakat Desa Kedang Ipil melestarikan adat istiadat yang dipertahankan hingga saat ini.
Gambaran mengenai Desa Kedang Ipil langsung dirasakan oleh Yovie. Saat menginjakkan kaki di sana, Yovie disambut Tari Pupur, tarian yang biasa dilakukan masyarakat Kedang Ipil untuk menyambut tamu.
Dari pemaparan salah satu masyarakat setempat, Satin, tujuan utama Tari Pupur adalah sebagai bentuk penghormatan yang disampaikan oleh masyarakat Desa Kedang Ipil kepada tamu. Tari ini selalu dilakukan kepada siapa saja tamu yang datang tanpa memandang latar belakangnya.
"Sering kita lakukan setiap tamu datang. Siapa pun dia, baik tamu yang datang baik dari pemerintah Kabupaten ataupun Kecamatan, tetap kita lakukan tari ini," kata Satin.
Tidak hanya itu, Yovie juga mengikuti ritual penyambutan tamu. Ritual tersebut dipimpin langsung oleh pemuka adat.
"Isinya adalah pemjuaan seorang supaya mempunyai daya tarik atau pengaruh supaya dia selamat, kemudian juga jiwanya tidak terganggu," ucap Satin.
Selain disuguhkan Tari Pupur, Yovie juga menyaksikan tarian yang biasa dilakukan saat masyarakat Kedang Ipil memasuki musim tanam.
Setelah puas menyaksikan berbagai kesenian, Yovie mencicipi masakan khas masyarakat Kedang Ipil, yaitu sambal bawang rambut. Tak hanya ingin mencicipi, Yovie menyempatkan melihat proses memasak.
Sambal bawang rambut merupakan salah satu makanan wajib yang harus disajikan dalam berbagai kegiatan adat. Sambal bawang rambut dibuat menggunakan bumbu dapur seperti bawang rambut, cabai rawit, bawang merah, tomat, teras, garam, serta gula.
Saksikan episode selengkapnya Akar Budaya Bumi Mulawarman di program IDEnesia Metro TV, Kamis (11/8/2016), pukul 22.30 WIB. Jangan lupa, ikuti kuis IDEnesia dan Galeri Indonesia Kaya dengan mem-follow twitter @IDEnesiaTwit atau @IndonesiaKaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)