Jakarta: Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dinilai sebagai lokasi yang tepat untuk pengembangan lahan garam guna memasok bahan baku garam industri dari dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), Tony Tanduk, mengatakan NTT cocok sebagai sentra produksi garam industri karena memiliki lahan dan cuaca yang mendukung.
"Wilayah NTT itu cocok karena ketersediaan lahan yang landai dan musim kemarau yang panjang sekitar 7-8 bulan pertahun," kata Tony dalam keterangan tertulis, Kamis, 28 Mei 2020.
Tony menjelaskan untuk menghasilkan garam kualitas tinggi, harus menggunakan metode dengan penguapan dan kristalisasi bertingkat. Produksi seperti ini dilakukan oleh PT Garam di Madura dan PT Inti Daya Kencana (IDK) di Malaka, NTT.
"Dibuat penguapan dan kristalisasi bertingkat. PT IDK di NTT sedang membangun lahan penggaraman dengan sistem tersebut, namun lahan masih sekitar 50 hektare dan yang sedang dikembangkan berkisar 300 hektare," jelasnya.
Menurutnya pada proses ini garam dibiarkan menjadi meja hablur (lantai garam) dengan ketebalan 5-20 sentimeter kristal garam. Setelah itu air tua dialirkan dan kristal garam akan cepat terbentuk dengan kualitas garam yang sangat bersih.
Tony mengungkapkan untuk swasembada garam, dibutuhkan tambahan lahan 50.000 hektare pada satu atau beberapa hamparan, dengan syarat 1 lahan minimum 1.000 hektare.
"Hasil dari lahan tersebut menghasilkan garam untuk industri yang mempersyaratkan kadar NaCl 97 persen dan Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) rendah tidak lebih 0.6 ppm," ungkapnya.
Jakarta: Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dinilai sebagai lokasi yang tepat untuk pengembangan lahan garam guna memasok bahan baku garam industri dari dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), Tony Tanduk, mengatakan NTT cocok sebagai sentra produksi garam industri karena memiliki lahan dan cuaca yang mendukung.
"Wilayah NTT itu cocok karena ketersediaan lahan yang landai dan musim kemarau yang panjang sekitar 7-8 bulan pertahun," kata Tony dalam keterangan tertulis, Kamis, 28 Mei 2020.
Tony menjelaskan untuk menghasilkan garam kualitas tinggi, harus menggunakan metode dengan penguapan dan kristalisasi bertingkat. Produksi seperti ini dilakukan oleh PT Garam di Madura dan PT Inti Daya Kencana (IDK) di Malaka, NTT.
"Dibuat penguapan dan kristalisasi bertingkat. PT IDK di NTT sedang membangun lahan penggaraman dengan sistem tersebut, namun lahan masih sekitar 50 hektare dan yang sedang dikembangkan berkisar 300 hektare," jelasnya.
Menurutnya pada proses ini garam dibiarkan menjadi meja hablur (lantai garam) dengan ketebalan 5-20 sentimeter kristal garam. Setelah itu air tua dialirkan dan kristal garam akan cepat terbentuk dengan kualitas garam yang sangat bersih.
Tony mengungkapkan untuk swasembada garam, dibutuhkan tambahan lahan 50.000 hektare pada satu atau beberapa hamparan, dengan syarat 1 lahan minimum 1.000 hektare.
"Hasil dari lahan tersebut menghasilkan garam untuk industri yang mempersyaratkan kadar NaCl 97 persen dan Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) rendah tidak lebih 0.6 ppm," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)